Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menerka Masa Depan Paolo Maldini Bersama FIGC
10 April 2018 20:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Bagi Paolo Maldini, sepak bola bukan pertaruhan. Segala sesuatunya harus dilakukan dengan pas, perhitungan yang presisi, dan memperhitungkan untung-rugi secara mendetail.
ADVERTISEMENT
Maldini menghabiskan 25 tahun karier sepak bola hanya berkostum AC Milan dan Timnas Italia. Tak seperti kebanyakan mantan pesepak bola, ia enggan untuk menjadi pelatih, apa pun tingkatannya -junior apalagi senior.
Alasannya sederhana: Ia hanya tak mau direpotkan dengan urusan kepelatihan. Menjadi pelatih di Italia berarti harus masuk kembali ke bangku kuliah. Italia memiliki Sekolah Kepelatihan yang dikenal dengan nama Coverciano.
Siapa pun yang berhasrat menjadi pelatih harus menempuh pendidikan di sini dulu. Pelatih-pelatih besar Italia, kebanyakan menggunakan metode kepelatihan yang sesuai dengan tesis yang mereka kerjakan, tak terkecuali ayah Maldini, Cesare Maldini.
Sebagai anak dari seorang pelatih sepak bola, Maldini melihat sendiri bagaimana ribetnya kehidupan Cessare dan pelatih-pelatih lainnya. Mulai dari mempersiapkan tim, memikirkan transfer pemain hingga menghadapi, sedikitnya, tujuh wawancara sehabis pertandingan. Kalau timnya kalah, kondisi wawancara bisa lebih mencekam.
ADVERTISEMENT
“Saya melihat sendiri seperti apa hari-hari para pelatih itu. Menjadi pelatih itu pekerjaan luar biasa, tapi membikin stres. Kalian pikir saya mau merepotkan diri dengan tujuh wawancara sehabis pertandingan? Tentu tidak,” kata Maldini.
“Segala hal tentang Coverciano memang mengagumkan, tapi itu bukan saya banget. Saya tidak mau ke sana hanya untuk mengejar lisensi kepelatihan. Sepak bola itu harus menyenangkan,” demikian petikan wawancara Maldini medio 2014 lalu.
Makanya, berita tentang penawaran dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) kepada Maldini cukup mengejutkan.
Dilansir Football Italia, wakil komisaris FIGC, Alessandro Costacurta, menawarkan posisi kepelatihan kepada Maldini. Belum jelas posisi pasti yang ditawarkan. Apakah pelatih utama, asisten pelatih, atau entah apa lagi. Yang jelas, dalam wawancaranya, Maldini mengaku, ia sudah berbicara dengan Costacurta mengenai tawaran ini.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah berbicara kepada Costacurta, saya selalu ingin mendengarnya. Sulit untuk berkata tidak, apalagi kalau berbicara dengan seorang teman seperti Billy (panggilan Costacurta -red). Ya, kita lihat saja apakah kondisinya memang memungkinkan. Yang jelas, Forza Italia.
“Masalahnya, sekarang, saya belum tahu target jangka pendeknya. Saya pikir, yang jadi target utamanya adalah membangun sepak bola Italia di masa depan. Namun, kami harus lolos dulu ke Piala Eropa."
Sebenarnya, belum ada pemberitaan mengenai jawaban Maldini. Namun, melihat Maldini sebagai pelatih utama Timnas rasanya masih jauh dari mungkin.
Yang pertama, tentu mengacu pada jawaban Maldini soal kepelatihan. 25 tahun bermain untuk Milan dengan 14 tahun di antaranya menjadi bagian dari skuat Timnas senior, mustahil bila Maldini tidak ditawari jabatan kepelatihan oleh klub-klub lain. Bila melatih klub saja ia tak mau, apalagi melatih Timnas.
ADVERTISEMENT
Bila ada penggambaran paling tepat untuk Maldini, maka ia adalah sosok yang gemar main aman. Sifatnya ini terlihat sejak ia masih menjadi pesepak bola. Maldini disebut-sebut sebagai manifestasi terbaik dari elegansi pertahanan sepak bola.
Ia tipikal bek yang cenderung menahan diri untuk menekel lawan. Bukannya tak menekel sama sekali, tapi eksekusinya itu selalu dimulai dengan perhitungan yang tepat -jika kata sempurna memang berlebihan.
Yang jadi pembeda, ia tidak membikin lawan kesakitan, tapi kebingungan. Ia gemar mengikuti pergerakan lawan dan memperhitungkan (walau kebanyakan orang lebih suka menyebut ini menebak) ke mana lawan akan menendang bola, sebelum akhirnya ia berhasil merebut dan menguasai bola tersebut.
Sebagai bek, Maldini akan mengantisipasi masalah di lini pertahanan. Jika masalah itu tetap terjadi, maka ia akan menyelesaikannya dengan rapi.
ADVERTISEMENT
Kecenderungan Maldini untuk bermain aman juga muncul dari keputusannya untuk tetap membela Milan selama puluhan tahun. Mari kita kesampingkan persoalan loyalitas, renjana, dan teman-temannya.
“Saya lahir di Milano, ayah saya bermain untuk Milan, keluarga saya juga tinggal di Milano. Memilki keluarga yang dekat dengan tim adalah hal penting buat saya. Selain itu, bagi saya, Milan sudah punya segalanya."
“Mereka punya stadion yang hebat, tim yang menakjubkan, peluang untuk menjuarai banyak gelar -jadi, kenapa harus saya tinggalkan? Saya mendapatkan apa yang saya cita-citakan di sini. Jadi pemain Timnas, juga karena saya bermain di Milan.”
“Lagipula, saya tidak ingin melewatkan risotto ibu saya. Jadi, saya akan jadi orang absurd kalau meninggalkan Milan,” jelas Maldini dalam wawancaranya untuk AC Milan The Offside.
ADVERTISEMENT
Maldini mendapatkan segalanya sebagai pesepak bola di Milan. Ia tak punya alasan untuk hengkang dari San Siro, termasuk saat petinggi Juventus memberinya cek kosong. Ia bisa mengisi cek itu semaunya dan pindah ke Turin.
Bagi Maldini, kepindahan ke Juventus tak akan mengamankan kariernya, malah berisiko. Ia harus memulai lagi semuanya dari awal. Bagaimana bila gaya permainannya tidak sesuai? Bagaimana bila ia tidak suka dengan kultur klub? Biarpun, bukannya tak mungkin dia bakal lebih bersinar bila bermain untuk Juventus atau klub lainnya.
Tak hanya terlihat saat masih berstatus sebagai pesepak bola, setelah gantung sepatu pun, Maldini kerap jadi sosok yang menghindar dari pertaruhan.
Profesi pelatih sering dinilai sebagai profesi paling pas bagi pesepak bola yang memutuskan untuk gantung sepatu. Coba hitung-hitung ada berapa banyak pelatih muda yang melakoni profesinya ini sesaat setelah gantung sepatu.
ADVERTISEMENT
Untuk rekan-rekannya dari Milan sendiri ada beberapa: Leonardo, Filippo Inzaghi, Clarence Seedorf, Gennaro Gattuso. Begitu pula yang berasal dari luar Milan, mulai dari Vincenzo Montella, Stefano Vecchi, Massimo Rastelli, Simone Inzaghi, Eusebio Di Francesco, hingga Andrea Stramaccioni.
Namun, hanya karena mereka berhasil sebagai pemain sepak bola, bukan berarti karier kepelatihan sepak bola mereka mulus. Lihatlah apa yang terjadi pada Inzaghi (Pippo), Seedorf, Montella, atau bahkan Gattuso yang sempat malang-melintang ke liga antah-berantah. Padahal, mereka dikenal sebagai pesepak bola ternama di eranya. Hingga kini, Maldini belum mengambil risiko itu. Ia lebih suka menjalankan bisnis fesyen dan restorasi rumah yang ia bangun bersama temannya.
Sebagai orang yang penuh perhitungan, posisi pelatih rasanya cukup tepat untuk Maldini. Namun, karena ia memang beberapa kali berkata tidak untuk tawaran pelatih, bukan berarti tak ada posisi yang sesuai untuknya di federasi.
ADVERTISEMENT
Saat Italia dinyatakan tidak lolos Piala Dunia 2018, Maldini menjadi salah satu orang pertama yang menyatakan kekecewaannya. Setelah dikalahkan Swedia, pelatih Giampiero Ventura dipecat dan Carlo Tavecchio mengundurkan diri sebagai Presiden FIGC setelah ditekan dari banyak pihak.
"Kegagalan Italia melangkah ke Piala Dunia ini memang mengejutkan, apalagi ini kompetisi empat tahunan. Federasi tidak peduli dengan sepak bola. Seharusnya, yang dipikirkan bukan hanya pemilihan pemimpin baru, tapi reformasi liga, tim junior, tim B, dan sepak bola wanita," tegas Maldini.
Kalaupun Maldini memang tidak menjadi pelatih utama, barangkali ia bisa menjadi asisten ataupun penasehat (kalau jabatan ini memang ada) pelatih. Perhitungan yang matang dan kehati-hatian teramat sangat dapat banyak membantu keputusan-keputusan pelatih.
ADVERTISEMENT
Terlebih, Maldini menghabiskan seluruh kariernya di Italia. Kemungkinan besar, ia paham apa yang menjadikan sepak bola Italia sempat berjaya -sehingga ia bisa menjadi otak dari segala macam reformasi atau revolusi yang memang dibutuhkan oleh sepak bola Italia tersebut.
Nah, begitulah kira-kira prediksi kami soal tawaran yang disodorkan oleh FIGC kepada Maldini. Meski begitu, bukannya tak mungkin bila Maldini justru menjadi pelatih utama Timnas Italia. Kalau benar demikian, bukannya tak mungkin Timnas Italia di bawah kepelatihannya bakal tampil sebagai tim yang elegan. Ya, kita lihat saja. Toh, namanya juga prediksi.