Kaki-kaki yang Menghentikan Messi

20 Februari 2018 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi gol Messi.  (Foto: REUTERS/Albert Gea)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Messi. (Foto: REUTERS/Albert Gea)
ADVERTISEMENT
“Lionel Messi memang pemain hebat, tapi bukan berarti ia tak tersentuh,” seperti itulah klaim salah satu penyerang Chelsea, Pedro Rodriguez, menjelang pertandingan leg I babak 16 besar Liga Champions, yang bakal digelar Rabu (21/2/2018) dini hari WIB.
ADVERTISEMENT
Pedro tak besar omong. Messi tercatat sudah delapan kali menghadapi Chelsea, tapi belum sekalipun membobol gawang yang bergantian dikawal Petr Cech (enam kali) dan Hilario Meireles (dua kali). Situs statistik Opta mencatat dalam delapan laga kontra Chelsea, Messi sudah melepaskan 29 tembakan.
Namun, di atas keberhasilan Chelsea meredam pergerakan Messi, pertanyaan 'bagaimana cara menghentikan Messi' kerap jadi pembicaraan. Entah berapa banyak pelatih yang memeras otak demi mematikan langkah si bocah ajaib asal Argentina tersebut. Di setiap pertandingan yang melibatkan Barcelona sebagai lawan, Messi kerap menjadi hantu yang begitu ditakuti.
Saat hendak bertanding melawan Barcelona di gelaran Liga Champions 2015, Josep Guardiola yang waktu itu sudah menjabat sebagai pelatih Bayern Muenchen menyebutkan, upaya menghentikan Messi adalah perkara mustahil. Di mata Guardiola saat itu, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah menempel dan mencoba mencegahnya untuk menerima bola. Namun, tetap saja, bagi Guardiola, tak ada sistem atau pelatih yang bisa menghentikan pemain sekaliber Messi.
ADVERTISEMENT
Dan benarlah apa yang dikatakan Guardiola. Messi menjadi sosok yang ditakuti di sepanjang laga. Di pertandingan yang berlangsung di Camp Nou itu, Barcelona menang 3-0 dan Messi mencetak dua gol.
Namun, laiknya pesepak bola yang lain, Messi bukannya tak terkalahkan sama sekali. Perpaduan antara strategi hasil pelatih memeras otak dan kemampuan seorang pemain, pada kenyataannya berhasil membikin Messi mati kutu di sejumlah laga. Kali ini, kumparan merangkum siapa-siapa saja yang pernah membikin Messi tak berkutik di atas lapangan.
1. Duet Marquinhos-David Luiz
Duet pertahanan Paris Saint-Germain ini mengunci pergerakan Messi saat mereka menjamu Barcelona di leg II babak grup Liga Champions 2014/2015. Di laga ini, Laurent Blanc yang menjadi arsitek PSG saat itu bermain dengan formasi dasar 4-3-3.
ADVERTISEMENT
Di kubu Barcelona, Messi ditempatkan sebagai penyerang tengah. Ia diapit oleh Neymar dan Pedro. Tak heran, Messi sering turun menjemput bola di paruh pertama pertandingan. Di laga ini, Chelsea memang unggul lebih dulu lewat gol David Luiz di menit ke-10. Namun, satu menit berselang, Barcelona berhasil menyamakan kedudukan lewat gol Messi.
Pada dasarnya, Messi berhasil mencetak gol akibat dua orang pemain PSG terpancing dan justru membuka ruang bagi Barcelona. Respons taktikal Blanc selanjutnya membikin Messi mati kutu. Yang ia lakukan adalah menginstruksikan anak-anak asuhnya untuk bermain dengan garis pertahanan rendah yang digalang oleh tiga gelandang mereka. Dengan garis pertahanan seperti ini, anak-anak asuh Blanc tidak akan terpancing dan mengikuti pergerakan lawan karena marking satu pemain.
ADVERTISEMENT
Pertahanan solid PSG ini sebenarnya beberapa kali coba ditembus oleh Messi. Namun, PSG beruntung memiliki duet Marquinhos-Luiz. Keduanya mengawal kotak penalti dengan piawai. Di laga ini Messi bahkan hanya sanggup menciptakan dua tembakan.
Akibatnya, Messi hanya bisa melepaskan dua tembakan dari luar kotak penalti. Pertandingan ini berhasil dimenangi oleh PSG lewat tiga gol yang diciptakan oleh David Luiz (10’), Marco Verratti (26’), dan Blaise Matuidi (54’). Selain Messi, gol Barcelona dicetak oleh Neymar di menit ke-56.
2. Real Madrid 2017
Piala Super Spanyol 2017 menjadi milik Real Madrid. Menghadapi Barcelona di Santiago Bernabeu, pada 17 Agustus 2017, El Real bermain begitu apik dan sukses menutup laga dengan kemenangan 2-0.
ADVERTISEMENT
Di pertandingan ini, Barcelona sudah kerepotan sejak awal laga. Zinedine Zidane menerapkan pressing tinggi sejak awal pertandingan. Begitu pemain Barca, termasuk Messi mendapat bola, ia bakal dikepung oleh dua-tiga pemain Madrid.
Memasuki pertengahan babak pertama, Barcelona mulai bisa melepaskan diri dari tekanan Madrid. Lantas, mereka mulai mencoba bermain melebar. Di satu titik, mereka berhasil memasuki kotak penalti Madrid.
Begitu mencapai kotak penalti, Messi kerap melepaskan bola-bola silang. Namun, waktu itu Madrid memang benar-benar paham bagaimana menampilkan permainan menekan. Bola-bola silang dari kotak penalti itu kerap dipatahkan. Bukan hanya Messi yang gagal, Luis Suarez pun mengalami kesulitan yang serupa di laga tersebut.
Di pertandingan ini, Barcelona memang cenderung dirugikan karena absennya Andres Iniesta, sang kreator serangan. Akibatnya, Messi sering turun menjemput bola demi membangun serangan. Alih-alih berbuah gol bagi Barcelona, skema ini justru mempermudah Madrid untuk mematahkan serangan Barcelona.
ADVERTISEMENT
3. Javier Zanetti dan Esteban Cambiasso
Liga Champions 2009/2010 menjadi milik Inter Milan asuhan Jose Mourinho. Mengalahkan Barcelona 1-0 di semifinal, mereka berhasil menjejaki final setelah tujuh musim berlalu.
Di pertandingan itu, Inter bahkan harus bermain dengan 10 orang pemain karena Thiago Motta diganjar kartu merah di menit ke-28. Namun, Mourinho memang terampil perihal membangun pertahanan.
Dalam skema empat beknya, ia menugaskan Zanetti dan Cambiasso untuk mengunci pergerakan Messi. Yang dilakukan keduanya adalah mencegah Messi menyerang dari ruang-ruang yang ia sukai.
"Mourinho waktu itu meminta saya melakoni tugas defensif yang luar biasa. Namun, saya tetap merasa beruntung menghadapi Messi. Dia benar-benar luar biasa dan kerap menciptakan hal-hal fantastis di berbagai kesempatan."
ADVERTISEMENT
"Melawan Messi berarti bermain dengan konsentrasi penuh. Bahkan saat Anda sedang dalam kondisi 100% baik, melawan Messi tetap perkara rumit," ungkap Zanetti dalam salah satu wawancara kepada Goal International.
4. Trio Marco Verratti-Adrien Rabiot-Blaise Matuidi
Barcelona memang tim perkasa, tapi bukan berarti tak pernah babak belur. Berhadapan dengan PSG di leg I babak 16 besar Liga Champions 2017, PSG sukses melumat Barcelona dengan kemenangan 4-0, walau kita semua tahu cerita apa yang terjadi di leg II.
Tak peduli semenakutkan apa pun Messi sebagai mesin gol, di laga yang digelar pada 15 Februari 2017 ini, tak satu gol pun berhasil ia cetak ke gawang PSG. Sebagai arsitek tim, Unai Emery jelas menjadi biang kerok dari mandulnya lini serang Barcelona, termasuk Messi.
ADVERTISEMENT
Di laga ini, Emery menanggalkan possession football yang kerap ia mainkan. Berhadapan dengan Barcelona ia justru mengandalkan permainan bola cepat. Sementara persoalan serangan, PSG selalu berusaha menaklukkan Barca lewat serangan balik.
Rabiot di laga vs Real Madrid. (Foto: REUTERS/Paul Hanna)
zoom-in-whitePerbesar
Rabiot di laga vs Real Madrid. (Foto: REUTERS/Paul Hanna)
Di pertandingan itu, Rabiot bertugas sebagai gelandang bertahan. Pemain berkebangsaan Prancis ini ditemani oleh Verratti yang cenderung bermain lebih ke dalam, sementara Matuidi beroperasi hingga ke garis tengah lapangan. Penampilan gelandang-gelandang inilah yang menjadi pangkal persoalan buruknya permainan Barcelona.
Trio ini sukses mengacaukan bangunan serangan Barcelona. Pasukan Blaugrana bahkan kesulitan membangun serangan dari area kanan. Padahal, area ini menjadi wilayah kebesaran Messi. Barisan lini tengah PSG ini kerap menghalangi Messi mendapatkan bola.
Mereka berhasil menghambat aliran bola yang dipimpin oleh Andres Iniesta sebelum jatuh ke lini serang. Taktik ini terbukti sukses. Di laga ini, Messi hanya berhasil mencatatkan 51 sentuhan, padahal di laga-laga sebelumnya, rataan sentuhannya mencapai 61,6.
ADVERTISEMENT
5. Bastian Schweinsteiger
Barcelona bukan Timnas Argentina. Jika Messi begitu berjaya dengan Barcelona, tak demikian dengan kiprahnya di level internasional.
Kegagalan Messi bersama Timnas di Piala Dunia 2014 tidak menjadi yang terakhir. Tahun 2015, Argentina gagal menang di partai final Copa Amerika. Pertengahan 2016, Messi kembali gagal mengantarkan Argentina memenangi Copa America Centenario, setelah kalah melawan Cile di partai final.
Tahun 2014 Jerman menjadi penguasa ranah sepak bola. Mereka berhasil mengalahkan Argentina di partai final. Bukan kemenangan besar, hanya 1-0. Namun, kemenangan tetap kemenangan. Dan di laga tersebut, Schweinsteiger berhasil membuktikan kelasnya sebagai pemain yang sanggup menghentikan Messi.
Di pertandingan ini, ia tampil sebagai maestro lapangan tengah. Messi terpaksa mundur dan bermain lebih ke dalam karena Schweinsteiger selalu berhasi menggagalkan bangunan serangananya. Sebenarnya yang dibuat tak berkutik di laga ini bukan hanya Messi, tapi pemain-pemain bertahan Timnas Argentina. Bahkan ada satu momen ketika Schweinsteiger berhasil melewati kepungan Javier Mascherano dan Lucas Biglia.
ADVERTISEMENT