Liverpool yang Mematikan vs Manchester City yang Variatif

4 April 2018 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyerang sayap Liverpool, Sadio Mane. (Foto: Reuters/Lee Smith)
zoom-in-whitePerbesar
Penyerang sayap Liverpool, Sadio Mane. (Foto: Reuters/Lee Smith)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada berita baik dan buruk. Berita buruknya, hanya akan ada satu tim Premier League di semifinal Liga Champions musim ini dan berita baiknya, setidaknya akan ada satu tim Inggris di semifinal nanti.
ADVERTISEMENT
Ya, dua hal itu memang bisa jadi hal baik dan buruk, tergantung persepsi. Menjadi berita buruk ketika kita melihat bahwa pada awal fase gugur lalu ada lima tim Inggris sekaligus. Namun, menjadi berita baik lantaran keberadaan satu tim Inggris di semifinal nanti sudah jadi capaian yang lebih bagus dibanding musim lalu ketika tim Inggris terakhir, Leicester City, rontok di perempat final.
Satu jatah semifinal untuk tim Inggris itu bakal diperebutkan Liverpool dan Manchester City, dua tim yang disebut-sebut punya cara bermain paling atraktif di Premier League. Dua tim yang dalam perjalanannya musim ini di Liga Champions telah membuktikan bahwa mereka memang pantas untuk setidaknya berada di perempat final.
Satu hal menarik dari pertemuan kedua tim ini adalah bahwa Liverpool adalah satu-satunya tim Premier League yang berhasil mengalahkan City. Dengan keberaniannya menekan habis pemain-pemain City, Liverpool sukses meraih kemenangan langka itu.
ADVERTISEMENT
Namun, kemenangan itu tak otomatis membuat Liverpool lebih layak diunggulkan dibanding City. Pasalnya, sebelum mengalahkan City 4-3 di putaran kedua, Liverpool sudah pernah menelan kekalahan 0-5 terlebih dahulu. Jika sepak bola adalah matematika, maka City boleh dikatakan unggul tipis atas Liverpool.
Baik Liverpool maupun City punya ide besar yang sama: pressing dan counterpressing. Walau demikian, dua ide besar itu hanyalah alat yang digunakan untuk mencapai tujuan berbeda. City melakukan itu untuk menguasai bola sebanyak mungkin, Liverpool melakukannya untuk menggerakkan bola secepat mungkin ke area pertahanan lawan.
Keberhasilan Liverpool dan City melakukan itu terlihat dari siapa yang musim ini jadi pemain terbaik mereka. Dari Liverpool ada Mohamed Salah, penyerang sayap asal Mesir yang punya kecepatan dan pergerakan mematikan untuk membikin kiper lawan menderita. Sementara, City punya Kevin de Bruyne, seorang gelandang serang yang punya kemampuan komplet dalam menjadi motor serangan tim.
ADVERTISEMENT
Kamis (5/4/2018) dini hari WIB nanti, dua ide yang serupa tapi tak sama itu bakal kembali bertumbukan. Di leg pertama babak perempat final ini, Liverpool akan lebih dulu menjamu Manchester City di Anfield.
Sama-sama Diuntungkan Tren
Liverpool bakal bermain di kandang, tetapi justru City-lah yang perjalanannya lebih singkat. Pasalnya, pada akhir pekan lalu Liverpool harus bertandang ke London untuk meladeni Crystal Palace. Sementara, City sudah berada di Liverpool lantaran sebelumnya mereka melawat ke kandang Everton yang jaraknya cuma sepelemparan batu dari Anfield.
Secara umum, kedua tim sama-sama punya tren performa yang bagus. Mereka memang tidak luput dari kekalahan. Dalam 10 pertandingan terakhir, Liverpool kalah sekali dari Manchester United, sementara City kalah dua kali, yaitu saat melawan Basel di Liga Champions dan Wigan di Piala FA. Meski tersentuh kekalahan, performa kedua tim secara umum masih pantas dibilang ada di level tertinggi.
ADVERTISEMENT
Kekalahan-kekalahan yang diderita kedua tim itu sebenarnya bisa lebih panjang dijabarkan. Akan tetapi, singkatnya begini: Mereka kalah karena hal-hal yang sangat spesifik. Liverpool kalah melawan United karena gagal mengantisipasi taktik umpan panjang Jose Mourinho. Sedangkan, City kalah melawan Wigan karena tidak beruntung dan kalah dari Basel karena motivasi yang menurun lantaran di laga sebelumnya sudah menang telak.
Aguero coba melewati adangan pemain Basel. (Foto: Sebastien Bozon/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Aguero coba melewati adangan pemain Basel. (Foto: Sebastien Bozon/AFP)
Maka dari itu, sebenarnya ide besar Juergen Klopp dan Pep Guardiola sebenarnya sama sekali tidak bermasalah. Meski harus menelan kekalahan, trennya menunjukkan bahwa Liverpool dan City masih sama-sama doyan meraih kemenangan dengan cara mereka tadi.
Lalu, ketika keduanya bertemu nanti, apa yang bisa diharapkan? Well, gampang saja. Kalau tidak ada kejadian seperti kartu merah Sadio Mane di pertemuan pertama musim ini, laga antara kedua tim ini akan berlangsung energik. City memang masih bakal lebih dominan dalam urusan penguasaan bola karena tim mereka memang didesain untuk itu. Namun, jangan harap mereka bisa bermain nyaman karena tekanan para pemain Liverpool bisa dipastikan takkan berkendat.
ADVERTISEMENT
Tak Ada Gading yang Tak Retak
Bertandang ke Anfield, City bakal turun dengan kekuatan nyaris penuh. Ya, meski hampir semua pemainnya berada dalam kondisi fit, ada satu nama yang dipastikan bakal absen: Sergio Aguero.
City memang masih punya Gabriel Jesus yang sejauh ini sudah mampu menunjukkan kematangan meski masih minim pengalaman di persepakbolaan Eropa. Di Liga Champions, eks pemain Palmeiras itu sudah mengemas 3 gol dari tujuh pertandingan.
Namun, catatan itu masih kalah bagus ketimbang milik Aguero. Dari enam pertandingan, Aguero berhasil mencetak 4 gol. Tak cuma itu, 1 assist juga berhasil dibukukan eks pemain Independiente itu. Secara kasatmata saja sudah terlihat bahwa Aguero bakal tetap dirindukan.
Namun, problem City itu tidaklah sebanding dengan apa yang dialami Liverpool. Masalahnya, jika City hanya kehilangan satu pemain, Liverpool harus kehilangan tiga pemain sekaligus di lini belakang. Pada pertandingan nanti, Ragnar Klavan, Joe Gomez, dan Joel Matip. Maka, pilihan Klopp di lini belakang pun terbatas.
ADVERTISEMENT
Jesus di laga melawan Basel. (Foto: AFP/Oli Scarff)
zoom-in-whitePerbesar
Jesus di laga melawan Basel. (Foto: AFP/Oli Scarff)
Dari ketiga pemain itu, sosok yang bakal paling dirindukan adalah Gomez. Pasalnya, saat Liverpool menundukkan City 4-3 itu, Gomez-lah yang dimainkan Klopp untuk menjadi bek kanan. Keunggulan eks pemain Charlton Athletic itu dalam bertahan memang lebih berguna di laga-laga seperti ini ketimbang atribut ofensif milik Trent Alexander-Arnold.
Namun, Liverpool tak perlu berkecil hati. Sebab, selain Gomez, nama-nama bek yang tersisa di skuat mereka adalah nama-nama familiar yang memang merupakan pilihan utama Klopp. Yakni, Dejan Lovren, Virgil van Dijk, dan Andy Robertson. Hanya, Klopp memang harus menginstruksikan Alexander-Arnold secara khusus untuk bermain lebih disiplin agar celah untuk Leroy Sane tidak tercipta.
Liverpool Lebih Mematikan, City Lebih Variatif
Jika lini depan City bakal sedikit pincang karena Aguero absen, tidak demikian dengan Liverpool. Trio Salah, Mane, dan Roberto Firmino masih menjadi senjata yang luar biasa mematikan. Guardiola sendiri sudah mengakui bahwa trisula Liverpool itu sangat sulit dihentikan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Guardiola di kesempatan terpisah juga mengatakan bahwa dia takkan mengubah gaya bermain timnya. Padahal, gaya bermain City itu sebenarnya merupakan sasaran empuk bagi penyerang-penyerang Liverpool tadi. Tiga pemain itu punya keunggulan dalam kecepatan, pergerakan tanpa bola, dan membangun pengertian satu sama lain.
Secara simpel, cara bermain City adalah bagaimana caranya agar lawan punya ruang sesedikit mungkin untuk berkreasi. Mereka melakukan itu dengan penguasaan bola, pressing, counterpressing, dan garis pertahanan tinggi. Akan menjadi celaka apabila pemain-pemain Liverpool itu bisa lolos dari pelbagai jebakan City tadi. Dengan banyaknya ruang kosong, pemain-pemain macam Salah, Mane, dan Firmino jadi tak ubahnya bocah kecil di pabrik cokelat Willy Wonka.
Namun, Guardiola tidak akan mengubah cara bermain itu. Riskan? Jelas. Akan tetapi, bukannya sama sekali tidak ada solusi untuk itu. Counterpressing ala Klopp tadi harus dibalas juga dengan counterpressing yang lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Mane, Salah, dan Firmino di Liga Champions. (Foto: Francisco Leong/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Mane, Salah, dan Firmino di Liga Champions. (Foto: Francisco Leong/AFP)
Apabila City kehilangan bola, mereka tak punya pilihan lain kecuali menekan balik para pemain Liverpool secepat-cepatnya. Hanya dengan cara itulah City bisa meminimalisir serangan balik The Reds. Nah, salah satu cara agar counterpressing City bisa lebih efektif adalah melakukan overload di lini tengah.
Itu soal counterpressing. Bagaimana dengan pressing-nya sendiri? Ketika kedua tim sama-sama melakukan pressing sampai kotak penalti lawan, siapa yang punya kesempatan lolos lebih besar?
Untuk itu, jawabannya adalah City dan hal itu disebabkan oleh fakta bahwa mereka memiliki Ederson Moraes. Tottenham Hotspur sudah pernah mencoba melakukan pressing sampai kotak penalti City. Akan tetapi, City mencari jalan keluar via umpan-umpan panjang Ederson yang akurat dan cara itu berhasil. Hasilnya, City menang 4-1.
ADVERTISEMENT
City memang bukan sekali itu saja bermain di luar pakem. Pada laga menghadapi Napoli, mereka bahkan bisa mengoptimalkan hal-hal yang sangat 'tidak Guardiola', yaitu set piece dan serangan balik. Oleh karena itu, layak dikatakan bahwa meski senjata utama Liverpool lebih berbahaya, senjata City lebih banyak.
Kesimpulan
Secara umum, Manchester City masih akan lebih diunggulkan. Mereka punya materi pemain yang lebih bagus dan opsi yang lebih banyak untuk diturunkan. City juga sudah terbukti bisa berhasil dengan bermain sedikit keluar pakem.
Namun, Liverpool juga sudah terbukti bisa mengalahkan City dan di leg pertama ini mereka juga akan kembali bermain di kandang. Faktor-faktor non-teknis seperti atmosfer stadion juga tetap bakal berpengaruh bagi situasi pertandingan. Selain itu, Liga Champions juga merupakan satu-satunya kans bagi Liverpool untuk meraih gelar dan seharusnya, mereka tak menyia-nyiakan itu.
ADVERTISEMENT