John Stones Dikritik, John Stones Dibela

16 Maret 2017 15:30 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
John Stones. (Foto: Andrew Couldridge/Reuters)
John Stones adalah enigma. Di satu laga dia tampil amat bagus, di laga lainnya dia dijadikan kambing hitam.
ADVERTISEMENT
Di usia yang baru 22, Stones adalah harapan masa depan sepak bola Inggris. Katanya, sih, begitu. Tapi, kita tahu bahwa terkadang pemain-pemain muda asli Inggris overrated, dan terkadang overpriced. Ini adalah stereotipe umum yang menjangkiti mereka.
Sebagai contoh, Raheem Sterling memang jago, tapi cocokkah dihargai hingga lebih dari 40 juta poundsterling? Yang seperti ini sempat dikeluhkan beberapa manajer Premier League yang membutuhkan talenta-talenta lokal untuk memenuhi kuota di skuat mereka.
Lalu, ada Stones. Sebagai salah satu bakat terbaik yang pernah lahir di Inggris, ia sudah digadang-gadang bakal menjadi pemain besar sejak masih berkostum Everton. Selayaknya klub kaya yang tidak bisa diam melihat barang mewah, City pun langsung mengajukan tawaran.
Berapa harga yang dibayarkan City kepada Everton? 47,5 juta poundsterling plus-plus.
ADVERTISEMENT
Stones, sebagai bek yang gape memainkan bola dan punya passing akurat, adalah tipe bek tengah yang disukai manajer City, Pep Guardiola. Sebagai manajer yang senang melihat timnya melakukan build-up dari belakang, Guardiola memplot Stones untuk menjadi ball-playing defender.
Pada beberapa kesempatan, Stones memang tampil oke. Namun, kala City dikalahkan AS Monaco 1-3 pada leg II babak 16 besar Liga Champions, Kamis (16/3/2017) dini hari WIB, Stones jadi salah satu pemain yang disorot karena dinilai tampil buruk.
Dua gol Monaco, dinilai berawal dari kesalahannya. Pertama, gol dari Fabinho, yang diawali oleh umpan silang dari sisi kanan pertahanan City, adalah akibat kegagalan Stones mengintersep umpan tersebut. Kedua, pada gol ketiga Monaco yang dicetak Tiemoue Bakayoko, Stones alpa menjaga pemain berusia 22 tahun itu pada saat menghadapi set piece.
ADVERTISEMENT
Stones sendiri mengakui bahwa dia tidak bertahan dengan solid di laga tersebut, terutama ketika mengawal Bakayoko.
“Kami lengah. Kami tidak bermain sesuai standar sendiri,” ujar Stones.
Meski begitu, Stones tetap mendapatkan pembelaan. Eks-bek Manchester United yang kini menjadi pundit, Rio Ferdinand, menyebut bahwa buruknya Stones bukan permasalahan pribadi. Ia lebih menyoroti sistem pertahanan City secara keseluruhan.
Baginya, pertahanan City tampak tidak stabil karena tidak ada yang mengoordinasi. Kalau saja ada Vincent Kompany, kata Ferdinand, ceritanya bisa berbeda untuk barisan pertahanan City dan Stones.
“Jika Vincent Kompany bugar, Stones bisa saja menjalani musim berbeda dari yang dialaminya sekarang,” kata Ferdinand kepada Evening Standard.
Sementara, sebelum Ferdinand memberikan pembelaan, sebelum City bertanding melawan Monaco, bek City lainnya, Bacary Sagna, sudah memberikan pujian lebih dulu.
ADVERTISEMENT
“Dia memang belum menunjukkan kemampuan terbaiknya, tapi dia oke-oke saja, kok. Memang tidak gampang ketika baru bergabung dengan klub anyar. Tapi, dia baik-baik saja,” kata Sagna di situs resmi klub.
Faktanya, jika bicara Stones sebagai seorang ball-playing defender, ia sudah sukses. Akurasi operannya, yang mencapai angka 92% —menurut catatan Squawka— adalah yang tertinggi di antara pemain-pemain City lainnya. Ini menunjukkan Stones bisa diandalkan untuk melakukan build-up permainan dari belakang.
Namun, kalau melihat defensive error-nya di Premier League, yang mencapai angka 3 —dan tertinggi dari pemain-pemain City lainnya—, Stones memang masih memiliki PR.