Dari Peter Schmeichel untuk Alisson: Seni Bertahan Hidup ala Kiper

3 September 2018 23:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Blunder Alisson buka jalan bagi gol Leicester. (Foto: Reuters/Carl Recine )
zoom-in-whitePerbesar
Blunder Alisson buka jalan bagi gol Leicester. (Foto: Reuters/Carl Recine )
ADVERTISEMENT
Pekan keempat Premier League 2018/19 menyisakan cerita tentang blunder Alisson Becker. Liverpool memang berhasil mengemas kemenangan 2-1 atas Leicester City di King Power Stadium, Sabtu (1/9/2018). Gol Sadio Mane dan Roberto Firmino yang berbanding dengan satu torehan Rachid Ghezzal menjadi alasan mengapa pertandingan itu berujung pada ganjaran tiga poin untuk Liverpool.
ADVERTISEMENT
Ceritanya bermula di menit 62, saat Virgil van Dijk melepaskan satu umpan kepada kiper asal Brasil itu demi mengamankan bola dari sergapan lawan. Nah, begitu bola dikuasai oleh Alisson, Kelechi Iheanacho yang baru bermain pada menit 61 berhasil lepas dari kawalan pemain bertahan Liverpool sehingga ada dalam situasi satu lawan satu dengan kiper. Berhadap-hadapan dengan ancaman Iheanacho, Alisson bukannya segera mengamankan bola, tapi malah memainkannya.
Apa-apa yang terjadi setelahnya mengingatkan bagaimana Eduardo Galeano menggambarkan seperti apa bola itu. Katanya, bola itu menggelinding dengan penuh kebanggaan. Ia tahu geraknya membagi sekelompok manusia ke dalam dua suasana hati yang berbeda.
Kelompok pertama adalah mereka yang merasakan kelegaan dan kebahagiaan luar biasa. Kelompok kedua adalah mereka yang remuk redam karena bola mengakhiri langkah di tempat yang tidak mereka inginkan. Karena itulah, bola tak suka dipermainkan. Dan di depan gawang Liverpool, Alisson menerima ganjaran karena sudah mempermainkan bola.
ADVERTISEMENT
Tanpa ampun, Iheanacho langsung merebut bola dan mengirimkan umpan kepada Ghezzal yang ada di area pertahanan kiri Liverpool. Upaya Joe Gomez untuk merebut bola pun kandas. Setelahnya, yang terdengar adalah sorak-sorai pendukung Leicester karena jagoan mereka berhasil mencetak gol di menit 63.
Dari pinggir lapangan, Klopp menampilkan raut wajah tak percaya. Tapi, ketidakpercayaannya itu dibuang cepat-cepat, karena laga masih berjalan 27 menit lagi. Di konferensi pers usai laga, ia menegaskan bahwa laga itu tak sekadar memberi Alisson kemenangan, tapi juga pelajaran. Bahwa di atas lapangan sana, kiper memang berdekat-dekatan dengan bahaya.
Tapi, Klopp bukan seorang kiper. Itulah sebabnya, seorang kiper atau mantan kiper merasa perlu untuk ikut bersuara. Dan kali ini, orang itu adalah Peter Schmeichel. Kiper legendaris Manchester United yang juga merupakan ayah dari Kasper Schmeichel, kiper Leicester yang turut ambil bagian di laga itu.
ADVERTISEMENT
Bagi Peter, tak ada yang salah dengan dasar keputusan Alisson di menit itu. Toh, permainan seperti itu pulalah yang dibutuhkan oleh seorang manajer sepak bola modern seperti Klopp. Kiper berevolusi. Yang dibutuhkan oleh tim bukan hanya seorang shotstopper, tapi juga ball-playing goalkeeper.
"Itu gaya permainan yang baru. Permainan seperti itulah yang dicari manajer dan tim-tim zaman sekarang. Seorang kiper yang sangat percaya dan nyaman dengan kakinya, serta mampu mengoper bahkan dari area-area sempit dan sulit," jelas Peter, dilansir Skysports.
Peter menyadari betul apa risiko menjadi seorang penjaga gawang. Mereka yang berperan sebagai kiper kerap menjadi orang yang tak terampuni kesalahannya, karena ialah palang pintu terakhir yang menentukan pintu mana yang dibukakan bagi tim di akhir laga: pintu kemenangan atau pintu kekalahan.
ADVERTISEMENT
Kiper legendaris Manchester United, Peter Schmeichel. (Foto: ERIC CABANIS / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Kiper legendaris Manchester United, Peter Schmeichel. (Foto: ERIC CABANIS / AFP)
Namun, di mata Peter, hanya karena peranannya begitu krusial, bukan berarti seorang kiper harus bertanding seperti inferior. Terlampau takut untuk mengambil risiko, terlalu ragu untuk menampilkan permainan yang menjadi ciri khasnya.
"Anda bisa kehilangan bola kapan pun. Setiap pemain mengalaminya, tak peduli di posisi mana pun ia bermain. Hal terburuk yang bisa dilakukan seorang pemain, termasuk kiper, adalah berkompromi dengan gaya permainannya. Yang harus ia (Alisson) lakukan adalah tetap dengan gaya itu, pupuk kepercayaan diri. Bagaimana pun, seperti itu caranya bermain," ucap sosok asal Denmark itu.
"Beberapa bulan ke depan akan menjadi begitu berat untuknya. Sejumlah media akan tetap mengkritisinya. Kamera-kamera akan menyoroti setiap kesalahan yang ia buat dan menangkap kecemasan yang tergambar jelas di wajahnya."
ADVERTISEMENT
"Lantas, bayangan akan kesalahan itu akan mempermainkan pikirannya. Dia harus bekerja untuk mengatasi hal-hal macam tadi. Itu menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup sebagai seorang kiper. Itulah seni dari menjadi seorang kiper," tegas Peter.