Jaksa Tolak Semua Pleidoi Jokdri

15 Juli 2019 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono (kiri) menjalani sidang pleidoi terkait kasus pengaturan skor sepak bola di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono (kiri) menjalani sidang pleidoi terkait kasus pengaturan skor sepak bola di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pleidoi atau pembelaan Joko Driyono ditanggapi jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (15/7/2019). Dalam replik tersebut, JPU menolak semua pleidoi mantan Ketua Umum PSSI itu.
ADVERTISEMENT
“Kami memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini kiranya berkenan memutuskan untuk menolak nota pembelaan dari terdakwa Joko Driyono dan dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya. Menerima surat tuntutan JPU yang terdaftar pada 4 Juli lalu,” ujar Sigit Hendradi dari JPU.
Detailnya, Sigit memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa Jokdri—sapaan akrab Joko Driyono—tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 235 jo Pasal 231 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan alternatif kedua primair. Artinya JPU membebaskan terdakwa dari dakwaan alternatif kedua primair tersebut.
Namun, Sigit dalam repliknya menegaskan bahwa Jokdri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Danurwindo dan Imran Nahumarury menghadiri sidang Joko Driyono menjalani sidang pleidoi terkait kasus pengaturan skor sepak bola di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
“Secara bersama-sama dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang (Satgas Anti-Mafia Bola), akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan yang masuk tempat kejahatan dengan memakai anak kunci palsu atau perintah palsu,” kata Sigit.
Sigit merujuk kunci palsu ialah akses pintu rahasia ruangan Jokdri yang juga dimiliki Muhammad Mardani Mogot (sopir Jokdri/saksi). Lebih lanjut, JPU menyebut Satgas menyegel semua ruangan yang ada di Rasuna Office Park (ROP) blok DO-07, tak terkecuali ruangan rahasia Jokdri.
Meskipun pintu rahasia menuju ruangan khusus Jokdri tak diberi garis polisi, JPU menegaskan bahwa Mardani Mogot yang disuruh Jokdri mengamankan barang pribadinya, sudah masuk area yang dikuasai Satgas.
ADVERTISEMENT
Mantan Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono menjalani sidang pleidoi terkait kasus pengaturan skor sepak bola di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Tak heran JPU tetap pada tuntutan awal, yaitu memohon majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama dua tahun enam bulan dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan sementara.
Terkait memasuki garis polisi, kuasa hukum Jokdri dalam pleidoinya menyebut hal itu termasuk kesesatan fakta. Kuasa hukum terdakwa, Mustofa Abidin, menilai kliennya memang tidak tahu di mana saja dipasang garis polisi.
“Kami akan meluruskan soal sesat fakta itu. Memang terdakwa tahu ada penggeledahan. Namun, beliau punya pengalaman di Menara Rajawali bahwa Satgas hanya memberi garis polisi di ruang Komite Wasit PSSI saja. Tidak demikian di ROP yang semuanya masuk area kekuasaan Satgas. Niat terdakwa murni mengamankan barang pribadi,” kata Mustofa, Senin (15/7).
ADVERTISEMENT
Mantan Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono (kanan) menjalani sidang pleidoi terkait kasus pengaturan skor sepak bola di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mustofa meminta diberikan tanggapan atas replik JPU atau duplik pada Selasa (16/7) besok. Ia menilai duplik perlu dilakukan agar menjadi pertimbangan majelis hakim dalam membuat putusan pada Selasa (23/7) mendatang.
“Wajar ada perbedaan pendapat antara kuasa hukum dan JPU. Kami akan menyanggah melalui duplik. Semua tetap berpulang ke majelis hakim yang akan memutuskan perkara ini. Setidaknya duplik kami masuk berkas untuk pertimbangan majelis hakim membuat putusan,” kata Mustofa.