Menakar Baik dan Buruk Taktik Timnas Inggris di Piala Dunia 2018

25 Juni 2018 8:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Starting XI Inggris vs Tunisia. (Foto: REUTERS/Gleb Garanich)
zoom-in-whitePerbesar
Starting XI Inggris vs Tunisia. (Foto: REUTERS/Gleb Garanich)
ADVERTISEMENT
Tim Nasional Inggris memulai perjalanan mereka di Piala Dunia 2018 dengan apik. Dari dua laga yang sudah dijalani, Inggris mampu meraih dua kemenangan. Rakyat Inggris bersuka cita, sepak bola (konon sedang) kembali ke tempat asalnya.
ADVERTISEMENT
Menghadapi Tunisia dan Panama, Inggris meraih kemenangan dengan skor 2-1 (lawan Tunisia) dan 6-1 (lawan Panama). Enam poin sudah diraup, tempat di babak 16 besar Piala Dunia sudah terjamin.
Bukan hanya dua kemenangan ini saja yang jadi sorotan untuk Timnas Inggris di ajang Piala Dunia 2018. Pelatih Inggris, Gareth Southgate, juga menjadi sorotan karena skema tiga bek (formasi dasar 3-1-4-2) yang sudah dia gunakan dalam dua laga ini. Skema tiga bek ini menjadikan permainan Inggris lebih bertenaga.
Namun, apakah memang Inggris sudah bisa dikatakan tampil baik di ajang Piala Dunia 2018 ini? Mari menakar skema dan taktik yang digunakan oleh Timnas Inggris dalam dua laga Piala Dunia 2018 lawan Tunisia dan Panama.
ADVERTISEMENT
Kelebihan Skema Inggris
Dari yang terlihat, sejauh ini kelebihan dari Inggris adalah kemampuan mereka memanfaatkan situasi set-piece dengan apik. Total 3 dari 8 gol yang sudah mereka lesakkan diawali dan dihasilkan dari situasi set-piece. Dalam laga melawan Tunisia, 13 peluang dari 18 peluang yang mereka ciptakan juga diawali dari situasi set-piece.
Namun, sebenarnya kelebihan dari Inggris tidak hanya itu saja. Berkat skema tiga bek yang diterapkan Gareth Southgate, ada beberapa hal positif yang ditunjukkan oleh Inggris dalam dua laga sejauh ini. Dari total tembakan, mereka total sukses melesakkan 29 tembakan (15 tepat sasaran). Hal ini menunjukkan agresivitas dari skuat Inggris itu sendiri.
Selain itu, dari segi permainan, sayap Inggris juga menjadi lebih kuat dan hidup. Dari dua laga, persentase serangan sayap mereka cukup tinggi, yaitu sebesar 38,5% dari sisi kiri dan 37,5% dari sisi kanan. Hal ini tak lepas dari aktifnya dua wing-back mereka dalam menopang serangan Inggris.
ADVERTISEMENT
Aktifnya sayap-sayap Inggris ini juga ditopang oleh dua gelandang serang mereka yang aktif menjaga distribusi bola di area sepertiga akhir. Kehadiran Jesse Lingard serta Dele Alli/Raheem Sterling membuat bola yang dikuasai Inggris tidak mudah hilang di area sepertiga akhir lawan. Tidak hanya itu, mereka juga menjadi pemain yang siap sedia muncul dari lini kedua.
John Stones membobol gawang Panama. (Foto: REUTERS/Lucy Nicholson)
zoom-in-whitePerbesar
John Stones membobol gawang Panama. (Foto: REUTERS/Lucy Nicholson)
Keberadaan dua gelandang serang ini juga menjadi penolong tersendiri bagi Harry Kane. Fokus lawan yang terbagi karena adanya sosok dua gelandang serang tersebut menjadi Kane lebih leluasa bergerak di area kotak penalti. Tak heran, Kane akhirnya sukses menorehkan 5 gol sejauh ini, karena dia dapat banyak ruang untuk berkreasi.
Jangan lupa, apiknya penampilan Inggris ini juga disertai oleh kolektivitas mereka dalam menekan lawan. Sekilas, strategi yang mereka terapkan ini tidak jauh beda dengan skema yang diterapkan Pep Guardiola di Manchester City. Ini terjadi karena ada beberapa nama pemain City macam John Stones maupun Sterling yang memperkuat Inggris di Piala Dunia 2018.
ADVERTISEMENT
Kekurangan Skema Inggris
Inggris memang mampu tampil positif sejauh ini di ajang Piala Dunia 2018, tapi bukan berarti mereka sudah tampil sempurna. Masih ada beberapa cela yang terlihat, dan hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Southgate.
Yang pertama adalah soal sisi sayap. Memang sisi sayap Inggris memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerangan Inggris. Tapi, sisi sayap ini juga menjadi celah yang rentan dieksploitasi lawan.
Hal ini tampak dari persentase serangan dua lawan Inggris, yakni Tunisia dan Panama, ketika menghadapi skuat 'Tiga Singa' tersebut. Dari sisi kiri, Inggris digempur dengan persentase 46%, sedangkan dari kanan, Inggris diserang dengan persentase 35,5%. Dua wing-back yang kelewat asyik menyerang juga harus menjalankan tugas bertahannya dengan baik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ditempatkannya seorang Jordan Henderson seorang diri sebagai poros juga menjadi sesuatu yang cukup riskan. Kala Inggris diserang, Henderson acap gagal menjadi penetral serangan lawan karena dia tidak dibantu. Memang dia kerap melakukan intersep atau tekel, tapi jumlahnya juga tidak kelewat besar (1 kali tekel dan 4 kali intersep dari dua laga).
***
Inggris memang kuat. Dua kemenangan di dua laga fase grup Piala Dunia 2018 mencerminkan bahwa ada semacam penyegaran yang sukses dilakukan Southgate di dalam skuat Inggris. Mereka seakan coba menunjukkan diri bahwa mereka bukan lagi tim kacangan di putaran final ajang multinasional macam Piala Dunia.
Namun, perlu diingat juga bahwa dua lawan mereka adalah Tunisia dan Panama, dua lawan yang, secara kemampuan individu, kualitasnya berada di bawah Inggris. Celah-celah yang ada, di dalam dua laga itu, setidaknya dapat diatasi oleh kemampuan individu para pemain Inggris yang berada di atas Tunisia dan Panama.
ADVERTISEMENT
Maka, ujian sebenarnya bagi Inggris baru akan mereka dapat ketika berhadapan dengan Timnas Belgia di laga terakhir fase grup. Selain menggunakan skema yang hampir mirip (Belgia juga menggunakan skema tiga bek), kemampuan individu pemain Belgia yang apik akan menjadi pembeda Belgia dengan Tunisia dan Panama.
Jika mampu mengalahkan Belgia, baru Inggris boleh bicara tentang 'sepak bola yang kembali ke tempat kelahirannya'. Jika tidak, siap-siap saja kembali dijuluki tim medioker di putaran final ajang multinasional.