Raihaanun Sulit Lepas dari Karakternya di Film '27 Steps of May'

15 Februari 2019 11:06 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raihaanun di Plaza Indonesia Film Festival 2019, Jakarta Pusat, Kamis (14/2). Foto: Regina Kunthi Rosary/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Raihaanun di Plaza Indonesia Film Festival 2019, Jakarta Pusat, Kamis (14/2). Foto: Regina Kunthi Rosary/kumparan
ADVERTISEMENT
Raihaanun menjelma sebagai perempuan yang menarik diri dari kehidupan sosial di film terbarunya. Dia diceritakan sebagai seorang wanita yang mendapat trauma mendalam setelah diperkosa oleh sekelompok orang tak dikenal dalam film '27 Steps of May'.
ADVERTISEMENT
May, tokoh yang diperankannya itu, menjalani hidup tanpa koneksi, emosi, dan kata-kata sejak berusia 14 tahun hingga satu dekade kemudian.
Bagi aktris berusia 30 tahun tersebut, May menjadi karakter yang paling sulit ia hidupkan dibanding peran-perannya terdahulu. Sebab, sepanjang film, ia tak berkata-kata kecuali pada saat cerita hendak berakhir.
Siti Hafar Raihaanun Nabila. Foto: Ainul Qalbi/kumparan
"Yang paling susah dari akting tanpa dialog itu, kita tidak punya media untuk bicara, mengeluarkan isi hati. Jadi, lebih ke detail mimik muka dan gerak tubuh yang harus saya deliver dengan baik. Kalau enggak, takutnya akan salah tangkap," tuturnya saat ditemui di Plaza Indonesia Film Festival 2019, Jakarta Pusat, semalam (14/2).
"Dengan isunya yang juga sensitif banget, pemerkosaan, saya enggak bisa observasi terlalu banyak. Eggak mungkin saya ngobrol sama orang yang diperkosa," lanjut Raihaanun.
ADVERTISEMENT
Setelah merampungkan proses syuting, Raihaanun mengaku sulit melepaskan karakter May. "Sulit banget, banget. Lama banget saya lepas dari May. Saya ingat banget, ada tiga sampai lima bulan setelahnya itu masih," ungkapnya.
Lebih dari itu, obsessive-compulsive disorder (OCD) yang diidapnya sebagai May pun hingga kini masih terbawa di keseharian. Ya, dalam '27 Steps of May' yang proses syutingnya dilakukan tiga tahun lalu tersebut, ia memang hanya mau menyantap makanan berwarna putih.
Melalui film yang disutradarai oleh Ravi Bharwani itu, Raihaanun berharap agar kalangan luas lebih meningkatkan kesadaran dan pemahaman bahwa korban perkosaan tak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata.
"Mestinya pemerintah melakukan lebih dalam lagi terhadap kasus-kasus seperti ini. Untuk korban, jangan pernah merasa sendiri, enggak punya teman, apalagi merasa hidup berakhir karena semuanya pasti ada medianya untuk meluapkan apa yang dirasakan," tandas Raihaanun.
ADVERTISEMENT