Dibutuhkan Segera: Revolusi Mental di Chelsea

24 Desember 2018 12:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekspresi Willian Borges saat Chelsea ditundukkan Leicester City. (Foto: Reuters/Hannah McKay)
zoom-in-whitePerbesar
Ekspresi Willian Borges saat Chelsea ditundukkan Leicester City. (Foto: Reuters/Hannah McKay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dua kali sudah Maurizio Sarri mengeluhkan masalah mental pemain-pemain Chelsea. Pertama, ketika Chelsea dikalahkan Wolverhampton Wanderers. Kedua, ketika mereka ditekuk Leicester City, Sabtu (22/12/2018) lalu.
ADVERTISEMENT
Ada satu benang merah dari dua kekalahan Chelsea tersebut. Yakni, buruknya respons para pemain setelah kebobolan. Pada laga melawan Wolves, Chelsea unggul lebih dulu lewat aksi Ruben Loftus-Cheek. Namun, setelah Raul Jimenez menyamakan kedudukan, Chelsea kolaps dan harus kebobolan satu gol lagi oleh Diogo Jota.
Pada pertandingan melawan Leicester, Chelsea sebenarnya sempat mendominasi dalam urusan penciptaan peluang. Akan tetapi, usai gol dari Jamie Vardy, ketidakmampuan dalam merespons situasi kembali terjadi. Hasilnya, Chelsea gagal mencetak gol dan harus rela menelan kekalahan di kandang sendiri.
Kekalahan dari Leicester itu membuat posisi Chelsea di empat besar tidak aman. Mereka sudah tertinggal lima poin dari Tottenham Hotspur dan rentan sekali disalip Arsenal yang memiliki poin sama. Kini Chelsea telah mengantongi tiga kekalahan dari 18 pertandingan. Parahnya, tiga kekalahan itu tercipta dalam lima pertandingan terakhir mereka.
ADVERTISEMENT
Ekspresi kekecewaan Sarri saat Chelsea keok dari Wolverhampton Wanderers. (Foto:  Reuters/Andrew Boyers)
zoom-in-whitePerbesar
Ekspresi kekecewaan Sarri saat Chelsea keok dari Wolverhampton Wanderers. (Foto: Reuters/Andrew Boyers)
Sarri pun bersikeras bahwa persoalan yang dialami Chelsea bukanlah masalah fisik apalagi taktik. "Sudah jelas bahwa kami tidak kalah karena cara kami bermain. Ya, kami mengalami sedikit ketidakberuntungan dan akhirnya kami kalah karena buruknya reaksi setelah kebobolan. Kupikir begitu," kata Sarri seperti dilansir ESPN.
"Kami sebenarnya cuma harus bermain seperti yang sudah kami lakukan. Kami bisa mengontrol pertandingan dengan baik. Kami mampu menebar bahaya tanpa memberi celah kepada lawan, jadi sebetulnya kami cuma harus melanjutkan cara bermain demikian."
"Lima belas tahun lalu aku sudah menggunakan jasa psikolog olahraga. Di Italia hal itu sulit sekali dipraktikkan karena banyak klub yang tidak siap kala itu walaupun sekarang juga rasanya belum banyak juga yang siap. Seperti itulah pengalamanku. Aku tidak tahu di sini seperti apa situasinya tetapi kami akan bicarakan ini dengan pihak klub. Kenapa tidak?" lanjut Sarri.
ADVERTISEMENT
Bicara soal psikolog, berarti bicara soal Alvaro Morata. Beberapa waktu silam striker asal Spanyol itu mengaku bahwa dia menggunakan jasa psikolog untuk memulihkan mentalnya yang ambruk musim lalu. Setelah rutin menemui psikolog, mantan pemain Juventus itu merasa lebih baik.
"Kupikir, sangatlah penting untuk memiliki kepercayaan diri. Itu akan membuat segalanya jadi mudah. Pada titik hidupku yang ini aku sadar bahwa semua orang harus selalu melatih pikirannya masing-masing. Yang terpenting, ternyata, bukan cuma siap secara fisik. Untuk menahan tekanan, kamu juga harus mempersiapkan mental," kata Morata.
Aksi Alvaro Morata saat Chelsea melawan Vidi FC di Liga Europa. (Foto: Ben Stansall/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Alvaro Morata saat Chelsea melawan Vidi FC di Liga Europa. (Foto: Ben Stansall/AFP)
"Sebelumnya, aku tak pernah berpikir soal mengolah pikiran. Ketika seorang pemain mendengar kata 'psikolog', mereka pasti langsung mundur teratur. Tapi, aku sadar bahwa aku butuh bantuan."
ADVERTISEMENT
"Awalnya aku merasa malu untuk menemui psikolog dan bercerita soal problem hidupku padanya. Tapi, dengan bantuan semua orang, aku berhasil menemukan kebahagiaan lagi di sepak bola."
"Selama ini, menemui psikolog selalu dianggap sebagai hal negatif. Padahal, itu sebenarnya adalah hal yang sangat penting. Sekarang adalah masa paling bahagiaku di Chelsea, di tim nasional, meskipun aku belum bisa menemukan penampilan terbaik."
"Aku memang sudah mencetak gol lagi, tetapi aku tidak bisa melakukan itu kalau aku tidak menunjukkan penampilan terbaikku. Aku akan terus menemui psikolog ini, karena itu semua membantuku dalam menangani tekanan dan emosi," jelasnya.
Well, apa pun masalahnya, Chelsea harus segera mencari solusinya. Sebab, saat ini mereka tengah dihadapkan pada jadwal padat. Sampai pertengahan Januari 2019 nanti mereka harus bermain tiap kurang dari tiga hari sekali. Perjalanan berat itu akan bermula kala mereka bertandang ke markas Watford, Kamis (27/12) dini hari WIB mendatang.
ADVERTISEMENT