Pratinjau Indonesia vs Thailand: Resistansi Jadi Kunci

10 September 2019 7:21 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pemain Timnas Indonesia mengikuti latihan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pemain Timnas Indonesia mengikuti latihan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Timnas Indonesia tak punya banyak waktu untuk meratapi kekalahan dari Malaysia lima hari silam. Selasa (10/9/2019), mereka bakal menjamu Thailand dalam lanjutan laga Pra Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
ADVERTISEMENT
Masalahnya, Thailand bukan lawan yang mudah bagi Indonesia. Per catatan yang dirangkum via akun resmi Timnas Thailand dan 11vs11, 'Gajah Putih' telah memenangi 38 duel dari 78 perjumpaan. Bandingkan dengan Indonesia yang baru unggul 26 kali sedangkan 14 laga sisanya berakhir imbang.
Thailand bahkan selalu sukses menuntaskan 'Garuda' dalam dua duel termutakhir --di Piala AFF 2018 dan 2016. Tak sampai di situ, sebab mereka mencetak rata-rata 3,5 gol ke gawang Timnas dalam durasi tersebut.
"Saya tentu ingin kembali melihat apa yang ditunjukkan pada babak pertama melawan Malaysia. Menurut saya, pemain tampil dengan baik pada kurun itu," ujar Simon McMenemy jelang laga melawan Thailand.
ADVERTISEMENT
Misi nakhoda Timnas itu bukan tanpa alasan. Sebab, pada dasarnya Stefano Lilipaly cs. memang tampil ciamik dalam 45 menit pertama versus Malaysia. Dua gol berhasil mereka lesakan dalam kurun waktu tersebut.
Toleh saja bagaimana cantiknya proses gol Beto Goncalves di menit 11. Berawal dari tusukan Evan Dimas di lini tengah, bola dialirkan kepada Saddil Ramdani kemudian diakhiri dengan sempurna oleh Beto. Striker naturalisasi itu juga jadi aktor atas gol kedua Indonesia enam menit sebelum turun minum.
Namun, ya cuma itu saja gol-gol Timnas di laga tersebut. Mereka melempem di paruh kedua. Malaysia sukses membalikkan keadaan via Syafiq Ahmad dan dwigol Mohamadou Sumareh. Pemain yang disebut belakangan ini menjadi momok dari lini belakang Indonesia dengan kecepatannya.
ADVERTISEMENT
Reaksi para pemain timnas Indonesia saat pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G Zona Asia telah usai di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sebetulnya langkah McMenemy untuk mengaplikasi pakem dasar 4-2-3-1 tak salah-salah banget. Dengan kehadiran tiga gelandang, opsi distribusi bola ke arah Beto makin bertambah.
Andik Vermansah, dan Saddil di kedua tepi, sementara Lilipaly diplot untuk aktif muncul dari lini kedua. Sementara kehadiran dua Evan dan Zulfiandi bahu membahu di pos gelandang bertahan.
Masalah mulai muncul di babak kedua, para penggawa Timnas mulai kelelahan dan hilang fokus. Salah satunya, ya, Evan dan Zulfiandi yang terpancing untuk bermain terlalu tinggi dan memberi jarak dengan back-four. Celah yang kemudian berhasil dimanfaatkan oleh Malaysia.
Tentu, bukan cuma stamina yang mesti jadi sorotan McMenemy. Anak asuhnya juga mesti menjaga resistansi dan kudu reaktif, khususnya dalam mengantisipasi perubahan skema lawan.
ADVERTISEMENT
Tumpulnya lini depan Timnas di babak kedua terkait erat dengan langkah Malaysia untuk menurunkan garis pertahanan. Alhasil, Saddil yang semula intens melakukan cutting-inside menjadi kesulitan untuk membongkar pertahanan lawan.
Irfan Jaya mampu menjadi alternatif lain andai Thailand menerapkan cara serupa dengan Malaysia. Namun, area sentral tetap jadi fokus utamanya.
McMenemy bisa memilih Rizky Pellu sebagai opsi untuk urusan ini. Oke, ia memang tak cukup apik soal mengalirkan bola. Di sisi lain, kontribusinya dibutuhkan untuk meredam kreativitas lini tengah Thailand nanti.
Pemain Indonesia Alberto Goncalves (kiri) dan Manahati Lestusen (kanan) usai mencetak gol ke gawang timnas Malaysia saat pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G Zona Asia di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Thailand bukannya bersih dari masalah. Mereka cuma bermain dengan skor kacamata di laga pembuka versus Vietnam. Problem paling kentara, ya, soal penyelesaian akhir.
Hal itu terkait erat dengan keputusan Akira Nishino yang cuma mengikutsertakan satu penyerang murni dalam skuatnya, yakni Supachai Jaided.
ADVERTISEMENT
Menariknya, striker Buriram United itu justru baru tampil di babak kedua. Ya, Nishino memilih untuk memainkan Supachok Sarachat dan Thitiphan Puangchan di garis terdepan dalam wadah 4-4-2. Perlu digarisbawahi, keduanya berposisi sebagai asli sebagai gelandang serang.
Di sisi lain, bukan berarti Thailand sama sekali tak bertaji. Keberadaan Puangchan dan Sarachat di garda terdepan membuat lini depan mereka semakin cair.
Nama yang disebut belakangan berpotensi menjadi momok bagi Timnas nanti. Saat laga melawan Vietnam lalu, penggawa Sarachat Buriram United itu tercatat telah melepaskan sepasang tembakan tepat sasaran. Meski keduanya masih mampu diredam Dang Van Lam.
Nah, besar kemungkinan Nishino bakal menduetkan Sarachat dengan Jaided untuk membongkar pertahanan Indonesia. Selain membutuhkan figur penyerang murni, mantan arsitek Jepang itu juga tak bisa menurunkan Puangchan yang didera cedera.
ADVERTISEMENT
Jangan lupakan eksistensi Chanathip Songkrasin. Penggawa Consodale Sapporo itu piawai dalam memanfaatkan ruang. Fluiditas lini depan Thailand kian mengakomodir kreativitas Songkrasin.
Bila Sarachat bakal mengeksploitasi tepi kanan pertahanan Timnas nanti, maka Songkrasin-lah yang berpotensi jadi momok di sisi sebaliknya. Kecepatan serta kemampuan dribelnya mesti diwaspadai oleh barisan belakang Timnas.
Perlu diingat bahwa sektor full-back kiri yang dihuni Ricky Fajrin itu memang jadi titik eksploitasi para penggawa Malaysia lalu --khususnya melalui Sumareh. Bukan tak mungkin juga bila Thailand akan memanfaatkan titik yang sama di laga nanti.