Apa, Sih, yang Bikin United Jadi Oke di Tangan Solskjaer?

27 Desember 2018 17:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Manchester United merayakan kemenangan 5-1 atas Cardiff City. (Foto:  REUTERS/Rebecca Naden)
zoom-in-whitePerbesar
Manchester United merayakan kemenangan 5-1 atas Cardiff City. (Foto: REUTERS/Rebecca Naden)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ole Gunnar Solskjaer memang punya sejarah panjang dengan Manchester United, ditambah sukses pula dalam dua periode masa kepelatihannya di Molde. Di tangan Solskjaer, Molde menjadi penguasa Liga Norwegia. Walau begitu, bukan berarti tidak ada keraguan ketika Solskjaer ditunjuk menjadi manajer United.
ADVERTISEMENT
Keraguan itu berakar dari kegagalannya menukangi Cardiff City. Datang pada paruh musim 2013/14 dengan misi menyuguhkan sepak bola menyerang, Solskjaer malah membawa tim berjuluk The Bluebirds itu finis di dasar klasemen Premier League. September 2014, Solskjaer dipecat karena situasi tak kunjung membaik.
Hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama dua kali, dan Solskjaer telah membuktikan dia bukan keledai. Sebelum Solskjaer kembali, United hanya memenangi satu dari lima laga yang telah dijalani di lintas kompetisi.
Empat hari setelah ditunjuk menjadi manajer, Solskjaer menunjukkan jika inginnya mengembalikan sepak bola menyerang ke tim yang bermarkas di Old Trafford itu bukan semata gertak sambal.
Terbukti dengan kemenangan telak 5-1 atas Cardiff (16/12/2018). Setelahnya, United menangi laga melawan Huddersfield Town (26/12) dengan skor 3-1. Dan kemungkinan sangat besar, romantisme United dan Solskjaer takkan bubar dalam jangka dekat.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa perubahan yang dilakukan Solskjaer โ€“ selain mampu membuat suasana ruang ganti menjadi lebih adem -- ? Jawabannya, yah, improvisasi taktik 4-3-3 United-nya era Jose Mourinho. Duh. Hahaha, tolong jangan marah dahulu, kami bercanda tadi. Jadi, baiklah, kita mulai saja!
Perubahan Pemosisian Pemain
Anthony Martial cetak gol ketiga untuk United di laga vs Cardiff. (Foto: Reuters/Craig Brough)
zoom-in-whitePerbesar
Anthony Martial cetak gol ketiga untuk United di laga vs Cardiff. (Foto: Reuters/Craig Brough)
Perbedaan paling mencolok dalam implementasi formasi 4-3-3 adalah pemosisian pemain. Di era Mourinho, tiga gelandang bermain terlalu dalam, sementara empat bek berada tak jauh dari kiper. Demi meminimalisir ruang dan mempermudah akses terhadap bola, maka tiga penyerang akan turun ke middle-third.
Dengan cara seperti ini, serangan balik cepat dengan mengandalkan umpan lambung merupakan satu-satunya opsi bagi United untuk melancarkan serangan dalam skema open-play. Masalahnya, United selalu mengalami kebuntuan ketika dihadapkan dengan tim yang kadung mengepung mereka.
ADVERTISEMENT
Karena tak puas, Solskjaer mengubahnya. Salah satu perubahan yang paling terasa ada di pos gelandang. Ketika menyerang, Nemanja Matic bisa saja turun dari pos gelandang bertahan menjadi bek tengah hibrida jika diperlukan.
Sementara Paul Pogba dan Ander Herrera diposisikan lebih maju sebagai gelandang tengah. Walau begitu, Herrera tetap mendapatkan tugas sebagai perusak serangan lawan dan Pogba menjadi kreator serangan.
Untuk mengakomodir majunya para gelandang, maka pemosisian back four United juga disesuaikan. Kini, bek-bek United lebih sering berada tak jauh dari middle third. Perubahan ini membuat alur bola di lini tengah lebih hidup dan, tentu saja, membuat serangan United menjadi lebih menggigit.
Karena Solskjaer, Paul Pogba Kembali
Pogba bantu United taklukkan Juventus. (Foto: Miguel MEDINA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pogba bantu United taklukkan Juventus. (Foto: Miguel MEDINA / AFP)
Paul Pogba dibantu beberapa pemain dalam tugasnya menjaga kecairan serangan sebagai gelandang kiri. Di laga melawan Cardiff, misalnya. Tak jarang, sayap kiri โ€“ yang biasa dihuni Anthony Martial โ€“ turun ke lini tengah demi membuka ruang untuk Pogba maju ke depan.
ADVERTISEMENT
Ketika telah ke depan, setidaknya ada tiga pemain yang memiliki kemungkinan untuk lancarkan operan kepada Pogba. Bisa dari Martial, atau umpan lambung dari Matic, hingga umpan terobosan dari full-back kiri, yang sejauh ini masih ditempati Luke Shaw.
Trik ini sejauh ini masih berhasil. Apalagi, mengingat momentum perpindahan posisi antara Martial dan Pogba kerapkali tak terprediksi. Di laga melawan Cardiff, United menang 5-1 dan Pogba menciptakan 2 assist.
Di laga melawan Huddersfield, Pogba mendapatkan peran yang lebih ofensif dengan tampil sebagai penyerang lubang. Seperti hari-harinya di Juventus, Pogba yang ganas dalam urusan mencetak gol kembali terlihat. Di laga berakhir kemenangan 3-1 bagi United itu, Pogba menciptakan dua gol.
Liarnya Sayap Kanan United
ADVERTISEMENT
Juan Mata mencari ruang tembak di tengah penjagaan ketat pemain belakang Fulham. (Foto: Reuters/PHIL NOBLE)
zoom-in-whitePerbesar
Juan Mata mencari ruang tembak di tengah penjagaan ketat pemain belakang Fulham. (Foto: Reuters/PHIL NOBLE)
Perubahan lain yang dilakukan Solskjaer adalah memberikan peran bebas (free role) untuk posisi sayap kanan. Maksudnya? Dengan peran bebas, seorang pemain diberikan kebebasan untuk melakukan dribel, menginisiasi umpan, melancarkan tembakan, hingga berpindah posisi kapan saja.
Di laga melawan Cardiff, Jesse Lingard dipercaya untuk mengisi pos ini. Hasilnya positif, mengingat jebolan akademi United itu mampu mencetak dua gol dan satu assist. Sementara, di laga melawan Huddersfield, giliran Juan Mata yang dicoba dengan peran ini.
Pada akhirnya, Mata memang tak mencetak gol atau assist pada laga itu. Meski begitu, ada kontribusi Mata di balik gol kedua United. Setelah menerima umpan dari Marcus Rashford, Mata langsung ke kotak penalti lawan. Lalu, bola bergulir cepat dari kaki Mata, kemudian ke Lingard, sebelum pada akhirnya dikonversikan Pogba menjadi gol.
ADVERTISEMENT
Full-Back United: Terus Tekan, Tekan Terus
Luke Shaw, pemain United. (Foto: Reuters/Andrew Boyers)
zoom-in-whitePerbesar
Luke Shaw, pemain United. (Foto: Reuters/Andrew Boyers)
Perubahan tugas full-back United era Mourinho dan Solskjaer juga merupakan satu langkah sederhana yang berdampak signifikan. Di era Mourinho, full-back lebih sering menunggu kesempatan serangan balik tiba.
Sementara, di era Solskjaer, full-back dituntut lebih berani dalam mengambil menyerang dengan berada di posisi tak jauh dari kotak penalti lawan ketika United tengah kuasai bola. Jika dua winger kemudian memutuskan melakukan cut-inside ke kotak penalti, maka kehadiran full-back memberikan opsi lainnya bagi United dalam menyerang --dalam hal ini menyediakan opsi di lebar lapangan.
Selain itu, kehadiran full-back di posisi lebih maju akan sangat berguna untuk memutus serangan lawan dari sayap lebih dini.
Bertahan Lebih Utuh
ADVERTISEMENT
Kiper Manchester United, David de Gea, melakukan penyelamatan di laga melawan Huddersfield Town. (Foto: Twitter: David de Gea)
zoom-in-whitePerbesar
Kiper Manchester United, David de Gea, melakukan penyelamatan di laga melawan Huddersfield Town. (Foto: Twitter: David de Gea)
Ketika diserang, United tak bertahan sebagai satu unit, begitulah wujud United era Mourinho. Jika penyerang dan gelandang diharuskan menekan para penyerang, maka para bek tetap diharuskan bertahan di zonanya sendiri.
Dengan begitu, muncullah cela di lini tengah yang bisa dieksplotasi lawan. Menyadari itu, Solskjaer kemudian mengubahnya dengan membiarkan para bek lebih maju ketika kehilangan bola. Tujuannya tak hanya agar tim bisa lebih leluasa dalam melakukan pressing, karena jarak antarlini tak lagi kelewat jauh.
Tapi, juga berjaga-jaga akan serangan tak terduga. Jika hal tersebut terjadi, United bisa menjebak dengan jebakan offside. Sejauh ini, cara ini efektif mengingat tak satu golpun United kebobolan dalam skema open-play.