Dari Satu Depakan ke Depakan Lain: Hidup Joe Hart Sekarang

7 Desember 2017 21:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hart saat dipinjamkan ke Torino. (Foto: Filippo Monteforte/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Hart saat dipinjamkan ke Torino. (Foto: Filippo Monteforte/AFP)
ADVERTISEMENT
Semula, segala hal tampak baik-baik saja bagi Joe Hart. Pada 2012, ia menikmati momentumnya. Ia menjadi kiper utama bagi Timnas Inggris dan performanya di Manchester City membuatnya banjir pujian. Salah satu pujian datang dari Sir Alex Ferguson, yang juga mengutarakan rasa sesalnya.
ADVERTISEMENT
Ya, sesal. Ferguson mengutarakan rasa sesalnya karena ia tak mampu menggaet sang kiper saat ia masih membela Shrewsbury Town. Ferguson bisa saja membeli Hart dengan harga murah —untuk ukuran klub sebesar Manchester United—, 100 ribu poundsterling. Namun, ia gagal. Hart kemudian malah pindah ke City pada 2006 dengan mahar 1,5 juta pounds.
“Adalah sebuah kebanggaan saat seseorang seperti Sir Alex Ferguson menyebut namaku. Aku harap, itu menunjukkan bagaimana prestasiku sejauh ini,” ujar Hart seperti dilansir Goal pada 2012.
“Aku cinta Manchester City. Aku cinta bermain untuk mereka. Aku bangga telah menandatangani kontrak jangka panjang musim panas lalu. Aku harap, aku bisa terus di sini untuk waktu yang teramat lama.”
Harapan Hart menjadi kenyataan. Selama bertahun-tahun, kiper dengan tinggi 1,96 meter itu, menjadi nomor 1 di City. Tentu saja, posisinya sebagai kiper utama di Timnas Inggris juga aman. Ia menjadi kiper utama untuk mereka di Euro 2012, Piala Dunia 2014, dan Euro 2016.
ADVERTISEMENT
Untuk melengkapi catatan mengenai kehebatan Hart, simak juga pencapaian ini: ia sukses meraih empat Golden Glove dari tahun 2010-2015, mendapatkan dua trofi Premier League, meraih satu trofi Piala FA, dan meraih dua trofi Piala Liga Inggris.
Semua tampak sempurna. Hingga pada akhirnya Hart dan rekan-rekannya di Timnas Inggris gagal di Euro 2016. Mereka kalah 1-2 dari Islandia di babak 16 besar. Malangnya lagi, ada campur tangan Joe Hart atas kegagalan itu.
Butterfly Effect bagi Karier Joe Hart
Pernah dengar soal Butterfly Effect? Itu adalah sebuah teori yang memiliki asumsi bahwa,ada sebuah kejadian kecil, yang tak kita sadari, mampu berdampak besar dalam hidup. Dan ini terjadi pada karier Hart.
Di Euro 2016, Hart dua kali melakukan kesalahan fatal. Pertama, ia melakukan kesalahan saat mengantisipasi tendangan bebas yang dieksekusi oleh Gareth Bale. Sebenarnya, Hart mampu menepisnya. Hanya saja, tangannya tak cukup kuat dan ia salah timing kala membanting dirinya.
ADVERTISEMENT
Yang membuatnya termaafkan adalah pada akhirnya, Inggris menang 2-1 atas Wales.
Tapi, kala Inggris ditendang oleh Islandia, Hart tak dapat lagi mengelak. Kali ini, Hart kebobolan gol kedua dengan gol yang terlewat konyol: lewat bola yang sebenarnya tak begitu kuat. Hart hanya menepis seadanya dan bola masuk ke dalam gawang. Ia pulang dengan rasa malu. Tapi, tak butuh waktu lama baginya untuk menyadari. Itu adalah sebab mengapa ia kehilangan segalanya.
Pep Guardiola kemudian datang ke City. Orang-orang mulai membicarakan tentang kedigdayaannya dan kemungkinan City akan menjadi peguasa Eropa. Di kala fans City sedang merayakan euforia kedatangan Guardiola, Hart justru harap-harap cemas. Ia tak diikutsertakan dalam tur pra-musim ke China. Ia baru bermain dalam tur pra-musim saat menghadapi Arsenal pada 7 Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
Dari situ, sudah bisa ditebak bagaimana masa depan Hart di tangan Guardiola. Sebagai pelatih yang menyukai kiper yang bisa mendistribusikan bola, Guardiola tidak sembarang memilih. Namun, jelas Hart tidak punya kemampuan itu.
Guardiola lebih menyukai deputi Hart, Willy Caballero, yang jago dalam mendistribusikan bola dari belakang. Hart pun tersingkir ke bangku cadangan. Tak lama kemudian, ia dilepas ke Torino dan Guardiola memilih untuk mendatangkan Claudio Bravo dari Barcelona.
Meski status Hart di Torino cuma pinjaman, banyak yang menilai bahwa kariernya sudah tamat. Pasalnya, dengan sakleknya Guardiola dalam memilih penjaga gawang, mustahil kiper dengan kemampuan akurasi operan minim macam Hart bisa memenangi hatinya. Kedatangan Bravo itu sendiri dianggap jadi paku terakhir dari peti mati karier Hart di City.
ADVERTISEMENT
Bertualang di Italia… dan Gagal
“Aku sangat gembira dengan Willy dan Claudio,” itu jawaban Guardiola kala ditanya apakah perlu membawa Hart kembali ke City. Kedua kiper itu, pada akhirnya, memang tidak tampil sesuai ekspektasi Guardiola tak sesuai ekspektasi. Namun, bukan berarti jalan Hart terbuka kembali. Preferensi gaya main kiper Guardiola itulah yang jadi penyebab utamanya.
Sementara di Italia, Hart sempat jadi idola. Ia adalah pemain Inggris pertama yang bermain sebagai kiper di Serie A sejak liga ini bermula pada 1929. Pendukung Torino senang mendengar dirinya. Ia ramah dengan penggemar, ia sudi belajar bahasa Italia, mencintai sejarah Italia, dan itu menenangkan hati penggemar Torino. Di Italia, ia menyita segala perhatian media. Semua orang suka Joe Hart.
ADVERTISEMENT
“Aku bisa mendengar seseorang meneriakkan namaku di Wembley. Aku berbalik dan melihat ada sekumpulan penggemar Torino yang berada di sana dan mendukungku,” ujar Hart sebagaimana dilansir Bleacher Report pada 2016 lalu.
Kendatipun demikian, ini tak mengubah fakta bahwa musim Hart di Torino terbilang gagal. Presiden Torino, Urbano Cairo, mengakui bahwa ia banyak melakukan kesalahan. “Hart bikin banyak kelsahaan, terutama bagaimana ia mengantisipasi bola,” ujar Cairo. “Dia kiper yang penting. Kami mungkin tidak menyangka akan banyak kesalahan dari kiper Inggris.”
Berdasarkan catatan Squawka, Hart adalah kiper terburuk setelah Albano Bizzari pada Serie A musim 2016/2017. Bizzari kebobolan 64 gol, sementara Joe Hart kebobolan 58 gol. Okelah, untuk urusan ini, kita tak bisa lepaskan dari bek mereka juga yang bikin situasi makin runyam. Namun, Hart —menurut catatan Opta— adalah kiper dengan kesalahan yang berujung jadi gol terbanyak kedua terbanyak di Serie A. Ia menciptakan dua kesalahan yang jadi gol di musim itu.
ADVERTISEMENT
Ia lantas kembali ke Inggris setelah Torino merasa harganya tak cocok akan kualitas yang ditawarkannya.
“Didepak” David Moyes
Hart tak pernah sama lagi dan akhirnya semua orang tahu itu. Kembali ke Inggris, ia bergabung dengan West Ham United —masih dengan status pinjaman dari City. Kehadirannya (awalnya) disambut sukacita. Namun, ini seperti déjà vu bagi Hart.
Ia digaji dengan mahal —120 ribu poundsterling per pekan– dan semestinya, ia bisa lebih baik dari apa yang ditampilkannya saat ini. Di Premier League, ia telah kebobolan 30 gol (dalam 14 penampilan) dan hanya tiga kali ia mencatatkan clean sheet. Kehebatan dalam dirinya, seperti ketika ia dipuji Ferguson dulu, seolah lenyap tak bersisa.
ADVERTISEMENT
Ini membuat posisinya didepak dari Timnas Inggris dan tentu saja, orang-orang kini sudah lupa kapan terakhir kali Hart bermain bagus.
Pergantian manajer dari Slaven Bilic ke David Moyes juga tidak membuat situasi Hart menjadi lebih baik. Saat West Ham bertanding melawan City akhir pekan lalu, Hart terpaksa tidak dimainkan lantaran tak boleh tampil melawan klub asalnya itu. Sebagai gantinya, Moyes menurunkan kiper West Ham lainnya, Adrian San Miguel.
Pada laga tersebut, Adrian mampu merepotkan pemain-pemain City. Meski pada akhirnya, West Ham kalah 1-2, penampilan Adrian mendapatkan acungan jempol. Berdasarkan catatan Squawka, Adrian sukses melakukan 5 penyelamatan dalam laga tersebut, dengan akurasi pukulan ke arah bola 100% dan akurasi tangkapan 100%. Coba bandingkan dengan lima laga terakhir Hart, di mana ia hanya melakukan rata-rata 2,6 penyelamatan per laga dan akurasi pukulan ke arah bola 40%.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi dari The Guardian, Moyes terkesan dengan performa Adrian. Sudah barang tentu dia kepincut untuk menjadikan Adrian menjadi kiper utama West Ham kembali. Kalau sudah begini, entah apa lagi yang bisa diperbuat Hart.