Sepak Bola, Media Sosial, dan Risiko yang Selalu Mengikutinya

7 Februari 2018 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lingard tampil mengecewakan. (Foto: Reuters/Jason Cairndfuff)
zoom-in-whitePerbesar
Lingard tampil mengecewakan. (Foto: Reuters/Jason Cairndfuff)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjadi orang yang terkenal, Anda harus siap dengan segala mata yang mengarah kepada Anda, baik itu dari orang yang Anda kenal maupun tidak. Sekali berbuat kesalahan, maka hujaman-hujaman pisau berupa kritik akan mengarah kepada diri Anda.
ADVERTISEMENT
Dalam acara peringatan 60 tahun tragedi Muenchen di Old Trafford, Selasa (6/2/2018), Jesse Lingard (diwakili oleh tim medianya) melakukan tindakan yang sedikit "tidak pantas" di akun media sosialnya. Saat orang-orang sedang khusyuk mengheningkan cipta untuk para korban, dia malah asyik membahas mengenai video gim FIFA di Twitter. Sontak hal ini langsung menimbulkan hujatan.
Akhirnya, selang beberapa saat kemudian, Lingard menghapus cuitannya tersebut dan mengungkapkan permohonan maafnya. Sekadar informasi, Lingard juga sebenarnya hadir dalam acara peringatan tersebut bersama dengan tamu-tamu undangan lain semisal Michael Carrick, Jose Mourinho, dan Sir Alex Ferguson.
"Salah seorang anggota tim media saya secara tidak sengaja membalas salah satu cuitan di akun Twitter saya saat peringatan tragedi 60 tahun Muenchen di Old Trafford (soal video gim FIFA). Saya tidak tahu hal tersebut karena saya sendiri hadir dalam acara itu," ungkap Lingard.
ADVERTISEMENT
"Cuitan itu sudah dihapus, dan saya mohon maaf atas cuitan ini. Hal ini benar-benar tidak dapat diterima dan sama sekali tidak merefleksikan kepribadian saya atau pandangan pribadi saya di hari penuh emosional seperti ini."
Melihat apa yang terjadi pada Lingard ini, seolah mengingatkan kembali kepada kejadian-kejadian yang acap melibatkan para pelaku sepak bola dengan media sosial. Peristiwa yang dialami Lingard ini, sebenarnya bukan yang pertama terjadi. Tercatat, sudah ada beberapa kasus yang melibatkan pelaku sepak bola dan media sosial.
Kasus David Stockdale dan Privasi yang Ditabrak
Laiknya orang-orang kebanyakan, para pelaku sepak bola juga tentu memiliki akun media sosial. Ini merupakan bentuk dari keterbukaan mereka, sekaligus alat bagi mereka untuk berkomunikasi dengan kawan-kawan dan pelaku sepak bola yang lain.
ADVERTISEMENT
Namun, terkadang orang-orang yang mengikuti akun salah seorang pelaku sepak bola tidak hanya terbatas pada sesama pelaku sepak bola atau kawan-kawan dari pelaku sepak bola tersebut. Bisa jadi penggemar, atau malah orang yang tidak dikenal sama sekali, mengikuti juga akun media sosial dari pelaku sepak bola tersebut.
Dalam sebuah tulisan berjudul 'Defining Fan Engagement: The Fan Experience Company', ada opini yang mengatakan bahwa media sosial turut membantu menghadirkan kesetiaan emosional seorang suporter kepada pemain atau klub yang diidolai. Dengan mengikuti akun salah seorang pelaku sepak bola, hal itu mencerminkan dukungan mereka terhadap pelaku sepak bola tersebut..
Namun, terkadang para suporter lupa bahwa para pelaku sepak bola tersebut adalah manusia biasa juga. Mereka bisa marah, kesal, dan juga memiliki pendapat atas sebuah peristiwa atau fenomena. Kadang juga ada batas-batas individu dan personal yang menjadi kabur di media sosial ini.
ADVERTISEMENT
Selain Lingard, ada juga peristiwa yang pernah dialami oleh David Stockdale, pemain yang sekarang membela Birmingham City. Suatu waktu, dia pernah mengunggah foto anaknya yang menggenggam seragam Leeds United. Ketika dia mengunggah foto tersebut di akun media sosialnya, sang anak sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Seragam Leeds itu adalah hadiah dari kawan Stockdale untuk anaknya.
Namun ungkapan kebahagiaan yang berusaha Stockdale bagi ini malah berbuah respons negatif dari para netizen. Stockdale yang ketika itu baru saja menandatangani kontrak bersama Birmingham dianggap oleh para netizen memanaskan situasi. Stockdale sendiri merupakan pemain asli kelahiran Leeds.
Pemain yang sekarang berusia 32 tahun itu langsung memberikan klarifikasi menyoal anaknya yang memamerkan seragam Leeds dalam foto yang dia unggah ke media sosialnya tersebut. Meski sudah memberikan klarifikasi, tetap saja netizen di media sosial terbelah dua: ada yang mulai paham dan masih ada saja yang masih merespons negatif.
ADVERTISEMENT
Namun, dari sekian respons yang dihadirkan oleh netizen dalam unggahan dan klarifikasi yang sudah diberikan oleh Stockdale, ada dua respon menarik yang diujarkan oleh netizen. Yang pertama, dia mengungkapkan bahwa Stockdale berada di posisi mega privileged dan yang satu lagi mengungkapkan bahwa media sosial adalah outlet for the stupid.
Jadi, sebenarnya kejadian yang dialami oleh Lingard sudah dialami juga oleh para pelaku sepak bola yang lain. Rio Ferdinand pernah "update" status di akun Twitter-nya menggunakan kata-kata kasar. Ashley Cole juga pernah menghina FA (federasi sepak bola Inggris) di akun Twitter-nya. Keduanya pun dijatuhi hukuman oleh FA akibat tindakannya tersebut.
Tentang Efek Media Sosial dan Batas yang Kabur Karenanya
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah tulisan di laman Digital Sports, disebutkan bahwa media sosial dan pelaku sepak bola, di zaman serba digital ini, adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Lewat media sosial, seorang pelaku sepak bola dapat menggaet pasar yang lebih besar. Seorang pelaku sepak bola tidak lagi hanya menjadi pahlawan lokal saja.
Namun, dengan penggunaan media sosial oleh pelaku sepak bola ini, ekskluisivitas pelaku sepak bola tersebut hilang. Mereka yang dulu cukup sulit disentuh, sekarang ini bisa dijangkau oleh hampir semua kalangan, bahkan oleh orang-orang yang sebelumnya tidak dikenal oleh pelaku sepak bola yang bersangkutan. Terjun ke media sosial, berarti harus siap dengan budaya berbeda-beda yang dibawa masing-masing orang.
Jika seorang pelaku sepak bola memutuskan untuk terjun ke media sosial, maka ada dua hal yang mereka dapat: berkah dan tuntutan. Berkah karena dia akan semakin dikenal, tuntutan karena mereka harus selalu tampil sempurna, tanpa cela sama sekali di depan orang-orang. Tak ada lagi yang namanya ruang pribadi bagi pesepak bola tersebut.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
Maka, sekali saja berbuat kesalahan, seperti yang Lingard dan Stockdale lakukan, maka hal tersebut akan memancing reaksi yang beragam dari para netizen. Itulah "aturan tak tertulis" yang harus dihadapi oleh para pelaku sepak bola yang memiliki akun media sosial. Lebih baik mengunggah sesuatu yang positif atau tidak mengunggah apapun sama sekali.
***
Perkembangan penggunaan media sosial ini, seiring dengan berjalannya zaman, menjadi sesuatu yang tidak bisa dihentikan lajunya. Industri sepak bola, dewasa ini, juga tidak bisa dipisahkan dari kemajuan teknologi (penggunaan media sosial, salah satunya) yang mengikutinya.
Kelak, dengan masih maraknya penggunaan media sosial oleh para pelaku sepak bola, kejadian Lingard dan Stockdale ini mungkin akan kembali terjadi. Maka, untuk mencegah kejadian yang sama terulang, menjadi smart-user di media sosial adalah hal yang bisa dilakukan, baik oleh para suporter dan juga para pelaku sepak bola yang menggunakan media sosial.
ADVERTISEMENT
Ada batasan dan juga etika yang tidak bisa dilabrak di media sosial. Ini adalah hal yang harus dimengerti, meski media sosial sendiri sudah mengaburkan batasan dan etika tersebut.