Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Dewi Lestari Mencium Bau Muntahan Paus Sperma
16 Maret 2018 13:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang penulis, salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah riset. Pengalaman dan hasil dari riset inilah yang dapat membuat hasil tulisan yang lebih detail dan mendalam.
ADVERTISEMENT
Selama sembilan bulan itu, pemilik nama pena Dee Lestari itu melancong ke beberapa tempat sampai ke luar negeri. Mulai dari TPST Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, lalu ke Gunung Lawu di Jawa Tengah, hingga ke negeri tetangga, Singapura, untuk kursus meracik parfum.
Tempat yang ia datangi memiliki kriteria yang tepat untuk novel yang sudah bisa dibeli di toko buku mulai hari ini, Jumat (16/3). Tempat-tempat tersebut memiliki aroma yang khas dan menyimpan misteri, sesuai dengan tema yang diangkat dalam novel tersebut, yaitu aroma dan penciuman.
Wanita yang lahir di Bandung, 20 Januari 1976 ini mendapatkan pengalaman baru ketika mengikuti kursus parfum yang diselenggarakan oleh Nose Who Knows di Singapura, afiliansi dari Cinquième Sens, Prancis. Ibu dua anak ini pun mengikuti kursus dasar selama satu hari. Berkatnya, Dewi kini tahu peraturan umum di dunia parfum.
ADVERTISEMENT
Kini, Dewi juga banyak mengetahui bahan-bahan untuk membuat parfum. Salah satunya adalah ambergris.
"Ambergris itu berasal dari muntah paus dan mahalnya minta ampun. Jadi, kalau satu (muntahan), bayangin saja, muntah binatang gitu kan," kata Dewi saat ditemui di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Ambergris atau muntahan paus ini adalah hasil sekresi dari saluran pencernaan paus sperma. Warnanya abu-abu dan licin, lengkap dengan bau yang tidak sedap. Bau tersebut diduga berasal dari muntahan paus yang dikeluarkan lewat anus, bukan mulut.
Meski demikian, muntahan paus ini bernilai bagi para pembuat parfum. Karena langka, harganya pun mahal hingga mencapai ratusan juta dan biasanya, muntahan paus hanya ditemukan di beberapa rumah parfum besar.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Dewi masih heran kenapa orang-orang bisa menemukan unsur penting dari muntahan paus untuk dijadikan bahan dasar parfum.
"Unsur yang membangun wangi itu tidak terlalu sedap jika dicium sendirian. Tapi, begitu digabung, seperti muntahan paus itu ketika dicium sendirian... Saya sih enggak ngerti ya, siapa yang pertama kali mencampurkan itu ke dalam campuran parfum. Baunya amis banget itu. Ini siapa yang kepikiran, ya?" tuturnya.
"Akhirnya saya coba sendiri, ketika masuk ke dalam sebuah formula, dia bisa mengikat. Hal-hal menarik ini yang saya bawa pulang dan menjadi bahan utama ketika membayangkan bagaimana karakter peracik parfum. Tentu saja di kelas itu lebih kepada praktek, ya. Kalau teori dibantu berbagai buku, terutama buku analisis wewangian," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ketertarikan Dewi terhadap wewangian ternyata sudah dimulai sejak kecil dan bermula dari hal-hal yang sederhana. Melalui kursus parfum dan riset pustaka, Dewi percaya bahwa bau berperan penting bagi manusia.
"Misalnya lewat pohon jeruk, itu saya enggak bisa kalau enggak cium wanginya. Kalau saya ke pasar, saya ngeliat orang-orang agak ragu membawa makanan ke hidungnya tapi kalau saya enggak gitu enggak afdal rasanya. Saya selalu membaui sesuatu termasuk ketika saya mulai memasak," bebernya.