Piala Dunia: Trofi Jules Rimet yang Hilang dan Tak Pernah Kembali

3 Mei 2018 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bobby Moore mengangkat trofi Jules Rimet. (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Bobby Moore mengangkat trofi Jules Rimet. (Foto: AFP)
ADVERTISEMENT
Bayangkan. Apa yang akan terjadi seandainya Piala Dunia digelar tanpa... piala? Sama sekali terdengar tidak masuk akal, bukan? Namun, skenario yang terdengar seperti komedi sketsa itu pernah benar-benar hampir terjadi.
ADVERTISEMENT
Sepak bola pulang ke rumah pada 1966. Inggris, sang penemu sepak bola modern itu, akhirnya dipercaya untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia setelah hampir 40 tahun turnamen itu pertama kali digelar. Bagi rakyat Inggris, menyelenggarakan Piala Dunia berarti segalanya.
Namun, "segalanya" di situ benar-benar berarti secara harfiah. Segalanya berarti segalanya, entah itu baik maupun buruk. Bagi Edward Betchley, penyelenggaraan Piala Dunia adalah kesempatan untuk mendapatkan uang banyak dengan jalan pintas.
Piala Dunia 1966 baru mulai digelar pada pertengahan Juli. Akan tetapi, trofi Jules Rimet -- merujuk pada nama Presiden FIFA ketiga asal Prancis -- sudah tiba di Inggris sejak Januari. Trofi yang saat itu masih jadi milik Brasil tersebut dititipkan di markas besar Football Association (FA) yang saat itu masih terletak di Lancaster Gate -- sejak 2000, FA berkantor di markas baru di Soho Square.
ADVERTISEMENT
Namun, apalah artinya Piala Dunia tanpa promosi besar-besaran? Apalah artinya sebuah trofi kalau tidak untuk dipamerkan kepada khalayak? Biar bagaimana pun, trofi Piala Dunia itu sudah berada di rumah sepak bola dan akan aneh kalau para penghuni rumah sepak bola tidak diberi kesempatan untuk mengaguminya dari jarak dekat.
Maka dari itu, pameran pun direncanakan. Mulai Maret, publik Inggris sudah harus bisa berada lebih dekat dengan trofi Piala Dunia. Oleh FA, perusahaan prangko milik Stanley Gibbons, Stampex, dipilih untuk menjadi penyelenggara pameran.
Rencana pun kemudian dimatangkan. Sejak menerima kepercayaan pada Februari 1966, Stampex kemudian menyiapkan pameran untuk digelar di Westminster Central Hall yang merupakan sebuah gedung serbaguna. Sampai 2000, gedung tersebut digunakan sebagai markas besar Gereja Methodist Britania Raya.
ADVERTISEMENT
Sebagai markas besar Gereja Methodist Britania Raya, Westminter Central Hall digunakan untuk misa setiap hari Minggu. Alih-alih mencari pahala, Betchley menggunakan misa tersebut sebagai ajang untuk mencari kesempatan dalam kesempitan.
Pada Sabtu, 19 Maret 1966, trofi Jules Rimet sudah mulai dipamerkan dalam kotak kaca di Great Hall. Penjaga pun sudah dikerahkan. Dua polisi berseragam dibantu dua polisi berpakaian preman ditugasi untuk menjaga trofi itu dari tangan-tangan panjang.
Akan tetapi, keesokan harinya, Great Hall digunakan untuk misa Gereja Methodist. Para polisi yang menjaga trofi itu pun kemudian harus menyingkir untuk sementara. Alangkah terkejutnya mereka ketika pada Minggu siang, sekitar pukul 12:10 waktu setempat, saat misa sudah selesai, mereka kembali untuk mendapati bahwa trofi yang seharusnya mereka jaga itu telah raib.
ADVERTISEMENT
Kotak kaca yang digunakan untuk menyimpan trofi itu sudah pecah. Para polisi itu kemudian juga mendapati bahwa pintu belakang gedung sudah dirusak secara paksa. Para pencuri melakukan itu dengan cepat, tanpa memunculkan kecurigaan berlebih. Satu kecurigaan hanya muncul dari seorang polisi yang mengaku melihat sosok mencurigakan di telepon umum dekat gedung.
Kasus ini kemudian langsung diambil alih oleh Flying Squad milik Scotland Yard. Flying Squad sendiri merupakan unit khusus milik Scotland Yard yang bertugas untuk menangani kasus-kasus kejahatan terorganisir. Pihak Scotland Yard kemudian mewawancarai semua orang yang berada dalam gedung saat kejahatan berlangsung, mulai dari jemaat gereja, polisi yang ditugasi untuk menjaga, sampai petugas kebersihan.
Sehari kemudian, cerita tentang raibnya trofi Jules Rimet itu sudah menyebar ke mana-mana. Di hari yang sama, Chairman FA, Joe Mears, mendapat telepon misterius. Si penelepon mengatakan bahwa Mears akan menerima paket yang dikirimkan ke markas Chelsea Football Club. Oleh pihak Chelsea, paket kemudian dikirimkan ke rumah Mears.
ADVERTISEMENT
Trofi Jules Rimet usai dicuri di Inggris. (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Jules Rimet usai dicuri di Inggris. (Foto: AFP)
Paket pun dibuka. Di sana, terdapat sebuah ornamen trofi dan sebuah surat berisi instruksi untuk mengirimkan tebusan senilai 15 ribu poundsterling dalam pecahan 1 dan 5 pounds serta instruksi untuk memasang iklan baris di koran Evening News. Dalam surat itu, disebutkan bahwa jika Mears memenuhi dua permintaan itu, trofi akan dikembalikan pada hari Jumat. Kalau tidak, atau kalau Mears menelepon polisi, trofi akan dilelehkan.
Meski mendapat ancaman bahwa trofi akan dilelehkan, Mears tetap menelepon polisi dan akhirnya dipertemukan dengan Detektif Inspektur Charles Buggy yang memimpin investigasi. Ini dilakukan setelah Mears ditelepon seseorang bernama 'Jackson' untuk mengganti pecahan 1 dan 5 pounds dengan pecahan 5 dan 10 pounds.
Buggy meminta Mears untuk menuruti instruksi para pencuri dengan memasang iklan baris tadi. Di saat yang bersamaan, Mears pergi ke bank untuk mengumpulkan tebusan. Dalam tebusan itu, Mears mengabaikan instruksi para pencuri. Dia tidak mengumpulkan uang senilai 15 ribu poundsterling dan hanya menempatkan uang asli di bagian atas serta bawah tas.
ADVERTISEMENT
Tebusan ini akhirnya diserahkan kepada Buggy yang mengaku sebagai asisten Mears bernama 'McPhee'. Oleh 'Jackson', 'McPhee' diminta untuk datang ke Battersea Park untuk menyerahkan uang.
'McPhee' kemudian menuruti permintaan 'Jackson'. Namun, sebelum menyerahkan uang, 'McPhee' meminta 'Jackson' untuk mengantarnya ke tempat dia menyimpan trofi curian tadi. 'Jackson' setuju. Akan tetapi, di tengah perjalanan, 'Jackson' panik karena melihat mobil polisi. Akhirnya, dia pun kabur meski akhirnya langsung bisa ditangkap lagi. Ketika dibawa ke kantor polisi, 'Jackson' mengaku sebagai Edward Betchley.
Masalah tentu belum selesai karena trofi belum ditemukan. Betchley sendiri kemudian berkata bahwa dia bisa membantu mendapatkan trofi apabila dibebaskan dengan jaminan. Akan tetapi, polisi bergeming. Berdasarkan kesaksian dari seorang jemaat gereja bernama Nyonya Coombes, Betchley kemudian ditahan atas tuduhan pencurian dan pembobolan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari berselang, tepatnya pada 27 Maret 1966, seorang pria bernama David Corbett dan anjing collie-nya, Pickles, sedang berjalan-jalan di sekitar rumah mereka di daerah Beulah Hill. Pickles kemudian menemukan sebuah bungkusan di semak-semak dan mengendusnya. Corbett kemudian membuka bungkusan itu dan mengenali trofi itu sebagai trofi Jules Rimet.
Corbett lantas menyerahkan trofi Jules Rimet ke pihak kepolisian. Awalnya, dia sempat dicurigai, tetapi kemudian berhasil meyakinkan polisi dengan alibinya. Polisi menahan trofi itu sebagai barang bukti sebelum menyerahkannya kepada FA jelang turnamen dimulai.
Kasus pencurian trofi Jules Rimet ini kemudian Inggris dikecam banyak pihak. Salah satu kecaman datang dari salah satu petinggi CBD (nama Konfederasi Sepak Bola Brasil sebelum menjadi CBF), Abrain Tebel. Menurut lansiran Guardian, Tebel kala itu berkata, "Hal semacam itu takkan terjadi di Brasil. Bahkan para pencuri di Brasil sangat mencintai sepak bola dan tidak mungkin melakukan hal memalukan itu."
ADVERTISEMENT
Namun, ucapan Tebel tersebut pada akhirnya menjadi senjata makan tuan karena pada 1983, trofi Jules Rimet justru dicuri di Brasil. Parahnya lagi, setelah dicuri di Brasil, trofi ini tak berhasil ditemukan sampai saat ini.
Sejak awal, sudah disepakati bahwa negara mana pun yang memenangi tiga final berhak untuk menyimpan trofi Jules Rimet. Setelah Brasil juara untuk kali ketiga pada 1970, trofi pun secara permanen diserahkan kepada CBD.
Selama belasan tahun, trofi tersebut tersimpan dengan aman di kantor federasi sepak bola Brasil di Rua da Alfandega, Rio de Janeiro. Namun, memasuki tahun ke-13 (ya, angka sial, kami tahu), kantor CBD yang telah berganti nama menjadi CBF itu dibobol kawanan maling. Ada yang menyebut bahwa ada dua orang dalam kawanan tersebut, ada pula yang menyebut tiga.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan v-brazil.com, kawanan maling itu adalah amatiran. Mereka merencanakan pencurian itu secara impromptu ketika sedang menikmati cachaca -- minuman beralkohol hasil fermentasi aren -- di bar setempat.
Pada malam pergantian hari antara 19 dan 20 Desember 1983, kawanan tersebut membobol kantor CBF. Setelah melumpuhkan penjaga gedung, mereka naik ke lantai tiga tempat trofi disimpan. Di sana sebenarnya ada trofi replika untuk membingungkan pencuri. Akan tetapi, mereka sepertinya tahu mana trofi yang asli dan mana yang bukan. Itulah mengapa, nantinya angle 'orang dalam' dikejar polisi untuk menyelesaikan kasus ini.
Pele mengangkat trofi Jules Rimet pada 1970. (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pele mengangkat trofi Jules Rimet pada 1970. (Foto: AFP)
Pencurian trofi itu menggegerkan Brasil. Presiden CBF kala itu, Giulite Coutinho, mengeluarkan permintaan publik agar rakyat Brasil bahu membahu mencari trofi tersebut. Coutinho mengatakan bahwa nilai spiritual trofi tersebut jauh lebih besar ketimbang nilai intrinsiknya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, trofi ini tidak pernah ditemukan. Polisi sebenarnya sudah menangkap dua orang dalam yang sebelumnya pernah bekerja sebagai pesuruh di kantor CBF, tetapi kemudian melepasnya. Kemudian, satu orang tersangka lain, Antonio Carlos Aranha, ditembak mati pada 1989. Trofi yang sempat hilang di negara penemu sepak bola itu pada akhirnya benar-benar lenyap ketika berada di negara raja sepak bola.
Entah ada apa dengan trofi Jules Rimet, yang jelas, nasib buruk seakan selalu mengikuti trofi buatan Abel Lafleur tersebut. Sebelum dicuri di Inggris dan hilang di Brasil, trofi ini juga sudah pernah hampir dirampas oleh Nazi pada dekade 1930-an saat berada di tangan Italia.
Dalam dokumenter 'The Rimet Trophy' arahan Lorenzo Garzella, Filippo Macelloni, dan Cesar Meneghetti, usai Italia menjuarai Piala Dunia untuk kali kedua pada 1938, trofi Jules Rimet disimpan di brankas sebuah bank di Roma. Akan tetapi, karena khawatir dengan penjarahan Nazi, trofi berbentuk Nike -- dewi kejayaan Yunani -- itu kemudian diselundupkan oleh presiden FIGC kala itu, Ottorino Barassi, ke apartemennya.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan Barassi itu ternyata diketahui oleh serdadu Nazi. Apartemennya digeledah. Akan tetapi, para serdadu Nazi gagal menemukan trofi buatan tahun 1929 tersebut. Penyebabnya, mereka tidak cukup telaten, karena trofi itu sebenarnya ada di apartemen Barassi dan disembunyikan di sebuah kotak sepatu tua.
Trofi-trofi yang Hilang
Belum lama ini, tepatnya pada pertengahan April 2018 lalu, dunia sepak bola kembali digegerkan oleh trofi yang dicuri. Tak tanggung-tanggung, trofi yang dicuri itu adalah trofi Liga Europa.
Kejadiannya di Meksiko, tepatnya di kota Leon. Trofi itu memang tidak lama hilang dan bisa ditemukan tanpa cacat pada 20 April oleh otoritas setempat.
Trofi Liga Europa (Foto: Reuters/Eric Gaillard)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Liga Europa (Foto: Reuters/Eric Gaillard)
Apa yang terjadi pada trofi Jules Rimet dan trofi Liga Europa itu hanyalah dua dari sekian banyak kasus trofi yang hilanga atau dicuri. Bahkan, sejarah mencatat bahwa Aston Villa pernah kehilangan trofi sebanyak dua kali, yaitu trofi Piala FA dan European Cup/Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Trofi Piala FA itu hilang pada 1895 dan tidak pernah ditemukan. Villa pun kemudian didenda oleh FA dengan besaran 25 poundsterling. Misteri hilangnya Piala FA ini sempat menemui titik terang pada 1958 ketika seorang pensiunan bandit bernama Harry Burge mengaku telah mencuri trofi itu dan melelehkannya untuk dijadikan koin palsu.
Namun, ada pula versi yang menyebutkan bahwa pencurian Piala FA itu adalah kasus penipuan asuransi. Sebabnya, Villa kemudian menerima uang sebesar 200 poundsterling dari perusahaan asurans setelah trofi tadi dicuri. Hmm.
Sementara, untuk trofi Liga Champions, seorang pencuri bernama Adrien Reed mengaku 'secara spontan meminjam' trofi tersebut dan membawanya pulang ke rumah. Trofi ini kemudian diserahkan oleh sosok misterius bernama Tuan Sykes ke kantor polisi di Sheffield.
ADVERTISEMENT
Satu contoh kasus pencurian trofi lagi terjadi di Argentina. Yang menarik, trofi ini adalah trofi dari sebuah turnamen yang digelar di Indonesia.
Pada 1975, PSSI menyelenggarakan sebuah turnamen bertajuk Piala Tri Dasawarsa, untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke-30. Untuk menjadi lawan Tim Nasional Indonesia, PSSI mengundang Rosario Central (Argentina), Benfica (Portugal), dan Dnepr (Uni Soviet). Rosario keluar sebagai juara di turnamen itu, sementara Indonesia menjadi juru kunci.
Trofi ini sendiri punya nilai intrinsik yang sangat besar karena terbuat dari emas seberat dua kilogram dan bertabur berlian di sana-sini. Pada akhirnya, trofi ini kembali pada akhir 1980-an. Sayangnya, kondisinya sudah tidak utuh karena ada sejumlah berlian yang lenyap.