Mari Memahami Alur Rivalitas Jakmania dengan Bobotoh

24 April 2018 14:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kolase Jakmania dan Bobotoh (Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com)
zoom-in-whitePerbesar
Kolase Jakmania dan Bobotoh (Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rangga Cipta Nugraha, remaja 22 tahun itu memutuskan untuk berangkat ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Nahas, ia tidak pernah kembali.
ADVERTISEMENT
Rangga tak pernah menyangka bahwa laga Persija Jakarta vs Persib Bandung di SUGBK menjadi pertandingan sepak bola terakhir yang ia saksikan. Dalam laga yang digelar Minggu (27/5/2012) tersebut, ia tewas setelah menjadi sasaran pengeroyokan sekelompok Jakmania.
Esoknya, ratusan Bobotoh menunjukkan rasa belasungkawa dengan datang ke rumah duka. Selain Bobotoh, hadir juga beberapa penggawa Persib, seperti Maman Abdurahman, Cecep Supriatna, Atep, dan Airlangga Sucipto.
Dukungan moral untuk Rangga tak hanya diwujudkan dalam bentuk doa. Viking—salah satu firm dalam Bobotoh—membuat sebuah tempat duduk khusus untuk Rangga di Tribune Timur Stadion Siliwangi, Bandung.
Kejadian meninggalnya Rangga membuat Jakmania dan Bobotoh diklaim bakal melakukan islah. Namun kenyataannya, tanda-tanda perdamaian dari kedua belah kubu tak terjadi. Baik Jakmania maupun Bobotoh masih membunyikan genderang perang.
ADVERTISEMENT
Lima tahun setelah peristiwa tewasnya Rangga, rivalitas kedua kesebelasan kembali memakan korban. Kamis, 27 Juli 2017, Ricko Andrean mengembuskan napas terakhirnya setelah lima hari menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Santo Yusuf, Bandung.
Ricko mangkat setelah menyelamatkan suporter Persija yang menjadi bulan-bulanan Bobotoh di Gelora Bandung Lautan Api. Keputusan Ricko saat itu justru membuatnya dianggap sebagai bagian dari Jakmania dan ia dihabisi hingga benar-benar tak berdaya. Mengerikan.
Rangga, Ricko, dan korban-korban yang lain tak pernah menduga bahwa rivalitas Persija dan Persib sedemikian ganasnya. Mereka sepertinya tak pernah mengira bahwasanya rivalitas kedua kesebelasan tak segan mengambil nyawa.
Korban dan deretan nama yang berjatuhan membuat rivalitas Persija dan Persib di luar lapangan mendapatkan bagian khusus. Adanya korban membuat rivalitas ini tidak lebih dari pertunjukan amoral antara dua basis suporter.
ADVERTISEMENT
Padahal, melihat apa yang terjadi di atas lapangan, masalah ini tak pernah begitu pelik. Adanya kartu merah atau kuning dalam sebuah pertandingan masih bisa diwajarkan. Pun demikian dengan keputusan untuk melepaskan tekel keras atau adu mulut di tengah pertandingan.
Persija vs Persib. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan & ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
zoom-in-whitePerbesar
Persija vs Persib. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan & ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
Banyaknya korban dari kedua kelompok suporter menghadirkan sebuah hipotesis: persaingan Persija dan Persib dibentuk (hanya dan untuk) Jakmania dan Bobotoh.
Hipotesis tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa Persija maupun Persib bukanlah rival tradisional. Melihat sejarah, Persija dan Persib tak punya sejarah perseteruan; Persija bermusuhan dengan Persebaya Surabaya, sementara Persib punya musuh bebuyutan bernama PSMS Medan.
Rivalitas Persija dan Persib yang dibentuk oleh persaingan Jakmania dan Bobotoh disepakati oleh beberapa pihak. kumparan (kumparan.com) lantas mencoba menggalinya dari berbagai narasumber, baik yang terlibat langsung maupun sebagai pemerhati dari persoalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari perbincangan tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa suporterlah (Jakmania dan Bobotoh) yang membuat laga kedua kesebelasan—dari yang awalnya adem-ayem—menjadi panas.
Riphan Pradipta dari Simamaung menjelaskan ihwal dari rivalitas yang melibatkan kedua suporter. Menurut Riphan, persaingan Persija dan Persib terbentuk karena melibatkan dua kutub basis suporter besar yang mendiami satu daerah yang sama.
“Rivalitas yang dibangun oleh Jakmania dan Bobotoh tahun demi tahun membuat pertandingan antara Persija dan Persib menjadi besar. Masalahnya, rivalitas ini tak semakin terkikis karena terus dipelihara dan diberi porsi besar oleh media,” ujarnya.
Para pendukung Persib sudah memenuhi stadion (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para pendukung Persib sudah memenuhi stadion (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Gerry Putra, jurnalis sekaligus pemerhati sejarah Persija, menjelaskan bahwa Persija dan Persib tak punya sejarah berseteru. Persija bahkan sempat memberikan tawaran Bobotoh untuk datang ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Persija sempat menang melawan Persib di Bandung pada 1986. Lalu, gantian Persib tandang ke Jakarta. Ketua Umum Persija di era itu, Todung Barita Lumbanraja, kemudian membuat spanduk yang berisi ajakan untuk Bobotoh datang ke Jakarta,” terang Gerry.
Eko Noer Kristiyanto, Bobotoh yang kini bermukim di Jakarta, sepakat dengan semua pendapat tersebut. Menurutnya, persoalan ini dimulai dari 1997 atau di momen awal Jakmania didirikan.
“Salah satu syarat untuk menjadi kesebelasan papan atas di Era Perserikatan adalah didukung suporter fanatik. Syarat itu membuat Persib, Persebaya, PSM Makassar, dan PSMS disebut kesebelasan papan atas Perserikatan," kata Eko.
Meski dikenal sebagai salah satu kesebelasan besar di Era Perserikatan, Persija nyatanya tak mendapat predikat karena mereka tak punya suporter fanatik. Beberapa penonton di Stadion Menteng saat itu banyak diisi oleh pendukung Persib, Persebaya, PSM, dan PSMS.
ADVERTISEMENT
“Keprihatinan itu yang membuat Jakmania dibentuk pada 1997. Semakin lama, jumlah Jakmania kian besar. Jumlah Jakmania semakin bertambah banyak dengan prestasi Persija yang kian menanjak,” tambah Eko.
Persija Vs Borneo FC (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Persija Vs Borneo FC (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Menurut Eko, kondisi tersebut membuat Jakmania tak pernah tahu rasanya kehabisan tiket. “Tiap nonton di Lebak Bulus, Jakmania selalu dapat tiket. Nah, mereka kaget dengan situasi di Siliwangi yang kecil dan beberapa kali memaksa Bobotoh kehabisan tiket, terutama di 1999/00.”
“Akhirnya terjadi salah paham. Konflik mulai tidak sehat karena bahkan kerap terjadi di luar laga Persija melawan Persib. Masalah semakin besar dengan adanya keributan di Kuis Siapa Berani pada 2001,” kenang Eko.
Masalah ini kian berkembang setelah dipupuk tahun demi tahun. Pembicaraan soal islah yang melibatkan kedua kelompok suporter seakan tak menjawab masalah karena selalu ada saja pihak yang berusaha membalaskan dendam.
ADVERTISEMENT
Semakin banyaknya korban dan besarnya api permusuhan membuat rivalitas keduanya tak lebih dari adu gengsi Jakmania dan Bobotoh. Kepentingan pertandingan antara Persija dan Persib perlahan bergeser dari papan skor ke jumlah korban tewas.
Kasus meninggalnya Rangga di SUGBK yang 'dibalas' dengan tewasnya Ricko di GBLA menunjukkan partai Persija vs Persib tak lebih dari konflik kepentingan. Ya, sebuah konflik kepentingan antara dua kelompok suporter, Jakmania dan Bobotoh.