Membosankan tetapi Mematikan, Inilah Harry Kane

27 Desember 2017 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harry Edward Kane (Foto: Reuters/Paul Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Harry Edward Kane (Foto: Reuters/Paul Childs)
ADVERTISEMENT
Kesempurnaan memang selalu membosankan dan inilah mengapa, kisah hidup Harry Kane ini sebenarnya tidak terlalu menarik untuk diceritakan.
ADVERTISEMENT
Kane adalah potret keberhasilan manusia yang senantiasa berjalan di jalan lurus. Bayangkan sebuah poster motivasi yang mewujud menjadi manusia dan, boom, jadilah Harry Kane. Di situ, dengan wajah sendunya, dia akan berbicara panjang lebar mengenai bagaimana caranya menghadapi tantangan, mengidentfikasi kekurangan diri, memfokuskan diri untuk mencapai tujuan, bla bla bla. Membosankan sekali.
Tetapi, suka tidak suka, Kane sudah berhasil. Dengan cara standar yang tak pernah melenceng dari buku teks mana pun itu, Kane berhasil menjelma menjadi sosok paling menakutkan di Premier League. Tak cuma di Premier League, malah, tetapi juga di Eropa.
Tahun 2017 seharusnya masih menjadi tahunnya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Sepintas, memang masih begitu. Messi sampai akhir tahun masih saja memecahkan rekor demi rekor. Sementara, Ronaldo akhirnya berhasil menyamai raihan Ballon d'Or milik rivalnya itu. Namun, untuk urusan jumlah gol yang dicetak dalam setahun, kedua orang itu harus mengakui bahwa Harry Kane-lah rajanya.
ADVERTISEMENT
Sampai sebelum Natal, Messi sebenarnya masih menjadi yang terdepan untuk urusan mencetak gol. Akan tetapi, pada dua pertandingan pemungkas tahun 2017, Kane mampu membukukan enam gol sekaligus lewat hat-trick ke gawang Burnley dan Southampton.
Dengan demikian, Kane pun kini menjadi pencetak gol terbanyak di Eropa sepanjang 2017 dengan catatan 56 gol, baik itu untuk Tottenham Hotspur maupun Tim Nasional Inggris. Sementara, Messi "hanya" mampu mencetak 54 gol untuk Barcelona dan Argentina.
Tak cuma itu, Kane pun sukses mematahan rekor milik Alan Shearer yang sudah bertahan selama 22 tahun. Pada 1995, Shearer berhasil mencetak 36 gol dalam setahun dan kini, dengan tiga gol tambahannya ke gawang Southampton, Kane berhasil mengungguli Shearer dengan selisih tiga gol.
ADVERTISEMENT
Bahwa Kane pada akhirnya bisa mencapai titik ini, sebetulnya tak pernah ada yang mengira kecuali dirinya sendiri. Menurut kesaksian orang-orang yang pernah bersentuhan dengan Kane, termasuk Alex Inglethorpe, satu hal yang membuat Kane menjadi Kane adalah keyakinannya akan kemampuan dirinya. Dari situlah Kane berangkat sampai akhirnya, dia bisa sampai di puncak.
Adapun, Alex Inglethorpe sendiri dulunya merupakan salah satu pelatih di akademi Tottenham Hotspur sebelum akhirnya menjadi kepala pembinaan pemain muda di Liverpool.
Harry Kane dibesarkan oleh keluarga yang semuanya mendukung Tottenham Hotspur. Tak mengherankan, memang, mengingat jarak rumah keluarga Kane dengan White Hart Lane hanya kurang lebih 8 km. Jadi tak mengherankan jika akhirnya, Kane menjelma menjadi pesepak bola terbaik yang pernah dihasilkan akademi The Lilywhites.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk mencapai akademi Tottenham sekalipun, Kane harus menghadapi tantangan yang tak mudah. Awalnya, ketika pertama kali bergabung dengan akademi sepak bola Ridgeway Rovers, Kane adalah seorang penjaga gawang.
Bagaimana Kane bisa menjadi penjaga gawang itu sebenarnya bukan salah siapa-siapa melainkan karena si pemain sendiri yang meminta. Ketika pelatih pertamanya di Ridgeway bertanya siapa yang bisa menjadi penjaga gawang, Kane mengangkat tangannya.
Dave Bricknell adalah sosok pelatih yang dimaksud. Bricknell sendiri merupakan seorang pendukung Tottenham dan kini, dia sudah menjabat sebagai salah satu pemandu bakat untuk The Lilywhites. Menurut kesaksian Bricknell kepada BBC, sebagai penjaga gawang, Kane sebenarnya mampu "tampil heroik" dan "menciptakan beberapa penyelamatan fantastis".
Akan tetapi, Bricknell kemudian diberi tahu bahwa Kane yang masih berusia enam tahun kala itu bukanlah seorang penjaga gawang, melainkan pemain outfield. Bricknell pun kemudian memindahkan Kane ke lapangan dan dari sana, mulai terlihat bakatnya sebagai calon penyerang hebat.
ADVERTISEMENT
"Dia bisa membaca permainan. Dia sangat, sangat bagus di usia dini. Dia benar-benar tahu caranya menendang bola dengan baik," tutur Bricknell.
Harry Kane bersama anak-anak Ridgeway Rovers. (Foto: Dok. Tottenham Hotspur)
zoom-in-whitePerbesar
Harry Kane bersama anak-anak Ridgeway Rovers. (Foto: Dok. Tottenham Hotspur)
Bakat Kane itu kemudian tercium oleh Arsenal. Setelah satu tahun bersama Ridgeway, Kane akhirnya bergabung dengan akademi The Gunners. Namun, setelah dua tahun di Arsenal, dia kemudian dilepas karena dianggap tidak cukup bagus. Setelah Arsenal, Watford pun begitu, sampai akhirnya, di usia 11 tahun, Kane mendapat tawaran dari Tottenham Hotspur.
Saat itu, Kane masih bersekolah di Chingford Foundation, sebuah sekolah yang dulu juga pernah menelurkan David Beckham. Menurut guru olahraga Kane di Chingford, Mark Leadon, Kane adalah pemain yang punya teknik bagus, memiliki sentuhan pertama yang apik, dan sangat cerdas.
ADVERTISEMENT
"Dia selalu tahu ke mana dia harus bergerak, bahkan sejak masih kanak-kanak," tutur Leadon.
Leadon juga mengatakan bahwa sepak bola bukanlah satu-satunya yang digeluti Kane. Selain sepak bola, pemain kelahiran 1993 itu dulunya juga menggeluti kriket. Namun, sepak bola adalah olahraga yang dicintainya dan itulah yang kemudian dia kejar.
Kane akhirnya bergabung dengan Tottenham dan di sana, bakatnya baru benar-benar bisa terasah dengan baik. Walau begitu, Kane sebenarnya tidak pernah benar-benar tampak meyakinkan ketika muda. Ya, dia memang memiliki teknik olah bola bagus, tetapi kekurangannya di sana-sini masih banyak sekali.
Dia tidak cepat, dia tidak kuat, dia tidak bisa menendang dengan kaki kiri, dan dia tak bisa menyundul. Itulah mengapa, selama bermain untuk akademi Spurs, Kane sempat dicoba untuk mengisi pos gelandang tengah, bahkan gelandang bertahan.
ADVERTISEMENT
"Aku sebenarnya ingin sekali bilang bahwa dia (Kane, red) adalah pemain terbaik di kelompok umurnya dan bahwa kami semua ketika itu sudah bisa melihat masa depan cerah dalam dirinya, tetapi kalau begitu aku bakal berbohong," ujar Inglethorpe.
Tetapi, Harry Kane adalah Harry Kane. Dengan kerja keras dan kerendahan hati, dia terus belajar sampai akhirnya, pada usia 16 tahun, dia diberi kontrak beasiswa oleh Tottenham. Pada titik itu, kata Inglethorpe, kemampuan Kane sebagai penyelesai peluang andal sudah mulai terlihat. Di situlah kemudian Inglethorpe mau meluangkan waktunya untuk menangani Kane secara khusus.
"Dia selalu minta 'ayo, lima kali lagi'. Peranku ketika itu sederhana saja: mengambil bola dari semak-semak," kenang Inglethorpe.
Selain Inglethorpe, Tim Sherwood juga punya kesan mendalam terhadap Kane. Menurut eks-manajer Spurs itu, Kane punya kecerdasan yang sulit ditandingi.
ADVERTISEMENT
Eks-manajer Spurs, Tim Sherwood. (Foto: AFP/Glyn Kirk)
zoom-in-whitePerbesar
Eks-manajer Spurs, Tim Sherwood. (Foto: AFP/Glyn Kirk)
"Ketika Anda bicara kepada Harry Kane, matanya selalu terbuka lebar dan dia mendengarkan semua yang Anda katakan. Kalau dia tidak mengerti, dia akan bertanya. Dia adalah pemain impian semua pelatih karena Anda hanya harus membilanginya sekali dan itu sudah cukup," kata Sherwood.
Sampai akhirnya, pada usia 17 tahun, Kane dikirim oleh Spurs untuk menimba ilmu di League One bersama Leyton Orient. Di situ, kekuatan serta kecepatan Kane ditempa betul. Semusim berikutnya, giliran mentalnya yang ditempa dan untuk itu, klub yang bertanggung jawab adalah Millwall.
Di Millwall, atmosfer pertandingan selalu panas dan para pemain senior juga selalu memperlakukan juniornya dengan semena-mena. Namun, itu semua adalah bagian dari proses yang harus dijalani Kane dan akhirnya, dia sama sekai tidak terpengaruh akan hal itu.
ADVERTISEMENT
Yang ada di benak Kane kala itu hanyalah bagaimana caranya bisa memberikan kontribusi bagi The Lions yang tengah terancam degradasi. 22 pertandingan dan tujuh gol kemudian, Harry Kane dinobatkan sebagai pemain muda terbaik Millwall musim 2011/12.
Pulang dari Millwall, Kane kemudian terus dipinjamkan oleh Spurs. Musim 2012/13, Kane memperkuat dua klub sekaligus. Pertama, Norwich City, di mana dia gagal bersaing di tim utama, dan kedua, Leicester City yang kala itu tengah berjuang untuk naik ke Premier League. Sayangnya, kiprahnya bersama Leicester itu harus berakhir pahit setelah The Foxes disingkirkan secara dramatis oleh Watford dalam semifinal play-off.
Semua ilmu yang telah ditimba Kane itu akhirnya dirasa cukup oleh Tottenham. Pada musim 2013/14, dia akhirnya dipromosikan untuk menjadi pelapis Roberto Soldado yang baru didatangkan dari Valencia.
ADVERTISEMENT
Persaingan dengan Soldado itu jelas tidak mudah bagi Kane muda. Pasalnya, reputasi alumnus La Fabrica itu sedang bagus-bagusnya. Bahkan, ketika pertama kali datang, suporter Tottenham begitu antusias dalam menyambutnya. Mereka pun secara khusus membuatkan lagu untuknya.
Namun, Soldado tidak pernah benar-benar bisa nyetel di Spurs dan akhirnya, kesempatan Kane untuk menjadi penyerang utama Spurs itu semakin lama semakin lebar saja terbuka. Puncaknya, ketika Mauricio Pochettino datang pada musim 2014/15, Kane yang kita kenal sekarang ini akhirnya muncul dan sejak itu, dia tak pernah lagi melongok ke belakang.
Kini, di usia yang baru menginjak angka 24, jalan Kane masih amat, sangat panjang. Walau awalnya sempat dianggap sebagai keajaiban satu musim, Kane secara terus-menerus mampu membuktikan bahwa dia bukanlah seperti yang orang-orang bilang. Sampai akhirnya, kini dia bisa berdiri sejajar, bahkan lebih tinggi dari Lionel Messi.
ADVERTISEMENT
Nah, bagaimana? Membosankan sekali, bukan?