Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Dipha Barus dikenal sebagai disjoki (DJ) ternama Tanah Air. Sepak terjangnya sebagai pelakon electronic dance music (EDM) tak perlu diragukan lagi.
ADVERTISEMENT
Siapa sangka, Dipha yang dalam pekerjaannya tersebut harus berhadapan dengan ratusan bahkan ribuan orang ternyata pernah mengidap fobia keramaian. Ya, laki-laki kelahiran 4 Januari 1986 itu punya ketakutan berlebihan terhadap keramaian sejak kecil.
"Gue itu paling enggak bisa menghadapi keramaian. Dari kecil enggak bisa sama keramaian. Memang gue selalu gemetaran atau gimana kalau diajak ke mal atau lainnya," aku Dipha dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.
Sejak kecil, Dipha mengaku tak terbiasa bersosialisasi dengan banyak orang. Ia lebih menikmati dan merasa nyaman saat tengah sendiri.
"(Fobia keramaian) karena enggak biasa aja, sih. Dulu gue kayak punya kenyamanan kalau lagi sendiri. Kalau di sekolah, gue ngobrol kayak enggak nyambung. Orang lagi bahas anime misalnya, gue enggak tahu," ungkap pelantun lagu 'All Good' itu.
ADVERTISEMENT
Mendiang ayahnya bahkan sempat tak menyediakan televisi agar Dipha keluar rumah untuk bersosialisasi dan bermain bersama para tetangga. Namun, Dipha justru menemukan kegemaran baru dari piringan hitam milik sang ayah.
"Waktu SD, televisi gue hilang, terus enggak dibeliin sampai lulus SMA. Almarhum bokap memang enggak kasih televisi biar gue main sama anak tetangga. Tapi enggak, gue jadi kayak main sendiri aja gitu. Bokap gue ada kaset atau piringan hitam. Jadi, gue kayak punya dunia sendiri," tuturnya.
Hal itu mengawali ketertarikan Dipha terhadap EDM. Dipha bahkan rela menyambangi kelab malam untuk menikmati alunan musik yang tersaji.
"Dulu gue ke kelab malam bukan untuk senang-senang sama teman-teman, tapi kayak lebih pengin dengar dan menikmati musiknya. Bagi gue, unik aja, kok ada ratusan orang nurut sama satu orang," ujar Dipha.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, meski passion-nya telah sedemikian besar, Dipha belum berani unjuk gigi. "Gue udah bikin musik-musik gue itu dari lama, tapi gue enggak berani going online atau apa," ucapnya.
Dipha kemudian sampai pada suatu titik ketika ia merasa harus mengalahkan fobianya demi dapat menyalurkan minat dan bakat yang dimiliki secara total. Dipha pun mencoba melakukan meditasi.
"Yang bisa bikin gue adaptasi adalah meditasi. Itu awalnya dari ajakan teman, sih. Katanya bisa jadi lebih tenang. 'Yang paling benar, selain sama Tuhan, lo harus dekat sama diri sendiri,' kata teman gue," beber Dipha.
"Dulu di kelab malam gue enggak berani lihat orang-orang. Pas meditasi, gue kayak going deep into myself di mana gue kan tujuan dan passion-nya adalah untuk memberi inspirasi ke orang. Gimana caranya gue kasih inspirasi ke orang, yang adalah musik, tapi menyampaikan ke merekanya enggak berani? Akhirnya gue memberanikan diri," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dipha benar-benar mampu dan nyaman bermeditasi pada 2009. Ia pada akhirnya mampu mengalahkan ketakutan berlebihnya terhadap keramaian.
"Gue kira, meditasi diam aja, kosongin pikiran, ternyata gue bisa lebih dengar suara hati gue. Hal-hal semacam itu yang bikin gue berubah. Jadi, akhirnya gue bisa bersosialisasi pada porsinya," ucap Dipha.
Ya, perjuangan Dipha mengalahkan fobia keramaian tak sia-sia. Kini ia mendulang kesuksesan dan ketenaran sebagai seorang DJ sekaligus komposer dan produser.