Kisah Everton dan Transfer Mereka yang Tidak Tepat Sasaran

31 Januari 2018 19:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Everton harus perbaiki posisi dulu. (Foto: Oli Scarff/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Everton harus perbaiki posisi dulu. (Foto: Oli Scarff/AFP)
ADVERTISEMENT
Pada suatu masa, Presiden Bayern Muenchen, Uli Hoeness, pernah mengungkapkan sesuatu tentang transfer. Dia menyebut bahwa transfer pemain adalah soal memperkuat skuat yang akan mengarungi satu musim kompetisi. Transfer bukanlah perkara menghambur-hamburkan uang atau bertujuan untuk memperlemah tim lain.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini Hoeness keluarkan menyoal kritik yang kerap dilontarkan kepada Bayern Muenchen. Hoeness menyebut bahwa dalam proses transfer, Bayern tidak bertujuan untuk melemahkan lawan dengan membeli pemain terbaik mereka. Apa yang dilakukan Bayern, bertujuan untuk memperkuat skuat mereka demi mengarungi satu musim kompetisi yang panjang.
Menilik pernyataan Hoeness di atas, bisa dilihat bahwa masa transfer bukanlah masa yang harus dihabiskan dengan penuh kekalapan. Masa-masa transfer adalah masa penuh pertimbangan. Masa ketika pemain yang diincar harus sesuai dengan skema dan taktik yang akan diterapkan oleh manajer nantinya.
Coba tengok Manchester City. Dengan kebijakan transfer yang baik, maka skuat mereka pada musim 2017/18 ini menjadi lebih kuat dan menyeramkan jika dibandingkan dengan musim 2016/17 silam. Meski uang yang mereka habiskan juga tidak sedikit (dilansir Transfermarkt, sekira 278 juta euro mereka habiskan, belum menghitung biaya kedatangan Aymeric Laporte), tapi pengaruh yang diberikan kepada skuat juga tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Ini terjadi karena manajer City, Pep Guardiola, tidak membeli pemain secara serampangan. Dia menakar yang kurang dari skuatnya, lalu bergerak di bursa transfer berdasarkan analisisnya mengenai hal yang kurang dalam timnya. Jadinya tengok City yang sekarang, City yang berpeluang meraih gelar Piala FA, Piala Liga, Premier League, dan Liga Champions.
Namun, tidak semua tim dapat seperti ini. Everton adalah salah satu tim yang bisa dibilang mengalami kerugian dalam bursa transfer yang mereka lakukan pada musim panas 2017/18 ini. Kerugian apa saja memang yang mereka dapatkan? Apa mereka juga kelewat kalap?
Perekrutan Besar-besaran Everton di Awal Musim
Menyambut musim 2017/18, dengan kepercayaan diri tinggi atas prestasi cukup apik pada musim 2016/17, Everton mulai bergerak di bursa transfer musim panas 2017 silam. Beberapa nama mulai mereka beli, seperti Gylfi Sigurdsson, Michael Keane, Ashley Williams, Jordan Pickford, Davy Klaasen, Sandro Ramirez, dan Wayne Rooney yang memutuskan pulang ke rumah.
ADVERTISEMENT
Dengan nama-nama baru seperti ini, Everton berharap dapat tampil lebih baik dari musim sebelumnya. Apalagi jumlah uang yang mereka habiskan pada bursa transfer musim panas 2017 ini lumayan banyak, yakni 150,2 juta euro. Perekrutan Sigurdsson nyatanya cukup membuat biaya transfer musim panas Everton membengkak. Dilansir Transfermarkt, harga Sigurdsson mencapai 49,4 juta euro.
Merekrut banyak pemain baru, juga pemain-pemain muda macam Nikola Vlasic, Davy Klaasen, Sandro Ramirez, Michael Keane, dan Jordan Pickford, selain berusaha untuk memperkuat skuat, Everton juga bertujuan untuk berinvestasi di masa depan. Mengasuh para pemain muda tersebut, The Toffees berharap dapat menuai hasilnya di kemudian hari.
Alih-alih menuai hasil dan tampil lebih spartan, justru pada pekan-pekan awal Premier League, Everton tampil begitu buruk. Total dari 10 laga awal Premier League yang mereka jalani, The Toffees hanya meraih dua kemenangan saja. Sisanya, mereka enam kali menderita kekalahan dan dua kali meraih hasil imbang.
ADVERTISEMENT
Atas hasil buruk yang didapat Everton di awal-awal Premier League, mereka harus rela tercecer ke posisi papan bawah klasemen sementara Premier League. Ronald Koeman, nama yang begitu dipuja di musim 2016/17, akhirnya harus hengkang. Sam Allardyce menjadi penggantinya dan sekarang mengangkat posisi Everton ke peringkat sembilan sementara klasemen Premier League.
Memang faktor kehadiran Big Sam membuat Everton setidaknya bisa bermimpi lebih. Namun, kesalahan bukan milik Koeman saja. Kesalahan juga ada di rekrutan-rekrutan anyar Everton yang tidak tampil apik, serta kebijakan transfer Everton yang sedikit asal-asalan.
Hasil Penampilan dari Kebijakan Transfer yang Asal
Boleh jadi Everton memang sengaja merekrut banyak pemain pada musim panas 2017 kemarin sesuai dengan permintaan dari Ronald Koeman. Sekira Januari 2017 lalu, Koeman pernah mengungkapkan kepada The Guardian bahwa ada yang kurang dari Everton sehingga mereka sulit bersaing dengan tim papan atas Premier League.
ADVERTISEMENT
"Kalaupun kita menang 1-0, saya akan tetap merasakan hal yang sama (kekecewaan). Itu karena hasil yang kami dapatkan. Itulah kenapa kami perlu berubah," ujar Koeman mengkritik minimnya aktivitas transfer Everton ketika itu.
Alhasil jadilah Everton yang begitu aktif di bursa transfer musim panas 2017. Segala jenis pemain, mulai dari yang masih muda hingga para pemain yang hampir pensiun mereka daratkan. Tujuannya adalah untuk memperkuat skuat, meski bisa dibilang itu juga karena keinginan dari Koeman, yang akhirnya tetap dipertahankan pada awal musim 2017/18.
Namun pada akhirnya, semua rekrutan itu justru tampil melempem. Di lini pertahanan, nama Ashley Williams dan Michael Keane tampil tidak begitu mengesankan. Keduanya menorehkan rataan tekel dan intersep per pertandingan yang tidak begitu besar, dan masih kalah dari para gelandang bertahan Everton macam Morgan Schneiderlin ataupun Mason Holgate.
ADVERTISEMENT
Williams mencatatkan rataan tekel sebesar 1,1 kali per pertandingan serta rataan intersep sebesar 1,7 kali per pertandingan. Keane sementara itu mencatatkan rataan tekel sebanyak 1,3 kali per pertandingan serta rataan intersep sebanyak 2,1 kali per pertandingan. Apakah jumlah ini banyak?
Total aksi bertahan dua bek anyar Everton ini bahkan jauh dari Idrissa Gueye sebagai pemain dengan rataan tekel tertinggi di Everton (3,6 kali per pertandingan), serta Morgan Schneiderlin sebagai pemain dengan rataan intersep tertinggi di Everton (2,1 kali juga, menyamai Keane). Belum lagi total kesalahan di lini pertahanan sebanyak tiga kali yang ditorehkan Ashley Williams.
Akibat catatan buruk di pertahanan ini, Everton menjadi tim dengan catatan kebobolan terburuk kelima di Premier League dengan torehan 39 gol. Tapi ini hanya satu dari sekian hasil transfer buruk Everton. Masalah lain muncul di lini serang.
ADVERTISEMENT
Everton sampai saat ini menjadi tim terburuk ke-10 di Premier League soal torehan gol dengan catatan 26 gol. Mereka bahkan kalah dari Leicester City yang sejauh ini sudah mencatatkan 36 gol di Premier League, serta Watford yang sudah menorehkan 33 gol. Masalah di lini serang ini tercipta karena adanya dua pemain yang mengisi posisi yang sama: Wayne Rooney dan Glyfi Sigurdsson.
Rooney dan Sigurdsson adalah dua pemain yang biasa menjalankan peran sebagai "no. 10" di lini depan. Rooney sendiri sebenarnya didatangkan sebagai pengganti Romelu Lukaku yang memilih hengkang ke Manchester United pada awal musim 2017/18. Walau awalnya diprediksi akan menjadi penyerang tunggal, Rooney akhirnya tetap banyak menjalankan peran sebagai "no. 10". Tabrakan peran pun terjadi di lini depan.
ADVERTISEMENT
Tabrakan peran ini akhirnya berpengaruh terhadap penampilan lini serang Everton. Manis bagi The Toffees, karena Wayne Rooney pada akhirnya tetap mampu menjadi pencetak gol terbanyak di Everton dengan torehan 10 gol. Ada juga nama Oumar Niasse yang menjadi tulang punggung dalam mencetak gol setelah pulang dari masa peminjaman di Hull City dengan torehan enam golnya.
Nama lain yang juga berpenampilan kurang ciamik adalah Davy Klaasen, Nikola Vlasic, serta Sandro Ramirez. Klaasen, Vlasic, dan Ramirez malah hanya tampil kurang dari 10 laga musim 2017/18. Sebagai penyerang, Ramirez justru sama sekali tidak menyumbangkan gol sepanjang setengah musim kemarin, sebelum akhirnya dia dipinjamkan ke Sevilla.
Pada akhirnya rekrutan-rekrutan anyar Everton itu tidak menunjukkan penampilan yang apik. Hal ini berpengaruh kepada penampilan tim, dan membuat Everton harus rela tercecer lebih dahulu ke zona degradasi pada awal-awal musim.
ADVERTISEMENT
***
Lupakan soal transfer musim panas 2017 kemarin. Sekarang, Everton mulai kembali bergerak pada bursa transfer musim dingin 2018 dengan merekrut Cenk Tosun dan Theo Walcott. Harapannya tentu saja, agar kedua pemain tersebut dapat mengangkat performa Everton yang belum kunjung stabil sampai pertengahan musim.
Setidaknya, apa yang terjadi pada Everton ini menjadi pelajaran tersendiri, bahwa dalam soal transfer, yang penting adalah kecocokan pemain yang kelak akan direkrut dengan skema yang akan diterapkan manajer. Merekrut asal dan tidak sesuai perhitungan, pada akhirnya, justru akan menjadi sebuah hal buruk bagi klub.