Bagaimana Pengamanan Pertandingan Sepak Bola Dilakukan di Inggris?

5 September 2017 12:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi di pertandingan sepak bola. (Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi di pertandingan sepak bola. (Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
ADVERTISEMENT
Masalah pengamanan di pertandingan sepak bola Indonesia kembali menjadi sorotan usai laga Tim Nasional Indonesia melawan Fiji di Stadion Patriot Chandrabhaga, Sabtu (2/9) lalu. Meninggalnya satu suporter, Catur Juliantoro, saat menyaksikan laga tersebut menjadi musababnya.
ADVERTISEMENT
Catur meninggal akibat terkena kembang api yang ditembakkan seorang suporter dari tribun selatan stadion. Padahal, menurut aturan dari Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), kembang api adalah salah satu barang yang sebenarnya tidak boleh masuk ke dalam stadion. Inilah yang kemudian membuat pertanyaan soal pengamanan itu kembali mengemuka.
Bicara soal pengamanan di sebuah pertandingan sepak bola, pada 2007 silam, Uni Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) menyebut bahwa untuk urusan ini, Inggris jadi yang terdepan. Hal ini tentu saja merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa mengingat tak sampai dua dekade sebelumnya, Inggris adalah negara yang identik dengan kerusuhan di pertandingan-pertandingan sepak bola. Bahkan, klub-klub Inggris sempat dihukum tidak boleh berlaga di kompetisi antarklub Eropa selama lima tahun karena tingkah polah suporternya itu.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang kemudian membuat mereka jadi yang terdepan?
Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya sederhana saja: tragedi. Ya, sepak bola Inggris belajar banyak dari apa yang menimpa mereka pada paruh kedua dekade 1980-an itu. Tragedi Heysel dan Tragedi Hillsborough, di mana suporter Liverpool menjadi pelaku dan korban, adalah titik balik dari semua itu. Secara kebetulan pula, pada awal 1990-an, ada sebuah revolusi industri di persepakbolaan Inggris dengan lahirnya Premier League.
Pasca-Tragedi Hillsborough, muncul sebuah investigasi yang dilakukan oleh Lord Justice Taylor. Dari hasil investigasi ini, kemudian lahir sebuah dokumen yang berisi rekomendasi tentang apa-apa yang salah di Hillsborough dan apa saja yang harus dilakukan untuk membenahinya.
Laporan bertajuk Taylor Report inilah yang kemudian menjadi panduan untuk pembenahan pengamanan di pertandingan-pertandingan sepak bola Inggris. Salah satu efek paling kentara dari Taylor Report ini adalah perubahan di stadion-stadion di mana tribun berdiri seperti Spion Kop yang legendaris itu diubah menjadi tribun duduk lengkap dengan kursi bernomor.
ADVERTISEMENT
Selain Taylor Report, kemudian muncul pula deretan peraturan dari pemerintah Inggris, mulai dari Football Spectators Act 1989 dan Football (Disorder) Act 2000. Munculnya undang-undang ini memiliki satu tujuan yakni meminimalisasi, atau kalau bisa mengeliminasi, aksi kekerasan yang berkaitan dengan sepak bola, entah itu di dalam maupun di luar stadion.
Fans Sepak Bola (Ilustrasi) (Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
zoom-in-whitePerbesar
Fans Sepak Bola (Ilustrasi) (Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
Akan tetapi, segala undang-undang itu sebenarnya hanyalah sebuah upaya preventif. Dalam Football Spectators Act, yang menjadi fokus pembenahan adalah infrastuktur, mulai dari soal tribun tadi, kemudian ticketing, penambahan kamera pengawas, perubahan tinggi pagar pembatas, dan lain-lain. Lalu, dalam Football (Disorder) Act itu, yang ditekankan adalah soal ancaman larangan masuk bagi para perusuh.
Lantas, bagaimana dengan langkah pengamanan secara riil di lapangan? Apa saja yang harus dilakukan pihak kepolisian ketika mengamankan sebuah pertandingan?
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2011 lalu, The Guardian pernah mewawancarai seorang polisi yang berpengalaman dalam mengamankan pertandingan sepak bola di Kota London. Di sini, kami coba menyampaikannya kembali untuk Anda prosedur apa saja yang harus diikuti sebelum sebuah pertandingan terlaksana.
Pertama-tama, terlaksananya sebuah pertandingan sepak bola itu akan ditentukan boleh tidaknya oleh Safety Advisory Group (SAG) yang terdiri dari perwakilan klub, kepolisian setempat, pemadam kebakaran, layanan ambulans, dan pemerintah sipil setempat. Sebelum pertandingan, semua pihak ini akan bertemu dan membahas segala risiko yang mungkin muncul.
Suporter sepak bola di Albania. (Foto: Reuters/Florion Goga)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter sepak bola di Albania. (Foto: Reuters/Florion Goga)
Apabila ada salah satu pihak yang menyatakan ketidaksanggupan untuk memberi jaminan, maka jalan atau tidaknya pertandingan akan ditentukan oleh chairperson yang biasanya berasal dari pemerintah lokal.
ADVERTISEMENT
Nah, kemudian untuk peninjauan aspek keamanan, yang berwenang tentu saja merupakan pihak kepolisian. Di Inggris sendiri ada lima kategori pertandingan jika ditilik dari risiko keamanannya. Pertama, pertandingan-pertandingan yang tidak membutuhkan polisi. Biasanya, ini adalah pertandingan antarklub non-liga yang dihadiri hanya ratusan suporter. Di pertandingan macam ini, keamanan yang terjun biasanya hanya steward klub saja.
Kemudian, ada pertandingan kategori A alias pengamanan minimum. Biasanya, polisi yang diterjunkan hanya berjaga di luar stadion saja, sedangkan pengamanan di dalam tetap diserahkan kepada steward.
Setelah itu, ada kategori B yang merupakan kategori medium-risk, kategori C yang masuk kategori high-risk, dan C+ yang biasanya melibatkan klub-klub dengan rivalitas sengit, seperti Manchester United vs Manchester City dan Arsenal vs Tottenham Hotspur. Adapun, yang membedakan kategori C dengan C+ adalah perkiraan jumlah penonton yang hadir.
ADVERTISEMENT
Polisi berkuda di Wembley. (Foto: Reuters/Dylan Martinez)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi berkuda di Wembley. (Foto: Reuters/Dylan Martinez)
Di London, polisi sudah punya data matriks untuk menentukan kategori itu. Isi data tersebut antara lain adalah perkiraan jumlah suporter, level permusuhan antarkelompok suporter, sampai waktu sepak mula. Semakin tinggi kategori, semakin tinggi pula jumlah personel keamanan yang diterjunkan. Di kategori A, biasanya ada sekitar selusin petugas, kategori B 50 personel, kategori C bisa mencapai 200 atau 300.
Di sini, kerja pihak kepolisian dalam pertandingan itu sendiri memang sangat minim. Adapun, ujung tombak pengamanan di dalam stadion adalah para steward yang jumlahnya bisa mencapai 700 orang, di mana peraturan menetapkan bahwa harus ada satu steward untuk setiap 250 penonton. Di dalam stadion sendiri, paling banyak hanya ada 50 personel kepolisian.
ADVERTISEMENT
Nah, polisi-polisi yang lain biasanya dikerahkan untuk melakukan crowd control di luar stadion, mulai dari stasiun kereta yang biasanya jadi pintu masuk suporter tandang sampai jalan-jalan raya. Jika pertandingan, atas pertimbangan tertentu, kemudian dikategorikan menjadi bubble match, maka polisi bakal memiliki tugas khusus pula dalam mengawal suporter tandang.
Bubble match ini adalah kategori khusus di mana potensi kerusuhan, entah itu di dalam maupun di luar stadion, sangat tinggi. Jika pertandingan sudah masuk kategori ini, maka perjalanan suporter tandang bakal diatur sampai detail terkecil.
Polisi mengawal suporter Blackburn Rovers. (Foto: Reuters/Craig Brough)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi mengawal suporter Blackburn Rovers. (Foto: Reuters/Craig Brough)
Pertama, mereka tidak boleh melakukan perjalanan sendiri-sendiri. Sejak dari kota asal, mereka sudah diharuskan untuk melakukan perjalanan dalam kelompok. Biasanya, mereka dijadwalkan untuk berkumpul di stasiun kereta pada jam tertentu dan kemudian, sesampainya di kota tujuan, mereka akan dijemput dan dikawal polisi sampai masuk ke stadion.
ADVERTISEMENT
Bahkan, para suporter tandang ini juga tidak diperkenankan membeli tiket sendiri. Alih-alih tiket, mereka akan diberi kuitansi yang baru bisa ditukar pada hari H sebelum mereka masuk ke stadion. Pengawalan sendiri dilakukan sampai para suporter itu pulang ke kota asal mereka.
Meski begitu, pengamanan polisi dalam bubble match ini mendapat kritikan keras dari Football Supporters Federation (FSF) yang menyebut langkah ini sebagai langkah draconian. Artinya, itu adalah langkah berlebihan. Eksesif. Namun, menilik sejarah kelam suporter sepak bola Inggris, polisi merasa hal ini diperlukan.
Adapun, untuk masalah pemeriksaan para suporter yang hendak masuk ke stadion, prosedur yang seharusnya dilakukan itu seperti ketika kita hendak melakukan perjalanan internasional dengan pesawat terbang. Semua barang bawaan suporter akan digeledah dan jika ada barang terlarang, entah itu kembang api, senjata, minuman keras, dll., barang tersebut akan disita di pintu masuk. Para suporter yang ketahuan membawa ini pun bakal diproses. Dari situ, identitas mereka bakal dicatat dan mereka bakal masuk daftar pengawasan.
ADVERTISEMENT