Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Badak Lampung FC sudah mengakuisi penuh kepemilikan Perseru Serui. Sebanyak 19 pemain sudah dikontrak dan Stadion PKOR Way Halim, Bandar Lampung, pun diresmikan menjadi kandang klub.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Jan Saragih didaulat sebagai pelatih kepala, sementara Jaino Matos berdiri di kursi direktur teknik. Lalu, dalam struktur manajemen, Marco Garcia Paulo ditunjuk sebagai CEO Badak Lampung oleh komisaris klub.
Marco, yang ditemui langsung oleh kumparanBOLA, menuturkan bahwa setiap jabatan dalam struktur organisasi punya tugas masing-masing dan tidak boleh dicampur tangan orang lain.
“Saya datang sebagai profesional. Salah satu alasan saya menerima menjadi CEO Badak Lampung ialah karena kesamaan visi dengan owner (yang juga menjabat komisaris). Biasanya pandangan umum, orang yang berinvestasi di sepak bola pasti ingin terlibat atau campur tangan,” ucap Marco.
“Namun, saya menemukan hal berbeda di sini. Mereka melakukan secara profesional mengikuti strukturnya. Saya kaget juga. Mereka (owner) memberikan tanggung jawab sesuai jabatan. Mereka ikut diskusi, tapi wilayah keputusan klub terkait operasional diserahkan ke saya. Tak banyak klub seperti itu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Struktur manajemen Badak Lampung memang tampak gemuk. Namun, Marco mengungkapkan bahwa sejatinya memang itu yang diperlukan sebuah klub.
“Orang bilang klub, kok, gemuk. Memang untuk mengurus detail dalam sebuah perusahaan harus demikian. Kami ada direktur teknik, direktur komersial, corporate operation (human resources dan general affair), dan finansial. Misalnya saja finansial itu tidak cuma mengurus keluar-masuk uang. Mereka juga punya target untuk perusahaan (klub) seperti apa dalam beberapa tahun ke depan. Seperti memutar roda perusahaan pada umumnya,” tutur Marco.
Menurut Marco, struktur manajemen dan pengelolaan Badak Lampung dianggap tabu di sepak bola Indonesia. Namun, Mantan Deputi Sekjen PSSI itu justru tertantang untuk membuktikan siapa yang serius mengelola klub ke depannya.
Pembentukan struktur manajemen klub itu tak lepas dari pengalaman Marco yang sudah melalang buana di sepak bola Tanah Air. Ia tercatat pernah menjabat CEO Pelita Bandung Raya (PBR) yang sekarang berubah menjadi Madura United.
ADVERTISEMENT
PBR pada musim 2014 dibawa ke peringkat empat klasemen akhir. Bahkan, PBR juga mendapat apresiasi dalam perencanaan finansial. Kala itu, PBR cuma menghabiskan dana Rp 17,6 miliar semusim. Padahal, bujet yang digelontorkan klub sebesar Rp 25 miliar.
Jabatan lain yang pernah diduduki Marco ialah Deputi Sekjen PSSI, Direktur Transfer dan Status Pemain PSSI, dan Chief Innovation and Strategic Development PT Liga Indonesia Baru (operator Liga 1). Dengan sederet pengalaman itu, ia yakin bisa mengelola Badak Lampung secara profesional.
“Jujur saya sekarang merasa percaya diri mengambil jabatan CEO Badak Lampung. Banyak pengalaman saya yang membuat banyak ilmu. Saya pernah di PSSI dan PT LIB. Tentu tahu ‘perilaku’ klub. Jadi, saya tahu apa yang harus saya lakukan sebagai klub,” tutur Marco.
ADVERTISEMENT
Perilaku klub yang dimaksud Marco salah satunya ialah soal merengek dana subsidi atau biasa disebut uang kontribusi. Marco lebih lanjut menuturkan selaiknya klub tak menggantungkan hidupnya dari situ.
Klub, menurut Marco, sejatinya kalau bisa mengelola bisnis dengan baik tak perlu lagi memerlukan dana kontribusi. Jika hal demikian terwujud, otomatis klub bisa dibilang sehat secara finansial.
“Mereka (owner) punya pengalaman juga dalam mengorganisasi bisnis. Ini sejalan dengan saya. Klub harus punya perencanaan bisnis jelas sehingga ke depan bisa sehat tanpa dana subsidi. Sekarang mau membenahi klub dan memang butuh dana kontribusi. Namun, kalau selalu ada dana subsidi itu klub jadi malas dan tidak sehat. Jadi, harus ada target misalnya dua atau tiga tahun ke depan bisa tanpa subsidi,” kata Marco.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau membereskan sepak bola, mulai dulu dari klub. Badak Lampung memulai sendiri untuk kemajuan sepak bola Indonesia,” ujar Marco lagi.
Alasan Badak Lampung untuk tidak merengek dana subsidi di kemudian hari ada beberapa hal. Pertama, kata Marco, klub sebetulnya kaya karena punya aset berlimpah. Kedua, aset kaya itu mesti dimaksimalkan menjadikan klub sehat.
“Klub Liga 1 pasti kaya. Mereka pegang properti banyak. Aset legal, lisensi, atau digital. Memang sekarang klub Indonesia belum punya aset infrastruktur. Pengelolaan tiket jelas nomor satu. Namun, sudah tak banyak yang bisa dilakukan dari tiket. Sekarang perkembangan digital lebih menguntungkan dan banyak celah. Aset itu harus dimaksimalkan karena Liga 1 punya akses banyak dan perhatian banyak,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Well, kita lihat saja.