Apakah Chelsea Masih Perlu Mencari Penyerang Baru?

31 Juli 2018 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Morata merayakan gol. (Foto: Reuters / David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Morata merayakan gol. (Foto: Reuters / David Klein)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alvaro Morata dipuji sekaligus diancam. Pelakunya tidak lain adalah Maurizio Sarri, manajer barunya di Chelsea.
ADVERTISEMENT
Musim 2017/2018 menjadi sebuah musim naik-turun Morata bersama Chelsea. Sempat menjadi andalan sampai paruh musim pertama Premier League, torehan gol Morata menukik kala Chelsea memasuki paruh musim kedua Premier League. Sampai pekan 19 Premier League, dia mampu mencatatkan 9 gol.
Namun, memasuki paruh musim kedua, penampilan Morata menurun. Sampai pekan 38 Premier League, Morata hanya mampu menambah koleksi golnya menjadi 11 gol. Ditambah dengan keikutsertaannya dalam kompetisi lain sepanjang musim 2017/2018 bersama 'Si Biru', Morata hanya sanggup mencatatkan 15 gol.
Penampilan buruk inilah yang membuat Morata mendapat ultimatum dari Maurizio Sarri. Selaku manajer baru Chelsea, dia memang memuji Morata, tapi dia juga ingin agar Morata segera kembali ke performa terbaik. Hal itu semata agar masa depannya terjamin di Chelsea.
ADVERTISEMENT
“Ya, saya masih menunggu Morata menampilkan penampilan terbaiknya. Jika itu berhasil dilakukan oleh Morata, saya yakin ia masih punya masa depan di sini,” ujar Sarri.
Dengan ultimatum dari Sarri ini, apakah perlu bagi Chelsea untuk menggaet penyerang baru? Memang, seperti apa penyerang tengah dalam kacamata Maurizio Sarri?
***
Selama karier manajerialnya bersama Napoli, sosok Sarri tampak seperti sosok yang anti akan keberadaan penyerang murni. Hal ini ditambah dengan sistem dasar 4-3-3 yang dia terapkan di Napoli pada musim 2017/2018 silam, yang tidak menggunakan jasa dari pemain bertipikal penyerang murni.
Di musim tersebut, justru Dries Mertens yang menjadi pencetak gol terbanyak bagi Napoli. Pemain asal Belgia itu mencetak 22 gol dari 49 laga yang dia jalani bersama Napoli. Mertens mampu menjalankan peran false nine dengan baik pada musim 2017/2018. Bersama Lorenzo Insigne dan Jose Callejon, mereka menjadi trio menakutkan dari lini serang Napoli.
ADVERTISEMENT
Meski sukses dengan formasi berbasiskan peran false nine, bukan berarti Sarri terpaku pada pakem tersebut. Pada musim 2015/2016, formasi 4-3-3 Sarri pernah melahirkan sebuah penyerang maut bernama Gonzalo Higuain. Hal ini terjadi karena Higuain, yang bertipikal sebagai penyerang murni, cocok dengan sistem Sarri.
Di bawah skema Sarri, ruang gerak Higuain tidak hanya sebatas kotak penalti saja. Berpadu dengan sistem penyerangan Sarri yang cair, Higuan rajin bergerak mencari ruang, tapi tidak sampai turun ke lini tengah. Higuain hanya bergerak di area sepertiga akhir dan baru merangsek ke kotak penalti jika ada peluang. Skema Sarri ini mengasah insting mencetak gol dari Higuain.
Tak heran, pada musim 2015/2016, Higuain mampu menorehkan 38 gol dari 42 penampilannya untuk Napoli di semua kompetisi. Talenta Higuain menyeruak ke permukaan, sebelum akhirnya Juventus datang dan merekrut Higuain ke Turin.
ADVERTISEMENT
Melihat apa yang pernah Sarri terapkan di Napoli, maka, Chelsea seharusnya tidak perlu membeli penyerang baru. Saat ini, Chelsea memiliki stok dua pemain bertipikal penyerang murni, yaitu Olivier Giroud dan Alvaro Morata. Higuain, yang diisukan akan direkrut oleh Chelsea, malah lebih mendekat ke AC Milan.
Dengan gaya main yang dimiliki oleh Morata dan Giroud, Sarri sebenarnya tidak perlu risau. Baik itu Morata dan Giroud memiliki kemampuan yang tidak jauh beda dengan Higuain. Keduanya dapat mencari ruang dan menjadi pencetak gol bagi Chelsea. Jika ditopang dengan sistem Sarri, seperti halnya Higuain, keduanya dapat muncul ke permukaan dan menjadi mesin gol bagi 'Si Biru'.
Namun, untuk masuk ke dalam sistem Sarri ini bukan pekerjaan mudah. Penyerang dalam sistem Sarri mesti memiliki mata tajam dan tingkat pemahaman ruang yang baik. Higuain memiliki kemampuan itu, dan dia sukses menyatu dengan taktik serta skema yang diterapkan oleh Sarri.
ADVERTISEMENT
Inilah pekerjaan rumah bagi Morata dan Giroud sekarang. Morata sudah menunjukkan kemampuannya melawan Inter Milan di ajang International Champions Cup. Dia sanggup membuka ruang dan mengkreasi peluang bagi rekan satu tim. Kemampuan yang masih kurang darinya adalah kemampuan mencetak gol, seperti yang dia tunjukkan di paruh musim pertama 2017/2018.
Sedangkan bagi Giroud, kontribusi nyatanya bagi Timnas Prancis di ajang Piala Dunia 2018 harus dia bawa ke klub. Sama seperti Morata, dia juga harus meningkatkan kemampuan mencetak golnya, karena selama main di Piala Dunia 2018, dia sama sekali tidak mencetak gol.
Olivier Giroud usai menjalani laga final Piala Dunia 2018 (Foto: Michael Dalder/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Olivier Giroud usai menjalani laga final Piala Dunia 2018 (Foto: Michael Dalder/Reuters)
***
Sarri memang menggunakan sistem yang cair. Umpan-umpan pendek, transisi permainan cepat, tekanan agresif, dan garis pertahanan tinggi menjadi ciri khas dari permainan yang dia terapkan. Dengan gaya main seperti itu, dia sukses membawa Napoli menjadi salah satu tim atraktif Eropa.
ADVERTISEMENT
Namun, ada satu cacat yang dia alami pada musim 2017/2018 di Napoli. Ketiadaan pemain dengan tipikal penyerang murni yang maksimal membuat timnya tidak memiliki skema B. Hal inilah yang acap membuat Napoli tergelincir di laga-laga penting.
Di Chelsea, Sarri tidak perlu khawatir. Keberadaan Morata dan Giroud dapat memberikan banyak opsi bagi sistem permainan yang akan dia terapkan di Chelsea. Ada juga nama Eden Hazard yang bisa memerankan false nine. Hal ini bisa dilakukan, dengan syarat Morata dan Giroud segera menemukan penampilan terbaiknya selama ajang pramusim ini.
Jika tidak, bisa saja Sarri berpaling dan membeli penyerang baru.