news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengapa Liverpool Layak Dijagokan Jadi Juara Premier League?

7 Agustus 2018 14:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perayaan gol pemain-pemain Liverpool. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan gol pemain-pemain Liverpool. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
ADVERTISEMENT
Setiap tahun para penggemar Liverpool bermimpi timnya bisa menjadi juara Premier League. Setiap tahun pula mimpi itu selalu tak bisa jadi kenyataan.
ADVERTISEMENT
Liverpool adalah tim besar. Kita tak bisa memungkiri hal itu. Lima trofi Liga Champions, tiga trofi Liga Europa, dan 18 trofi Liga Inggris ada di dalam lemari piala mereka. Musim lalu saja, mereka sukses finis di empat besar Premier League dan melaju hingga final Liga Champions.
Namun, mereka seolah mendapat kutukan di Premier League. Sejak liga itu dibentuk pada 1992, tak pernah satu kali pun 'Si Merah' mengecap gelar juara. Terpeleset ketika sudah mau jadi juara justru pernah. Karena itu mereka jarang dijagokan jadi juara.
Para pemain Liverpool menyesali kekalahan. (Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Liverpool menyesali kekalahan. (Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach)
Nah, menjelang musim 2018/19 bergulir, situasi agak berbeda. Kali ini tim besutan Juergen Klopp itu dijagokan jadi salah satu kandidat kuat peraih gelar juara Premier League bersama Manchester City. Pertanyaannya: Layakkah?
ADVERTISEMENT
***
Liverpool menyambut musim 2018/19 dengan status sebagai tim paling boros di Inggris. Mereka sudah menghabiskan 163 juta poundsterling untuk mendatangkan empat pemain. Jumlah itu jauh lebih banyak ketimbang para pesaing di enam besar seperti Manchester City, Manchester United, Arsenal, Chelsea, hingga Tottenham Hotspur.
Namun, mereka yang didatangkan Liverpool adalah pemain yang diyakini akan membuat tim semakin kuat dan bisa menambal masalah-masalah yang ada di musim-musim sebelumnya. Seperti Alisson, misalnya. Penjaga gawang asal Brasil yang didatangkan dengan harga selangit itu dinilai bisa jadi solusi dari masalah buruknya penjaga gawang Liverpool dalam beberapa musim ke belakang.
Alisson saat debut bersama Liverpool. (Foto: Paul FAITH / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Alisson saat debut bersama Liverpool. (Foto: Paul FAITH / AFP)
Kedatangan Alisson juga dipercaya akan membuat lini pertahanan Liverpool tak serapuh musim kemarin. Di musim 2017/18, mereka kebobolan 38 kali dari 38 laga atau jadi yang terbanyak di antara tim empat besar. Hadirnya Alisson plus semakin konsistennya Virgil van Dijk di lini belakang jelas jadi nilai tambah bagi Liverpool.
ADVERTISEMENT
Terlebih, sejak Van Dijk datang, Liverpool punya catatan statistik gemilang. Per 20 Januari 2018 hingga musim 2017/18 berakhir, tim yang bermarkas di Anfield ini hanya kebobolan 10 gol dari 15 pertandingan. Jumlah itu adalah yang paling sedikit di Premier League.
Jika kedatangan Van Dijk saja berbuah signifikan, apalagi dengan kehadiran Alisson, bukan? Toh, sang penjaga gawang punya statistik 2,71 penyelamatan per laga, lebih baik dari Loris Karius yang mencatatkan 1,47 penyelamatan per laga untuk Liverpool pada musim lalu.
Kedua, kedatangan Naby Keita dan Fabinho untuk memperkuat lini tengah jelas berpengaruh. Sebab, kedua gelandang itu adalah tipikal pemain yang bagus dalam duel. Perlu diingat, setelah kepergian Emre Can, Liverpool tak punya gelandang yang kuat dalam duel lagi. Jordan Henderson, James Milner, hingga Gini Wijnaldum jelas bukan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dari statistik yang dikeluarkan Squawka, Fabinho dan Keita punya presentase memenangi duel per laga lebih tinggi ketimbang gelandang-gelandang Liverpool lainnya. Fabinho punya catatan 47,51%, Keita 47,07%, sedangkan Milner hanya 46,49% dan Henderson cuma 42,22% saja.
Kedatangan gelandang perebut bola di musim panas ini jelas membuat Liverpool punya nilai plus tambahan. Selain itu, kedua gelandang tersebut juga punya kreativitas yang tak buruk. Perlu diketahui, sejak Philippe Coutinho pergi ke Barcelona, kreativitas adalah persoalan yang belum ditemukan solusinya oleh Liverpool.
Fabinho, misalnya. Meski bertipikal lebih bertahan, pemain asal Brasil itu punya catatan kreasi peluang per laga yang sama dengan Milner, yakni di angka 0,97. Sementara Keita punya catatan yang jauh lebih baik. Dia bisa mengkreasikan 1,48 peluang per laga.
ADVERTISEMENT
Penggawa Liverpool merayakan gol Salah. (Foto: REUTERS/Clodagh Kilcoyne)
zoom-in-whitePerbesar
Penggawa Liverpool merayakan gol Salah. (Foto: REUTERS/Clodagh Kilcoyne)
Jika kehadiran keduanya dirasa belum cukup, maka Liverpool kemudian mendatangkan Xherdan Shaqiri yang multiposisi untuk memperkuat lini tengah dan depan. Meski diprediksi hanya akan jadi pelapis, tapi kualitas pemain asal Swiss itu tak bisa dikesampingkan. Musim lalu dia bekontribusi dalam 15 gol Stoke City di Premier League.
Selain itu, kehadiran Shaqiri juga jawaban dari salah satu masalah Liverpool yakni gap skuat yang buruk. Ya, pada musim lalu, ketika dilanda badai cedera, dengan kondisi skuat yang seadanya, tim yang berdiri pada 1892 ini kerap kali goyah dan tak mendapatkan hasil maksimal.
Kehadiran Shaqiri, plus kembalinya Daniel Sturridge ke performa yang cukup meyakinkan, membuat Liverpool lebih kaya opsi--terutama di lini depan--ketimbang musim lalu. Bukankah kaya opsi adalah salah satu syarat untuk jadi juara dan Manchester City telah membuktikannya musim lalu?
ADVERTISEMENT
Gol Shaqiri ke gawang United. (Foto: JEFF KOWALSKY / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Gol Shaqiri ke gawang United. (Foto: JEFF KOWALSKY / AFP)
Satu hal positif lain adalah lini depan Liverpool masih akan dihuni trio yang sama: Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane. Trio yang jadi salah satu paling mengerikan di Eropa musim lalu. Trio yang berisi pemain yang mampu mencetak setidaknya 20 gol dalam satu musim.
Liverpool menyambut musim ini dengan mencoba mengatasi masalah-masalah mereka. Lubang yang terlihat jelas musim lalu sudah mampu ditutup. Lantas, satu hal masalah lain yang perlu mereka atasi adalah soal konsistensi.
Di musim lalu, mereka kelewat sering imbang. Total ada 12 kali dari 38 laga mereka kehilangan dua poin. Padahal, Liverpool hanya kalah lima kali dan itu adalah jumlah tersedikit kedua di liga setelah City yang cuma keok dua kali sepanjang musim. Inkonsistensi ini yang perlu mereka perbaiki.
ADVERTISEMENT
Hasil buruk seperti imbang lawan Stoke di Anfield, atau ketika bermain imbang melawan tim-tim yang bertahan dengan sangat dalam harus bisa Klopp selesaikan. Mereka punya pemain macam Keita dan Shaqiri yang andal dalam dribel dan melakukan aksi-aksi individu dari lini kedua untuk memecah kebuntuan.
Klopp pimpin pemain Liverpool jalani pemanasan. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Klopp pimpin pemain Liverpool jalani pemanasan. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
Gaya bermain yang cepat, penuh pressing, determinasi, dan agresivitas yang mereka peragakan musim lalu pun tampaknya masih tak akan banyak berubah. Justru, bisa semakin mengerikan dengan pemain baru dan pemahaman yang makin mendalam dari para pemain lama.
Solusi sudah terlihat dan kini tinggal bagaimana Liverpool mampu memanfaatkannya. Jika masalah inkonsistensi itu nyatanya berhasil diatasi, mereka jelas bisa menjadi kampiun, menjadi lawan sepadan bagi City untuk mempertahankan gelar juara Premier League. Toh, nyatanya tim besutan Juergen Klopp punya segala atribut untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
So, sudah siap berteriak 'this is our year', wahai para pendukung Liverpool?