Sepak Bola, Bisnis, dan David Beckham

30 Januari 2018 15:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Beckham resmi jadi pemilik franchise MLS. (Foto: REUTERS/Andrew Innerarity )
zoom-in-whitePerbesar
Beckham resmi jadi pemilik franchise MLS. (Foto: REUTERS/Andrew Innerarity )
ADVERTISEMENT
David Beckham adalah antidot dalam sepak bola. Sosoknya menjadi sesuai untuk menjadi pegiat di negara yang menjalankan sepak bola dengan cara berbeda.
ADVERTISEMENT
Karena Amerika Serikat adalah negara adidaya, segala hal yang mereka lakukan harus berbeda. Lihatlah bagaimana mereka mengubah rugbi menjadi American football, sofbol menjadi baseball. Atau cara mereka menyebut sepak bola. Jika negara-negara berbahasa Inggris lain menyebut sepak bola sebagai football, Amerika Serikat menyebutnya sebagai soccer.
Intinya, semua harus berbeda. Namanya negara adidaya, mereka punya kuasa melakukan segalanya, termasuk untuk menciptakan apa pun yang belum ada.
Ambisi Amerika Serikat untuk menjadi negara yang berbeda tercermin dengan jelas dari kompetisi liga mereka, Major League Soccer (MLS). Dibandingkan dengan liga-liga lain, MLS relatif muda. Terbentuk tahun 1993, MLS menjelma menjadi liga paling menjanjikan secara finansial.
Keberbedaan MLS dibandingkan dengan liga lain muncul dari keberadaan sistem franchise.
ADVERTISEMENT
Franchise di sini tidak sama dengan industri waralaba pada umumnya. Bentuknya bukan seperti bisnis gerai-gerai kuliner ternama macam Starbucks atau McDonalds.
Secara sederhana, franchise yang ada dalam MLS dapat diartikan sebagai hak untuk mendirikan klub peserta atau calon peserta kompetisi profesional. Laiknya kepemilikan hak lainnya, seseorang atau konsorsium harus memenuhi sejumlah syarat tertentu.
Terhitung Senin (29/1/2018) waktu setempat, diumumkan bahwa MLS akan memberikan franchise ke-25-nya itu kepada David Beckham untuk klubnya yang berbasis di Miami, Florida.
Upaya Beckham ini sudah dimulai sejak Februari 2014 silam, atau kurang lebih setengah tahun setelah dia gantung sepatu bersama Paris Saint-Germain. Untuk mendapat hak franchise MLS ini, Beckham harus membayar uang senilai 25 juta dolar AS kepada pihak penyelenggara liga.
ADVERTISEMENT
Sepak bola adalah olahraga yang besar di Eropa. Namanya melambung, menjadi bisnis yang menghasilkan gelontoran uang buat banyak pihak. Efek brilian yang dilahirkan oleh sepak bola kepada bisnis inilah yang agaknya menjadi pangkal dari kelahiran MLS (Major League Soccer) di Amerika Serikat.
Efek bisnis mau tidak mau menjadi hal pertama yang mencuat saat Amerika Serikat memulai MLS. Sebelumnya, Amerika Serikat tidak pernah menjadi olahraga yang populer di Amerika Serikat. Sudah ada basket, bisbol, dan American football.
MLS dikerjakan dengan penuh hitung-hitungan bisnis. Keberadaannya muncul sebagai revolusi atas sistem terbuka yang terlihat di ranah sepak bola Eropa. Financial Fair Play memang menjadi aturan sendiri yang sekarang mengikat pelaksanaan kompetisi sepak bola di Eropa.
ADVERTISEMENT
Sepak bola ala MLS mementingkan kelayakan. Sepak bola tidak boleh dilakoni atas nama romantisme belaka. Bagaimanapun juga, orang-orang yang menggiati sepak bola menempatkan sepak bola sebagai ladang pekerjaan. Hitung-hitungan profesional menjadi syarat mutlak. Amerika Serikat dan liganya paham benar tentang hal ini. Makanya, tidak sembarang orang bisa mengklaim diri sebagai pegiat sepak bola.
Syarat pertama, aspek finansial. Ibarat perusahaan lainnya, di dalam klub sepak bola ada banyak orang yang harus digaji dan ada banyak urusan yang dibayar. Makanya, ketersediaan dana yang bisa menjamin tercukupinya semua kebutuhan tersebut adalah perkara mutlak.
Kedua, kandang (dalam sistem sepak bola Amerika Serikat sering disebut homeground) untuk bermain. Mencari stadion di Amerika Serikat bukan perkara sulit. Yang cukup memusingkan itu, mencari stadion yang memang benar-benar berfungsi sebagai stadion sepak bola.
ADVERTISEMENT
Lapangan rugbi dan baseball jamak ditemukan di Amerika Serikat. Namun, kandang yang sesuai dengan persyaratan pengajuan franchise adalah lapangan yang murni berfungsi sebagai lapangan sepak bola.
Nah, karena stadion pada umumnya dimiliki oleh pihak ketiga, maka mereka yang mengajukan hak kepemilikan klub juga harus mengantongi izin dari pemilik/pengelola stadion (semacam kesepakatan leasing), yang tentunya akan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Ketiga, legalitas pemda. Legalitas di sini maksudnya izin dari pemda setempat terkait penggunaan kota tersebut sebagai kandang klub. Segala izin untuk mendirikan klub di sana — termasuk bertanding, pembayaran pajak, dan kemungkinan pembagian keuntungan harus dijelaskan dalam MoU dengan pemda/walikota.
Keempat, administrasi franchise. Menyangkut administrasi, tentunya akan mengacu kepada franchise fee yang dibayarkan kepada MLS.
ADVERTISEMENT
Namun, terpenuhinya keempat syarat tadi tidak serta-merta menjamin permohonan tersebut bakal dikabulkan. MLS masih harus melakukan riset pasar kepada pihak yang persyaratan-persyaratannya sudah terpenuhi.
Misalnya, apakah kota tempat klub bermarkas punya fans base yang mumpuni? Apakah penggemar-penggemar di kota itu mampu membeli tiket dan merchandise tim?
Itu sebabnya, dalam pembicaraan sepak bola MLS, ditemukan klub-klub yang kandangnya dipindah ke kota lain. Ada pula yang sertifikasi liganya dicopot. Penyebabnya, sepinya penonton yang menonton di stadion dan minimnya penjualan merchandise klub.
Karena konsep kemapanan inilah, tidak sembarang orang bisa memiliki klub di MLS. Masuknya nama David Beckham sebagai pemohon franchise MLS menjadi menarik.
Kehidupan Beckham penuh dengan hitung-hitungan bisnis. Jika kebanyakan mantan bintang sepak bola berlomba-lomba untuk melanjutkan kariernya sebagai pelatih setelah pensiun, maka Beckham bergelut dengan bisnis.
ADVERTISEMENT
David Beckham (Foto: Instagram @davidbeckham)
zoom-in-whitePerbesar
David Beckham (Foto: Instagram @davidbeckham)
Bisnis bukan hal asing bagi Beckham. Ia tidak hanya piawai mencetak gol, tapi menghasilkan uang.
Baik sewaktu masih aktif bersepak bola ataupun setelah pensiun, David Beckham selalu paham bagaimana menggunakan ujung rambut sampai ujung kakinya untuk menghasilkan uang. Coba ingat-ingat lagi produk apa saja yang pernah dan sedang menggaet David Beckham sebagai bintang iklan.
Mulai dari apparel olahraga macam Adidas, daily apparel semisal H&M, perusahaan elektronik dan telekomunikasi seperti Samsung, sampai perusahaan asuransi AIA, mereka semua menggunakan Beckham sebagai ambassador. Slogan 'David Beckham is the ambassador for everything' bukan perkara berlebihan.
Yang membikin berbeda, imej Beckham ini tetap terkelola dengan baik walau kariernya sebagai pesepak bola sudah berakhir. Artinya, Beckham menjadi satu sosok yang sanggup memanfaatkan profilnya demi meraup keuntungan secara finansial.
ADVERTISEMENT
Kecenderungannya, bintang-bintang pesepak bola akan kehilangan nilai dan pamornya saat mereka sudah pensiun. Nama-nama tenar seperti Kenny Sansom, Lee Hendrie, Celestine Babayaro, John Arne Riise, David James, dan Paul Gascoigne, bahkan bangkrut saat tak lagi merumput. Menurut The Richest, akhir 2017 lalu, nilai kekayaan pria berusia 42 tahun ini mencapai 450 juta dolar AS.
Bila ditelusuri ketenaran David Beckham yang setara dengan selebriti ini diperoleh setelah ia menikah dengan Victoria. Namanya tak hanya besar di ranah sepak bola, tetapi dunia hiburan Inggris. Keberadaan Beckham dapat diterima di dua tempat sekaligus: sepak bola dan dunia hiburan. Dua ranah yang sama-sama piawai menghasilkan uang.
Kepindahan David Beckham ke LA Galaxy menjadi puncak popularitasnya sebagai selebriti di ranah sepak bola. Publikasi Amerika Serikat mampu meningkatkan pamor dan nilainya, bukan sebagai pesepak bola, tapi selebriti.
ADVERTISEMENT
Keuntungan tidak hanya menjadi milik David Beckham. MLS sebagai liga yang dinaungi klub tempat Beckham bermain juga demikian. Kedatangan megabintang tentu menambah perhatian publik. Sepak bola yang tadinya tak punya ruang luas di negeri Paman Sam mendadak punya nama besar.
Kelayakan Beckham secara finansial untuk urusan sepak bola bahkan terlihat jelas dengan kesiapannya membangun stadion. Sejak pertengahan 2017 lalu, Beckham dikabarkan sudah memiliki lahan untuk membangun stadion yang bakal jadi klub barunya. Jika orang-orang meminta kerja sama dengan pemda atau pengelola stadion yang sudah, Beckham membangun stadionnya sendiri. Popularitas Beckham yang tetap terjaga sampai saat ini akan mempermudahnya untuk lolos syarat ketiga perihal keberadaan fan base. Ditambah lagi, ia punya gelar kehormatan di Inggris sana yang menjadi ‘pelicin’ untuk menyelesaikan segala urusan legal terkait permohonan franchise MLS.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat adalah anomali. Arogansi melekat erat bersamanya karena menuntut kelayakan di sana-sini. Sepak bola Amerika Serikat adalah sepak bola yang tak berpihak pada romantisme. Alih-alih cerita 'sirkus', sepak bola Amerika Serikat membutuhkan kesiapan dan keteraturan. Jika MLS mewujud sebagai sistem sepak bola yang mengutamakan kemapanan, maka Beckham menjadi tepat ada di dalamnya. Karena Beckham sendiri tidak pernah berjarak dengan kemapanan.