Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Antonio Conte dan Tuduhan Match Fixing yang Mengada-ada Itu
10 Januari 2018 13:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Semua berawal dari Cremona, sebuah kota yang, meski menggandrungi sepak bola, tak pernah benar-benar merasakan kejayaan darinya. Alih-alih sepak bola, Cremona justru dikenal khalayak karena kontribusinya terhadap sejarah musik. Dari sini, Antonio Stradivari, pembuat biola yang masyhur itu, berasal. Namun, pada 2011 silam, dari kota ini terdengarlah sebuah suara sumbang dari sosok Marco Paoloni.
ADVERTISEMENT
Marco Paoloni kini berusia 33 tahun. Untuk ukuran penjaga gawang, seharusnya Paoloni belum terhitung uzur. Akan tetapi, sudah lebih dari enam tahun Paoloni tidak merumput dan itu semua terjadi karena keterlibatannya dalam skandal Calcioscommese (judi sepak bola).
1 Juni 2011, Paoloni ditangkap pihak kepolisian. Penangkapan ini dilakukan menyusul adanya investigasi terkait upaya pengaturan pertandingan antara Cremonese dan Paganese di Lega Pro musim 2010/11. Dalam pertandingan itu, Cremonese sudah unggul dua gol pada babak pertama. Akan tetapi, rentetan keanehan terjadi pada babak kedua.
Lima pemain Cremonese mendadak jatuh sakit. Tak cuma itu, dalam perjalanan pulang, seorang pemain bernama Carlo Gervasoni mengalami kecelakaan mobil. Cremonese memang akhirnya tetap bisa mempertahankan keunggulan, tetapi kejadian aneh itu tak pelak menyulut investigasi.
ADVERTISEMENT
Dari situ, kecurigaan pun mengarah kepada Paoloni. Pasalnya, sehari sebelum pertandingan, dokter gigi si pemain, Marco Pirani, memberikan resep Minias (obat tidur) yang diatasnamakan istri Paoloni. Diduga kuat, Paoloni menggunakan Minias untuk meracuni minuman rekan-rekannya saat turun minum.
Paoloni, tentu saja, menolak tuduhan itu. Akan tetapi, investigasi telanjur dibuka dan dari sana, terungkaplah sebuah skandal memalukan yang kembali mencoreng wajah calcio hanya lima tahun sesudah Calciopoli.
***
Calcioscommese atau Scommesopoli (skandal judi) jelas berbeda dengan Calciopoli meski ujung-ujungnya yang terjadi sama-sama pengaturan pertandingan. Bedanya, jika Calciopoli adalah upaya pengaturan pertandingan dengan melibatkan ofisial pertandingan yang dilakukan oleh para petinggi klub, Calcioscommese melibatkan individu-individu seperti Marco Paoloni.
Dalam artikel di Telegraph, terungkap bahwa Paoloni adalah seorang penjudi dan kemudian, dia tenggelam dalam utang. Dari sana, dia kemudian berusaha membayar utang itu dengan cara merekrut rekan-rekannya demi menggaransi kekalahan Cremonese. Upaya rekrutmen Paoloni itu gagal. Alhasil, dia pun kemudian mengambil langkah alternatif, yakni dengan meracuni teman-temanya, tadi.
ADVERTISEMENT
Paoloni rupanya tak cuma terlibat di situ. Pemain yang memulai karier bersama Roma ini juga terlibat dalam upaya rekrutmen terhadap pemain-pemain dari tim lain. Di sini, dia bertindak sebagai perantara untuk sebuah sindikat bernama Zingari (Orang-orang Gipsi).
Zingari sendiri merupakan sebuah sindikat yang dipimpin oleh seorang warga negara Singapura bernama Dan Tan. Di sini, Tan bekerja lewat koneksinya di Eropa Timur dan Balkan. Informasi ini didapat dari dokumen milik jaksa Cremona, Roberto Di Martino.
Namun, Dan Tan dan Zingari-nya tidak sendiri. Di Italia sendiri ada sebuah sindikat lain yang berbasis di Bologna. Sampai sekarang, belum diketahui siapa pemimpin dari sindikat ini, tetapi dari sini, muncullah sebuah nama prominen, Giuseppe Signori.
ADVERTISEMENT
Munculnya nama Signori ini berawal dari rangkaian penyadapan telepon dan dari sini, salah satu pencetak gol terbanyak Serie A ini diketahui memiliki julukan "Tuan 200 Gol". Signori sendiri ditangkap pada hari yang sama dengan hari penangkapan Paoloni.
Dalam perkembangannya, kasus Calcioscommese ini memang menyeret banyak sekali nama. Dari deretan nama itu, muncullah beberapa nama besar seperti Cristiano Doni dan Stefano Mauri. Namun, itu semua belum seberapa dibanding ketika nama Antonio Conte muncul.
***
Antonio Conte baru saja menyelesaikan musim perdananya bersama Juventus ketika berita buruk itu tiba. Filippo Carobbio, mantan anak didiknya di Siena, tiba-tiba saja mengarahkan telunjuknya pada Conte. Menurut kesaksian Carobbio, Antonio Conte sebenarnya tahu-menahu soal adanya pengaturan pertandingan yang melibatkan dua laga Siena, yakni kala menghadapi Novara dan AlbinoLeffe.
ADVERTISEMENT
Ya, kasus Calcioscommese ini memang tidak cuma melibatkan tim-tim Lega Pro seperti Cremonese, tetapi juga tim Serie B seperti Siena. Parahnya lagi, ketika itu, pada musim 2010/11, Siena sebenarnya sudah memastikan diri lolos ke Serie A.
Carobbio sendiri diinvestigasi oleh Di Martino dan jaksa dari FIGC, Stefano Palazzi, sejak awal kasus ini bergulir. Namun, baru pada 2012 dia menunjuk hidung Conte. Kala itu, kontraknya sudah diputus oleh Siena karena dirinya sudah dinyatakan bersalah dan mendapat hukuman larangan bermain selama semusim.
Ketika itu, Carobbio dijanjikan keringanan hukuman apabila dia mampu mengidentifikasi nama-nama lain yang terlibat. Di situlah Carobbio kemudian menyebut nama Conte beserta asistennya Cristian Stellini.
Stellini sendiri saat itu sudah ikut Conte ke Juventus. Di sana, mereka berdua memimpin tim kepelatihan yang juga diikuti Angelo Alessio (asisten Conte di Tim Nasional Italia dan Chelsea) serta Massimo Carrera (pelatih Spartak Moskva saat ini).
ADVERTISEMENT
Disebutnya nama Conte inilah yang kemudian membuat kasus Calcioscommese jadi berita di halaman depan koran-koran Italia. Sebelumnya, ketika yang terlibat baru sebatas Doni, Mauri, dan Signori, eksposur yang diterima kasus ini tidak terlalu besar. Mengejutkan, jelas, tetapi tidak sampai ke halaman depan.
Dari kesaksian Carobbio ini, Di Martino dan Palazzi kemudian menuduh Conte dengan tuduhan "omessa denuncia" atau kelalaian untuk melaporkan. Di situ, disebutkan bahwa Conte tidak mungkin tidak tahu. "Non poteva non sapere" katanya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa "mengingat peran yang diembannya di klub (Siena, red), Conte tidak mungkin tidak tahu menahu soal apa yang dilakukan sejawatnya".
Tuduhan yang dialamatkan pada Conte ini mengundang banyak kecurigaan. Pasalnya, setelah Carobbio berkicau, pihak kejaksaan sudah memanggil 23 pemain Siena lain dan tak ada satu pun dari mereka yang menyebut bahwa Conte pernah menginstruksikan untuk mengatur pertandingan.
ADVERTISEMENT
Dalam dua pertandingan yang dimaksud, Siena memang tidak menang. Dalam pertandingan melawan Novara, Siena bermain imbang 2-2, sementara dalam laga melawan AlbinoLeffe, Siena kalah 0-1.
Awalnya, tuduhan soal pengaturan pertandingan melawan Novara ini muncul karena presiden Siena, Massimo Mezzaroma, bertaruh dalam jumlah besar bahwa pertandingan bakal bermain imbang. Walau begitu, belakangan diputuskan bahwa hasil imbang ini hanyalah kebetulan belaka.
Namun, untuk laga menghadapi AlbinoLeffe, ceritanya lain. Pasalnya, ketika pertandingan itu berlangsung, Siena sudah dipastikan bakal lolos ke Serie A apa pun hasilnya, sementara AlbinoLeffe butuh poin untuk lolos dari jerat degradasi. Menurut Carobbio, pada Januari 2011, Cristian Stellini menginstruksikan salah satu pemainnya, Claudio Terzi, untuk menjalin kontak dengan pemain AlbinoLeffe. Stellini inilah sejawat yang dimaksud tadi.
ADVERTISEMENT
Conte, tentu saja, menolak tuduhan ini dan berkeras bahwa dia tidak bersalah. Pasalnya, dari segala detail yang diajukan Carobbio, tak sekali pun disebutkan bahwa dirinya terlibat dalam proses pengaturan pertandingan. Nama Conte sendiri baru disebutkan dalam dua paragraf penghabisan di mana Di Martino menuliskan bahwa Conte tidak mungkin tidak tahu menahu tadi.
Kasus ini sendiri kemudian dianggap sebagai cara bagi Di Martino untuk menaikkan profilnya dari kancah regional ke nasional. Walau begitu, ketika itu Conte diminta oleh pengacaranya, Francesco Arata dan Leonardo Cammarata, untuk mengajukan plea bargain.
Di Indonesia, konsep ini memang tidak dikenal, tetapi secara sederhana, plea bargain ini berarti seorang tersangka mengajukan plea agar kasusnya tidak perlu sampai ke pengadilan. Plea bargain ini biasanya diajukan oleh sosok yang bersalah supaya tidak lagi memakan waktu. Akan tetapi, bisa juga hal ini diajukan agar kasus yang dijalani seorang tersangka tidak menyeret nama pihak lain, seperti perusahaan tempatnya bekerja.
ADVERTISEMENT
Setelah Conte mengajukan plea bargain inilah dia kemudian dijatuhi hukuman sepuluh bulan larangan mendampingi Juventus. Menurut kesaksian Andrea Pirlo dalam I Think, therefore I Play, Conte sempat mempertimbangkan untuk mundur apabila dia sampai dihukum selama itu. Namun, setelah melalui proses banding, hukuman untuk Conte dipangkas menjadi empat bulan.
Pemangkasan hukuman bagi Conte itu salah satunya disebabkan oleh kegagalan jaksa Di Martino memproduksi bukti-bukti baru. Sampai akhirnya, pada 2016 lalu, dalam pengadilan kriminal, Conte dinyatakan tidak bersalah.
Selama empat bulan absen dari bangku cadangan Juventus, tempat Conte secara bergantian diisi oleh Alessio dan Carrera. Sementara, Conte sendiri hanya bisa menonton dari boks khusus di Juventus Stadium dan di sana, pria yang kini berusia 49 tahun itu tak pernah bisa tenang.
ADVERTISEMENT
Hal itu sendiri memang tak mengejutkan karena menurut Pirlo, Conte memang begitu khawatir kala itu. Biar bagaimana juga, dominasi Juventus belum benar-benar dimulai dan risiko untuk bubar jalan begitu besar. Maka dari itu, Conte pun kala itu meminta Pirlo, bersama Gigi Buffon, Claudio Marchisio, dan Giorgio Chiellini, selaku senatori di ruang ganti, untuk menjadi pengganti dirinya.
"Ini adalah masa-masa sulit," kata Conte waktu itu. "Kalian harus membantuku, lebih dari apa yang biasa kalian lakukan. Berikan yang terbaik saat latihan dan di pertandingan. Ketika aku tak ada di sana, kalianlah yang bertugas untuk menjaga agar pemain-pemain lain tidak keluar jalur. Jangan malas-malasan. Jangan sampai apa yang kita bangun bersama hancur begitu saja."
ADVERTISEMENT
Sisanya adalah sejarah dan Conte benar. Jose Mourinho sebaiknya belajar dulu agar tuduhannya itu tidak menjadi fitnah.