Jurnal: Menghadiri Sesi Ribut-ribut di Stadion Maguwoharjo

16 Mei 2019 19:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kericuhan suporter di laga PSS Sleman vs Arema. Foto: Andreas Fitri Atmoko/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Kericuhan suporter di laga PSS Sleman vs Arema. Foto: Andreas Fitri Atmoko/Antara
ADVERTISEMENT
Ratu Tisha Destria menggeleng beberapa kali. Sesekali ia berbisik dengan rekan di sampingnya, lalu menyerong ke arah kiri, melihat layar yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
Riuh dan ricuh berpadu, ada yang tak beres di sudut tribune barat. Aksi lempar beling dan keramik muncul di sana.
Sesekali ia mengadap lurus ke depan. Ada pertandingan yang mestinya rancak buat disaksikan. Tapi, sepak mula belum berlangsung, ribut-ribut tanpa musabab sudah kadung terjadi. Tak cuma sekali, ribut-ribut itu terjadi tiga kali.
Itu menjadi pemandangan lain yang disaksikan si Sekjen PSSI di laga pembuka Liga 1 2019, Kamis (15/5/2019), malam.
****
Sepak bola seharusnya menjadi hiburan. Apalagi ini kompetisi resmi, kasta tertinggi pula, di negeri penggila bola. Lima bulan libur sejak 9 Desember 2018, laga para penggawa kesayangan begitu dinanti.
Stadion Maguwoharjo jadi arena yang mempertemukan PSS Sleman dan Arema FC. Saling sikut strategi sudah muncul sejak awal, meski tuan rumah yang menutup laga dengan kemenangan.
ADVERTISEMENT
Laga PSS Sleman vs Arema FC Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras
Pencapaian anak-anak asuh Seto Nurdiantoro cukup istimewa. Duel baru berlangsung dua menit, gawang Arema yang dikawal Kurniawan Kartika Ajie sudah jebol oleh gol Brian Ferreira.
Keunggulan cepat ini menjadi pemantik Brigata Curva Sud (BCS) alias kelompok suporter PSS--menyerukan nyanyian untuk menopang para jagoannya. Riuh gemuruh Maguwoharjo makin menjadi, genderang tempur memecut semangat para penggawa.
'Selamat Datang di Kabupaten Italia!' Seruan itu dilontarkan rekan saya ketika kami ada di tangga tepat di bawah tribune VIP yang malam itu dipoles dengan sentuhan tenda ala 'kondangan'. Stadion bersolek cantik karena para petinggi sepak bola negeri ini datang menyaksikan laga pembuka.
Bahkan sebelum pertandingan dimulai, BCS sudah gencar bernyanyi lantang dengan lagu 'Terus Berlari' sebagai pembuka. Dari rangkaian pekik dukungan itu, yang paling terdengar tentu chant kebesaran mereka, 'Bianco Verde Ale', yang juga diselingi dengan 'Ale-ale Super Elja Ale'.
ADVERTISEMENT
''Mirip-mirip di Sassuolo Calcio, bukan, menyaksikan BCS ini?'' kelakar Adif.
Ngomong-ngomong, Adif adalah rekan saya. Kami berkenalan tahun lalu di Yogyakarta ketika saya meliput kegiatan pemusatan latihan salah satu Timnas Indonesia kelompok umur. Tapi, tak usahlah merinci detail kejadian tahun lalu di bagian ini.
Ilustrasi koreo PSS Sleman Foto: Instagram/@bcsxpss.1976
Ini pertemuan pertama saya dengan Maguwoharjo. Stadion berkapasitas 30 ribu tempat duduk ini punya pemandangan hebat, meski dalam satu kesempatan membuat saya bergeleng-geleng. Tapi, secara keseluruhan, tempat ini memang menakjubkan. Beberapa kali saya dibuat bertepuk tangan atas atraksi yang terjadi di sana.
Sepuluh menit sebelum buka puasa hari ke-10 di Ramadan ini, saya tiba di pelataran parkiran timur Stadion Maguwoharjo. Lokasi ini menjadi titik temu para suporter Arema alias Aremania.
ADVERTISEMENT
Sabik, salah satu Aremania dari Malang, tengah duduk melantai di depan Kantor Komite Olahraga Nasional Indoesia (KONI) Sleman bersama 10 rekannya. Dia datang sehari sebelum pertandingan dan mendapatkan tiket resmi dari Koordinator Wilayah IV di Malang.
''Total kami dua ribu (orang) lebih tiba ke sini. Sepengetahuan kami, sesuai regulasi, suporter tim tamu boleh datang lima persen dari kapasitas stadion.''
Tiba dengan berbekal tiket resmi, Sabik yakin laga akan berjalan baik-baik saja. Ia bahkan begitu percaya diri dan bertutur bahwa tim kesayangannya bisa menggulung Super Elang Jawa. Wajar saja, Arema baru meraih gelar juara pramusim bertajuk Piala Presiden.
Saya berlalu meninggalkan Sabik, mengitari stadion yang mulai sibuk dengan kendaraan yang satu per satu masuk ke pelataran. Dari perjalanan menuju ruangan media, saya kembali bertemu dengan para Aremania. Mereka tengah bernyanyi menyambut para penggawa Arema yang baru saja tiba di lokasi.
ADVERTISEMENT
Waktu sepak mula pertandingan masih 30 menit ke depan. Saya tak melulu bergegas lantaran masih penasaran dengan BCS yang sudah sampai dikenal sebagai salah satu suporter terbaik di Asia berkat koreografi mereka.
Tapi, cerita tak selalu manis, mereka berpencar-pencar sebelum bertemu di tribune timur. Hasilnya, tak ada yang bisa saja ajak berbincang.
Di sela-sela perjalanan, sesekali dentuman petasan terdengar. Ini adalah kali ketiga selama 150 menit saya berada di lokasi stadion. Pertama kali petasan terdengar adalah ketika saya berada di sisi luar stadion atau sesaat sebelum bersua Sabik. Di sebuah lapangan yang berisikan mobil-mobil dan bus kecil dengan spanduk khas Aremania, mereka menyalakan suar sambil bernyanyi-nyanyi.
Dentuman kedua lebih mengejutkan. Ini bukan lagi bunyi petasan, tapi senjata milik pihak berwajib yang pelatuknya ditarik ke atas guna mengamankan kondisi jalanan. Asumsi awalnya, gaduh-gaduh itu terjadi karena pendukung tuan rumah dan Aremania yang mau masuk ke dalam area parkir tak mau saling mengalah.
ADVERTISEMENT
Dentuman ketiga jadi penanda keributan antara kedua suporter. Aksi saling cekik dan melempar kata-kata kasar pecah di lokasi yang dekat dengan pos pengamanan pihak kepolisian. Tak ada rasa takut kalau emosi sudah tersulut. Mereka baku hantam dalam durasi cukup lama.
Ribut-ribut di luar berimbas ke dalam stadion. Aksi saling lempar sudah jadi pemandangan pembuka. Imbasnya, para penonton yang berada di tribune di samping saya menjadi sasaran oknum tak bertanggung jawab dari trinune tim tamu. Tribune ini berada persis di tengah tribune VIP yang merupakan tempat saya duduk dan bercakap dengan Adif.
Dalam beberapa kesempatan saya sempat mengalihkan pandangan ke tribune VIP. Setidaknya untuk melihat respons para petinggi yang duduk dengan jamuan buah dan minuman di hadapan mereka.
ADVERTISEMENT
Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria saat Press Conference launching Shopee Liga 1 tahun 2019. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ribut-ribut pertama tak berlangsung lama, tak kurang dari 15 menit sebelum sepak mula pertandingan dimulai. Tetapi, aksi lempar kedua terjadi saat laga babak pertama berjalan di menit ke-29 atau sesaat setelah Sylvano Comvalius mencetak gol penyeimbang.
Mereka, para petinggi itu, kali ini bereaksi. Hujan pecahan keramik dan botol minuman tak mampu ditahan tenda 'kondangan'. Keramik dan botol itu tak datang dari atas, melainkan dari samping. Alhasil, pihak kepolisan yang berjaga di sekitar lokasi meminta mereka untuk masuk ke ruang VIP.
Saya berkesempatan masuk, susana saling lempar membuat saya tak bisa merekam kejadian. Saya ikut masuk, tetapi kawan saya terluka karena terkena lemparan beling di tangan kirinya.
Hadi, kawan saya dari Jakarta, sempat dirawat di ruang medis stadion yang untuk menuju tempat tersebut, ada tangga yang mesti dituruni. Hadi tak sendiri karena lebih dari 20 pendukung terluka. Luka di bagian kaki, siku, kepala, hingga bibir jadi pemandangan saat saya berjumpa dengan Hadi.
ADVERTISEMENT
Kondisi di ruang medis Stadion Maguwoharjo saat petugas memberikan perawatan pada korban pelemparan. Foto: Alan Kusuma/kumparan
Saya kembali ke atas, menapaki lagi tangga tadi. Saya berhenti sejenak sebelum menuntaskan dua anak tangga terakhir dan berpapasan dengan Tisha.
Tangan kanannya terluka. Ia terkena lemparan keramik. Tangan kanan itu dipeganginya dengan sapu tangan putih, mungkin ia tak mau darah mengucur terus. Semula ia berdiri sendiri, tapi tak lama kemudian, seorang panitia pelaksana datang menghampiri. Ia diminta untuk ke ruang perawatan.
Sebelum menuruni tangga, ia berhenti sejenak, menggelengkan kepala sambil menghela napas. Apa yang ada di depan matanya itulah yang membuat langkah Tisha terhenti. Petugas medis terengah-engah membopong seorang wanita menggunakan tandu ke ruang medis.
Ribut-ribut kembali pecah usai Rangga Muslim mengunci kemenangan PSS. Laga tak lagi jadi menarik lantaran aksi lempar kembali terjadi dan kali ini menjalar hingga luar stadion. Gas air mata beberapa kali ditembakan polisi guna menghentikan kericuhan. Imbasnya, banyak korban yang kembali masuk ruang medis selepas pertandingan.
ADVERTISEMENT
Stadion tak kunjung sepi kendati hari telah berganti. Pihak keamanan masih tetap awas lantaran pendukung tim tamu dan tuan rumah diisukan tetap saling menanti di luar stadion.
Akankah cerita ribut berlalu? Seperti gestur Tisha di awal, saya hanya bisa menggeleng sembari melempar pandang melalui jendela bus yang kami tumpangi untuk kembali ke Jakarta pada pagi hari.