Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sudah sekitar tiga bulan berlalu sejak Juventus mengakhiri kompetisi Serie A sebagai juara untuk kali kedelapan secara beruntun. Kini, I Bianconeri dan tim-tim lainnya bersiap menatap musim anyar.
ADVERTISEMENT
Sabtu (24/8/2019) malam WIB, kompetisi level teratas Italia itu bakal dibuka. Sebagai juara bertahan, Juventus bakal membuka tirai Serie A dengan melawat ke markas Parma.
Agenda berlanjut dengan duel-duel lain hingga tiga hari ke depannya. Terakhir adalah Inter Milan yang akan menjamu Lecce, Selasa (27/8) dini hari WIB.
Nah, demi menemani akhir pekan kamu-kamu pencinta Serie A, kumparanBOLA coba menyuguhkan situasi sebelum kompetisi bergulir. Mulai dari kans Juventus melanjutkan dominasi, siapa-siapa saja yang berpotensi menyandung juara bertahan, hingga bursa topskorer. Yuk, kita mulai.
Siapa kandidat juara?
Sembilan musim berakhir dengan juara yang sama. Siapa lagi kalau bukan Juventus si pengoleksi 35 scudetti (37 kalau mencakup dua gelar yang dicabut karena Calciopoli).
ADVERTISEMENT
Untuk musim 2019/20, Juventus tampaknya masih pantas dipertimbangkan sebagai kandidat terkuat. Banyak alasan, sih, hingga akhirnya lahir prediksi demikian. Salah satunya yakni aktivitas transfer.
Kalau ambisi bisa diukur dari pengeluaran di pasar transfer, Juventus memang menjadi yang terdepan. Total 188,5 juta euro dikucurkan mereka untuk merekrut lima pemain: Matthijs de Ligt, Danilo, Cristian Romero, Luca Pellegrini, serta Merih Demiral.
Eits, jangan lupa bahwa nominal tersebut belum termasuk tiga bintang yang direkrut secara gratis. Untuk kategori ini, Juventus mendapatkan Aaron Ramsey, Adrien Rabiot, serta memulangkan Gianluigi Buffon.
Terus-terus, apakah yang membedakan Juventus dibandingkan musim sebelumnya?
Bicara perbedaan, aspek terbesar bakal terlihat dari kursi pelatih. Tongkat estafet telah berpindah dari Massimiliano Allegri ke Maurizio Sarri.
ADVERTISEMENT
Pergantian pelatih tentu bakal berdampak terhadap perubahan cara bermain. Karena Sarri tak seperti Allegri yang cenderung tak memiliki filosofi pasti alias pelatih bunglon.
Sarri adalah juru taktik yang mengedepankan permainan atraktif dan ofensif. Kira-kira seperti gaya Napoli ketika hampir memenangi Serie A pada 2017/18 lalu.
Oh, Sarri yang gagal bersama Napoli itu?
Yep, predikat spesialis kegagalan di liga memang melekat dalam diri Sarri. Setelah Napoli, dia juga mengalami kegagalan serupa bersama Chelsea. Walaupun, rapor merah tersebut tertutupi dengan kesuksesan menjuarai Liga Europa.
Tapi, jangan memandang Sarri dengan sebelah mata. Sarri lebih sering gagal karena berkutat bersama tim-tim gurem sebelumnya. Seperti Pescara, Hellas Verona, Perugia, serta Empoli.
Nah, yang ditangani Sarri kali ini adalah Juventus, si penguasa Serie A dengan materi nan mewah. Sudah sepantasnya Sarri memendam asa besar untuk memutus dahaga gelarnya di kompetisi liga.
ADVERTISEMENT
Omong-omong soal kegagalan, Allegri juga pernah mengalaminya, kok. Dia melalui puasa trofi di level teratas sebelum mengakhirinya bersama AC Milan pada 2010/11. Kemudian, eks pelatih Cagliari ini menguasai Serie A selama lima musim saat menangani Juventus.
Lantas, siapa yang bakal menjadi sosok penentu di skuat Juventus asuhan Sarri?
Di depan, Cristiano Ronaldo pasti menjadi harapan terbesar untuk mendulang gol. Kualitasnya sudah teruji pada musim pertama di Serie A. Musim lalu, bintang Timnas Portugal ini mencetak 21 gol dan merengkuh gelar pemain terbaik.
Selain Ronaldo, sorotan juga pantas dialamatkan kepada Miralem Pjanic serta Matthijs de Ligt. Pjanic bisa mengemban peran penting karena dirinya diproyeksikan sebagai deep-lying playmaker.
Nah, bukan rahasia lagi bahwa lakon tersebut merupakan fungsi vital dalam taktik Sarri. Dia memerlukan sosok gelandang bertahan dengan kemampuan distribusi apik demi menjaga penguasaan bola. Peran serupa juga diemban Jorginho yang sempat bekerja sama dengan Sarri di Napoli dan Chelsea.
ADVERTISEMENT
Tak kalah penting sosok De Ligt. Juventus mendatangkan bek muda ini dengan harga mahal tidak cuma untuk memperkokoh pertahanan, tetapi juga mematangkan sistem high defensive line ala Sarri. Di Ajax Amsterdam dan Timnas Belanda, De Ligt sudah terbiasa menerapkannya.
Juventus melulu. Yang lain, dong. Masa enggak ada tim lain yang bisa menggoyang dominasi juara bertahan?
Jelas ada. Coba lihat bagaimana Inter Milan berbenah. I Nerazzurri mendatangkan Antonio Conte dan menggelontorkan 155 juta euro --tertinggi setelah Juventus-- untuk mendatangkan sejumlah pemain.
Nama-nama yang mendarat di Giuseppe Meazza pun tergolong mewah. Ambil contoh Romelu Lukaku, Diego Godin, serta Nicolo Barella. Dan, kabarnya mereka masih menantikan kedatangan Alexis Sanchez dari Manchester United.
ADVERTISEMENT
Tugas Conte tentu lebih berat daripada Sarri. Dia membangun tim dari awal untuk bermain dengan pola tiga bek andalannya. Sementara, Inter terbiasa turun dengan sistem empat pemain belakang saat diasuh Luciano Spalletti.
Kendati demikian, Conte memiliki modal historis cukup apik ketika menorehkan start di sebuah klub. Bersama Juventus dan Chelsea, dia tercatat memenangi gelar juara liga pada musim pertamanya.
Cuma Inter saja? Napoli bagaimana, tuh?
Mengingat konsistensi, Napoli juga pantas dipertimbangkan sebagai calon pemutus dominasi Juventus. Belanja mereka 'cuma' 90 juta euro, sih. Namun, pemain-pemain yang datang benar-benar sesuai kebutuhan tim.
Ambil contoh Kostas Manolas, sang bek tangguh dari AS Roma. Bek Yunani ini diproyeksikan berduet dengan Kalidou Koulibaly demi mempersolid pertahanan I Partenopei.
ADVERTISEMENT
Ya, pertahanan memang menjadi aspek yang membuat Napoli terlihat inferior dibandingkan Juventus. Mereka kemasukan 36 gol atau lebih banyak enam gol daripada sang juara.
Padahal, Italia memberlakukan slogan "Defence wins championship". Itu dibuktikan Juventus dengan keluar sebagai kampiun seusai menorehkan rapor pertahanan terbaik dalam beberapa musim terakhir. Kalau mampu merebut status tersebut, bukan mustahil Napoli yang keluar sebagai juara di akhir musim.
Tak cuma pertahanan, Napoli juga berupaya mendongkrak kinerja lini serang. Oleh karenanya, manajemen segera mendatangkan Hirving Lozano dari PSV Eindhoven. Cukup produktif winger 24 tahun ini, terbukti via rapor 21 gol dan 12 assist dalam 40 laga musim lalu.
Kandidat terkuat juara sudah. Calon penjegalnya sudah. Nah, kalau untuk melengkapi zona Liga Champions atau empat besar, bagaimana prediksinya?
ADVERTISEMENT
Pertarungan untuk posisi keempat bisa melibatkan AS Roma, AC Milan, Atalanta, serta Lazio. Tapi, harus diakui bahwa empat tim ini memiliki materi sangat meragukan dibandingkan Juventus, Inter, dan Napoli.
Roma, misalnya, melepas sosok kunci musim lalu seperti Daniele De Rossi serta Stephan El Shaarawy. Namun, mereka mengucurkan 101 juta euro untuk nama-nama yang kurang top. Siapa sih yang meyakini sosok macam Bryan Cristante atau Leonardo Spinazzola mampu mendongkrak performa I Giallorossi secara signifikan?
Milan pun demikian. Dua nama yang dicintai fans, Patrick Cutrone serta Manuel Locatelli, malah dilego. Mereka justru mendatangkan nama-nama yang belum teruji di level atas seperti penyerang Rafael Leao atau Ismael Bennacer.
Oh iya, Roma dan Milan bakal ditangani pelatih baru. Ada Marco Giampaolo di I Rossoneri serta Paulo Fonseca di I Giallorossi. So, sukses atau tidaknya kedua tim bakal bergantung terhadap adaptasi sang juru taktik anyar.
ADVERTISEMENT
Situasinya berbeda di Atalanta. Gian Piero Gasperini bertahan di kursi pelatih setelah mengantarkan tim lolos ke Liga Champions. Demi memperkuat tim, Gasperini dimanjakan dengan kedatangan pemain-pemain sarat pengalaman seperti Luis Muriel serta Martin Skrtel.
Lazio mirip-mirip dengan Atalanta. Simone Inzaghi kembali menangani tim seusai menjuarai Coppa Italia musim lalu. Namun, rival sekota Roma ini tak melakukan aktivitas transfer meyakinkan. Paling mahal cuma Manuel Lazzari senilai 11 juta euro.
Selanjutnya, tim-tim promosi ada siapa saja, sih? Peluangnya bertahan seperti apa?
Tiga tim promosi untuk Serie A 2019/20 di antaranya Brescia, Lecce, serta Hellas Verona. Dari tiga klub ini, Brescia diprediksi memiliki kans paling besar untuk mencuat.
Faktor penentu terbesar dari Brescia adalah lini depan. Sebelumnya, mereka sudah memiliki Alfredo Donnarumma yang menjadi topskorer Serie B musim lalu dengan torehan 25 gol. Pemilik nama terakhir bakal berduet dengan Mario Balotelli yang bergabung secara gratis.
ADVERTISEMENT
Kurang lengkap, nih, kalau belum membahas bursa topskorer. Siapa kira-kira yang bisa merebut predikat ini dari Fabio Quagliarella?
Quagliarella tentu masih menjadi unggulan. Okelah usianya sudah 36 tahun. Tapi, pengalaman panjangnya di Serie A bisa menjadi faktor penentu.
Lagi pula, Serie A kerap menjadi lumbung gol untuk penyerang-penyerang uzur, kok. Dario Huebner, Antonio Di Natale, serta Cristiano Lucarelli pernah memenangi penghargaan pencetak gol terbanyak ketika memasuki usia senja.
Selain pengalaman, jangan lupakan pula aspek kebintangan. Untuk kategori ini, Ronaldo lagi-lagi menjadi terdepan. Di musim pertamanya saja, dia cuma terpaut empat gol dari Quagliarella. Sangat mungkin rapornya meningkat karena semakin hafal dengan tim-tim lawan di Italia.
Bicara kebintangan, duo Polandia tak boleh diabaikan. Ada Krzysztof Piątek (Milan) dan Arkadiusz Milik (Napoli) yang masuk lima besar topskorer musim lalu. Kemudian, Romelu Lukaku juga diprediksi bisa bersaing, meskipun mesti beradaptasi dulu pada musim pertamanya di Serie A.
ADVERTISEMENT
Oke, cukup. Sekarang, bisa ditonton di mana Serie A?
Untuk stasiun televisi lokal, belum ada kabar nih. Semoga ada berita baik ya dalam waktu dekat.
Sebagai opsi lain, pencinta sepak bola Italia bisa menikmatinya via beIN Sports. Telah diumumkan oleh stasiun televisi ini bahwa Serie A bakal tayang secara reguler di beIN 1, 2, serta 3.