Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Badak Lampung sontak menjadi pusat perhatian begitu mengakuisisi penuh kepemilikan dari Perseru Serui. Beragam rencana sudah dibuat untuk mengarungi musim Liga 1 2019.
ADVERTISEMENT
Setelah mengisi aspek teknis --meliputi jajaran pelatih dan perekrutan pemain, Badak Lampung bergerak untuk melengkapi area manajemen. Adalah Marco Garcia Paulo yang terpilih sebagai CEO.
Marco mengomandoi jajaran yang terdiri dari teknis, komersial, finansial, dan sumber daya manusia. Salah satu yang menjadi fokus Marco ialah keuangan, sisi sensitif setiap klub Liga 1.
Mantan Deputi Sekjen PSSI itu menyatakan, Badak Lampung menawarkan pengelolaan klub secara profesional. Tak heran jika finansial menjadi bagian penting lantaran kesehatan keuangan akan berdampak positif juga kepada kondisi klub.
“Nomor satu itu keuangan. Kalau disiplin dalam keuangan maka akan menjaga tim berjalan sesuai rencana,” kata Marco ketika diwawancarai kumparanBOLA.
kumparanBOLA mencoba melihat sejauh apa rencana keuangan Badak Lampung untuk menyongsong musim 2019. Sebagai langkah awal, pertanyaan awam yang biasa ditanyakan ialah berapa besar bujet Badak Lampung dalam musim 2019.
ADVERTISEMENT
Marco memang tak menyebut berapa anggaran musim ini. Hanya saja, ia memberi kisi-kisi terkait besaran bujet Badak Lampung di Liga 1 2019.
“Sebetulnya, bujet tercermin dari targetnya apa. Kami punya bujet yang tepat untuk mencapai target apa pun di Liga 1. Namun, kami bisa bilang tidak termasuk klub dengan bujet besar,” ujar Marco.
Meski demikian, Marco tak begitu memusingkan soal bujet semusim. Baginya terpenting ialah mengelola keuangan dengan baik dan benar.
Ia mencontohkan kalau dari 100% dana semusim dibagi ke beberapa pos. Salah satunya yang sering menyorot perhatian dalam pembagian anggara per musim ialah bujet pemain.
Marco menilai anggaran pemain merupakan sisi paling krusial dari keuangan klub. Jika tidak disiplin dalam aspek itu, maka klub bisa goyang.
ADVERTISEMENT
“Intinya bujet untuk pemain di bawah 50% dari anggaran klub semusim. Begitu lewat dari 50% pasti akan berat. Nanti efeknya macam-macam, seperti gaji telat. Untungnya, owner ini sepaham dengan saya. Mereka bilang bujet pemain tidak lebih, ya, dari 50%. Saya malah setuju sekali,” tutur Marco.
Disiplin dalam keuangan itu membuat Badak Lampung menelurkan resep anyar dalam perekrutan pemain. Dalam negosiasi pemain, Marco turut menghadirkan Direktur Teknik Badak Lampung, Jaino Matos. Mereka menilai harga pemain berdasarkan statistik, sedangkan nama besar tak membuat mereka silau.
“Misalnya, ada pemain besar yang sudah mau bergabung tapi melewati batas anggaran, tentu tidak akan diambil begitu saja. Memang, ada iming-iming tiket bisa tambah atau penjualan merchandise meningkat. Kita ‘kan belum tahu bagaimana ‘jualannya’ nanti. Iya, kalau hasil jualan bagus. Jika mainnya jadi tidak bagus, penjualan menurun, pasti klub rugi,” kata Marco.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut mengungkapkan lebih suka berpegang statistik. Karena itu, dalam negosiasi pasti melibatkan Jaino.
Sebagai contoh, biasanya pemain punya harga dari klub lamanya. Ketika ingin bergabung dengan klub baru, otomatis harga tersebut naik. Namun, Badak Lampung tak ingin berpegangan terhadap kebiasaan yang ada di sepak bola Indonesia itu.
“Ada ramuan untuk mengukur itu, misalnya saja usia dan statistiknya kaya apa. Apakah dia performanya menurun atau apakah bisa dikembangkan lagi. Banyak aspek yang menjadi racikan kami menentukan harga pemain. Kami harus punya resep sendiri menghitung valuasi pemain. Sebab, kami harus tahu dasar si pemain dihargai segitu,” ujar Marco.
Terlepas dari itu, menurut Marco, terpenting dalam keuangan klub ialah untuk apa dana digunakan. Setelah memiliki sistem jelas dalam perekrutan pemain untuk menjaga bujet per musim, Badak Lampung mencari racikan pas dalam hal operasional klub.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang mencuri perhatian ialah penerapan aplikasi dalam korespondensi manajemen. Badak Lampung tak lagi bersurat dengan kertas melainkan memakai sebuah aplikasi. Tak cuma soal korespondensi, aplikasi juga akan dibuat untuk tiket dan suporter.
“Hemat uang, energi, dan kertas,” tutur Marco.
Terakhir, Badak Lampung berencana melakukan riset berapa bujet yang dibutuhkan sebenarnya untuk mencapai suatu target di Liga 1.
“Jadi, perjalanan Liga 1 itu butuh bujet berapa pastinya. Hitungan ini ‘kan bisa kelihatan, bukan mengira-ngira. Misalnya saja, berapa sih yang dibutuhkan agar bisa jadi juara. Kita perlu waktu untuk tahu itu,” ujar Marco.
Sebagai penutup, Badak Lampung menawarkan pengelolaan yang tak banyak ditemukan di klub-klub Tanah Air. Tinggal melihat sejauh apa Badak Lampung berkomitmen dengan programnya. Seperti kata Marco, kalau klub dari awal setia (dengan program), tidak mungkin tidak ada hasilnya. Intinya, struktur atau fondasi dibenahi dulu.
ADVERTISEMENT