David Silva, Si Penurut yang Bicara dengan Kakinya

9 Januari 2019 20:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perayaan Silva usai bobol gawang United. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Silva usai bobol gawang United. (Foto: Reuters/Carl Recine)
ADVERTISEMENT
Jika membicarakan sosok David Silva, maka ada satu sosok yang tidak boleh luput dari perbincangan: sang nenek, Antonia Montesdeoca.
ADVERTISEMENT
Silva kecil tumbuh dalam keadaan yang serba sederhana. Sebuah desa nelayan bernama Arguineguin, di daerah pesisir Gran Canaria, Spanyol, jadi tempat di mana Silva kecil tumbuh dan mengenal sepak bola.
Namun, sepak bola yang dulu Silva kecil kenal bukanlah sepak bola dengan bola yang bulat. Bolanya dulu adalah jeruk dan kentang. Keadaan yang serba sederhana membuat ia dan sepupu sekaligus temannya bermain sepak bola, Ransel, hanya bisa menyepak-nyepak jeruk dan kentang. Jika tidak ada, koran yang dibentuk bola jadi pilihan lain.
Sang nenek, Antonio, mengenang masa itu dengan jelas dalam benaknya saat ia diwawancarai oleh Daily Mail tentang masa kecil seorang Silva. Ia ingat sang anak begitu gemar bermain bola di pantai, sambil memerhatikan kapal-kapal nelayan menepi, membawa bertong-tong hasil laut. Sang nenek, tentu saja, tidak alpa memasak makanan untuknya. Masakan yang kelak akan dikenang Silva saat ia merantau.
ADVERTISEMENT
Namun, dari semua kenangan yang ada, sang nenek sangat ingat satu hal tentang Silva. Ia adalah sosok yang pemalu, berbanding terbalik dengan Ransel, sepupunya, Silva adalah sosok penurut yang jarang membantah bila disuruh. Ia juga tak banyak bicara, sesuatu yang neneknya nilai harus ia ubah.
"Bahkan sekarang, jauh dari lapangan, ia bagaikan seekor burung kecil. Sangat pemalu. Aku melihat pesepak bola lain yang tidak sebagus David (Silva) tapi terlalu banyak bicara, Aku harap ia lebih banyak bicara, terutama jika itu menyangkut kepentingan dirinya sendiri," ujar Antonia.
Sang nenek tidak tahu, bahwa kelak, setelah ia meninggalkan Arguineguin, justru sifat penurut dan tidak banyak bicara inilah yang kelak membawa Silva pada kesuksesan.
ADVERTISEMENT
***
Masuk usia 12 tahun, Silva mulai menekuni sepak bola dengan lebih serius. Orang tua Silva bahkan sampai mendaftarkan sang anak ke akademi sepak bola Madrid, La Fabrica. Namun, postur tubuh yang kecil membuat Silva tidak diterima di sana.
Orang tua Silva tidak patah arang. Ditolak Madrid, masih ada Valencia yang mau menampung Silva. Pilihan itu menjadi pilihan yang tepat. Menjadi salah satu produk akademi Valencia yang sukses, Silva tidak memulai karier profesional di Valencia. SD Eibar dan Celta Vigo menjadi tempatnya menimba pengalaman terlebih dahulu, sebelum akhirnya ia kembali ke Valencia pada 2006 dengan keadaan yang lebih siap.
Besar bersama Valencia, di Valencia jugalah Silva menunjukkan kegemilangannya pada Eropa dan dunia. Di Mestalla, ia dielu-elukan, ditambah dengan catatan 31 gol dan 33 assist yang ia bukukan di sana dari 166 laga, membuat namanya dikenang, bersama Juan Mata dan David Villa, sebagai sosok-sosok terbaik yang pernah ada di Valencia.
ADVERTISEMENT
Setiap giringan bolanya di Mestalla selalu mendapat sorak-sorai. Saat ia melewati satu atau dua pemain, penonton berdecak kagum. Ya, kemampuan dribel inilah yang menjadi salah satu nilai jual Silva. Di Valencia, ia sering memperlihatkan itu. Tak jarang, lawan-lawan kerap dibuat repot oleh kemampuan dribel dan juga kemampuan sentuhan pertamanya yang apik ini.
Berada di panggung Mestalla sejak sampai 2010, ajakan untuk bermain di panggung yang lebih besar datang. Adalah Manchester City, klub yang saat itu sedang dalam sebuah proyek besar, yang berminat merekrutnya. Meninggalkan Spanyol, meninggalkan Gran Canaria, meninggalkan kapal nelayan yang membawa bertong-tong tuna, mungkin adalah pilihan yang berat.
Namun, Silva berani mengambil risiko. Ia tetap berangkat. Hasilnya? Itulah Silva yang kerap Anda saksikan di televisi. Silva yang, sekarang namanya dielu-elukan. Silva yang, sejauh ini sudah menorehkan 70 gol dan 119 assist dari 369 penampilan bersama Manchester City.
ADVERTISEMENT
***
Menyoal sifat pemalunya ini, sebenarnya hal itu tidak tampak jika Anda melihat permainannya di atas lapangan. Jika sudah memegang bola, Silva berubah menjadi seorang pemberani. Ia tak segan melewati lawan, menyediakan ruang buat kawan-kawannya, serta selalu terlibat dalam setiap serangan timnya. Baik itu di Valencia maupun di City, ia selalu jadi otak permainan.
Kaki utamanya adalah kaki kiri. Namun, ketika ia menggiring bola, ia bisa memindahkan bola dari kaki kiri ke kanan, ke kiri, ke kanan lagi, seperti halnya memainkan jeruk dan kentang semasa ia kecil. Hal itu membuat lawan sulit merebut bola darinya. Dengan kemampuannya ini pula, Silva memiliki bekal untuk menjadi pengatur serangan tim.
Visi permainan Silva juga tergolong jempolan. Kemampuannya menyediakan ruang serta memberikan umpan matang bagi rekan setim (total assist-nya sudah menunjukkan itu) menunjukkan bahwa ia adalah pemain yang cerdas.
ADVERTISEMENT
Sedangkan perkara ia adalah seorang penurut, hal ini bisa dilihat saat Pep Guardiola datang ke City. Kita semua tahu Guardiola. Ia adalah sosok cerdas namun bebal nan keras kepala. Pemain yang tidak mau manut skema taktiknya, siap-siap saja ditendang dari klub. Zlatan Ibrahimovic adalah contoh nyata.
Tapi, lain hal dengan Silva. Ia menurut pada skema taktik Guardiola. Saat Guardiola memasangkannya menjadi menara kembar serangan City bersama Kevin De Bruyne, ia tidak menolak. Saat Guardiola memolesnya sedemikian rupa jadi pemain yang tidak banyak mendribel bola--tapi lebih menekankan pada permainan direct dan giringan bola seperlunya--. ia mengikuti. Silva tidak membantah.
David Silva dan Pep Guardiola. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
David Silva dan Pep Guardiola. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Di Timnas Spanyol pun sama. Bermain bersama dengan generasi sukses Barcelona di Timnas, Silva ikut gaya main mereka. Ia manut arahan Vicente Del Bosque. Walau harus berganti jam main dengan gelandang tenar lain macam Andres Iniesta atau Xavi Hernandez, Silva tidak masalah. Toh, setiap ia main, ia selalu melakukan yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Hasilnya pun gemilang. Bersama Guardiola, Silva berkembang sedemikian rupa. Ia jadi salah satu gelandang serang terbaik dunia saat ini. Meski usianya sekarang sudah masuk 33 tahun (oh iya, ia baru berulang tahun 8 Januari kemarin), ia masih sanggup main 90 menit, menjadi otak penyerangan tim selama 90 menit.
Menjawab sifat pemalu dan penurutnya ini, Silva bicara dengan kakinya. Kakinya berbicara di atas lapangan. Kakinya menjadi ejawantah dari determinasi dan juga semangatnya bermain untuk tim. Dari kakinya pula, empat gelar Premier League, satu gelar Piala FA, tiga gelar Piala Liga Inggris, dan dua trofi Community Shield mendarat di kabin trofi Etihad. Jangan lupa, satu gelar Copa del Rey untuk Valencia.
Sedangkan untuk Spanyol, dua trofi Piala Eropa sudah pernah ia raih pada 2008 dan 2012. Pada 2010, ia bahkan berhasil membawa negaranya menjuarai Piala Dunia di Afrika Selatan. Sebuah puncak kegemilangan karier bagi seorang Silva.
ADVERTISEMENT
Tak heran, atas dedikasi si pemalu dan penurut ini, Guardiola memujinya sedemikian rupa. Ia masuk radar Guardiola sebagai salah pemain terbaik yang pernah ia latih selama karier kepelatihannya, selain Lionel Messi, para pemain Bayern Muenchen, dan rekan setimnya, Kevin De Bruyne.
"Ia (Silva) adalah salah satu pemain terbaik yang pernah saya latih. Saya pernah juga melatih pemain bagus di Barcelona dan Bayern Muenchen, dan ia masuk salah satu daftar pemain terbaik versi saya," ujar Guardiola.
***
Jika sedang masa libur kompetisi, Silva kerap pulang ke Gran Canaria, ke Arguineguin. Ia masih sering rindu masakan nenek. Ia juga rindu suara perahu yang menepi, dan membawa bertong-tong hasil laut, yang kebanyakan adalah ikan tuna. Silva juga rindu pantai pasir hitam di sana.
ADVERTISEMENT
Menyoal kehidupan pribadinya ini, Silva menyebut bahwa itu adalah bagian dari kehidupannya. Selain kehidupan sebagai pesepak bola, ia masih punya nenek, selain juga istri dan anaknya yang selalu setia menemaninya. Baginya, setelah di atas lapangan, kehidupan adalah sesederhana menikmati masakan nenek dan menikmati suasana debur ombak Samudra Atlantik.
"Aku punya kehidupan di atas lapangan, tapi ketika aku selesai di sana, apa yang aku inginkan adalah kehidupan yang tenang bersama dengan keluarga. Aku tidak ingin orang lain tahu tentang urusanku, dan itulah jalanku, aku menikmatinya sampai sekarang," ujar Silva, dilansir Daily Mail.
Saat Silva mengucapkan hal tersebut, ia tengah berada di sebuah pantai di Gran Canaria. Tiupan angin laut menerpa wajahnya, membawa memori masa kecil yang sederhana, bersama nenek, Ransel, jeruk, dan kentang. Tidak lupa pula masakan nenek beserta perintahnya untuk tidak pulang larut dan terlalu kelewatan dalam bermain. Silva manut dan tidak melawan.
ADVERTISEMENT
Ya, memang Silva seperti itu, kok. Sudah, biarkan saja kakinya yang bicara.