7 Karakter Anak Usia Dini

1 Mei 2019 11:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak-anak sedang beraktivitas di daycare Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak-anak sedang beraktivitas di daycare Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Usia dini dikenal juga dengan sebutan usia emas anak atau the golden age. Mengacu pada UU RI N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, di usia tersebut, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan di masa mendatang. Berbagai penelitian di bidang neurologi menunjukkan 50 persen kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun, perkembangan otaknya mencapai 80 persen dan akhirnya 100 persen di usia 18 tahun.
Selain itu, pada usia dini ini, kemampuan daya serap anak mencapai 50 persen, yang selanjutnya akan terus menurun di tahun-tahun berikutnya. Dengan stimulasi yang tepat dari lingkungan, perkembangan otak anak pun akan semakin baik.
Nah Moms, agar stimulasi bisa efektif, Anda tentunya perlu menyesuaikan dengan karakter anak usia dini yang sangat berbeda dengan anak pada tahap usia selanjutnya. Richard D. Kellough dalam buku A Resource Guide for Teaching K-12 menjelaskan ada 7 karakteristik umum anak usia dini, yaitu:
ADVERTISEMENT
Ilustrasi anak-anak sedang bermain Foto: Shutter Stock
Pada umumnya anak usia dini masih bersifat egosentris. Ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari perilakunya, seperti masih suka berebut mainan, menangis bila menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan sesuatu terhadap orang lain.
Menurut presepsi anak di usia dini, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan anak yang tinggi dan bervariasi, tergantung dengan apa yang menarik perhatiannya. Sebagai contoh, saat masih bayi, rasa ingin tahu ini kerap ditunjukan dengan meraih benda yang ada dalam jangkauannya, lalu memasukkannya ke mulut. Di usia selanjutnya, anak senang membongkar pasang segala sesuatu untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
ADVERTISEMENT
Sejumlah anak bermain saat acara kumparanMOM meetup di Aston Priority Simatupang, Jakarta, Minggu (14/4). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya. Ya Moms, mereka senang bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaanya. Melalui interaksi sosial ini, anak membentuk konsep dirinya.
Moms, setiap anak memiliki bakat, minat, dan gaya belajar yang khas dan berbeda satu sama lain. Keunikan ini, selain berasal dari faktor genetik, juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Ilustrasi anak yang suka berimajinasi Foto: Shutterstock
Di rentang usia 0-6 tahun, anak senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, sehingga pada umumnya ia kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalama-pengalaman aktualnya. Hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya.
Sebagai contoh, ketika anak melihat gambar sebuah robot, maka imajinasinya berkembang bagaimana robot itu berjalan dan bertempur dan seterusnya. Nah Moms, jika dibimbing dengan beberapa pertanyaan, maka ia dapat menceritakan melebihi apa yang didengar dan dilihat sesuai dengan imajinasi yang sedang berkembang pada pikirannya. Cerita atau dongeng merupakan kegiatan yang banyak digemari oleh anak sekaligus dapat melatih mengembangkan imajinasi dan kemampuan bahasa si kecil.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya anak usia dini sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Si kecil biasanya selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain, kecuali memang kegiatan tersebut, selain menyenangkan juga bervariasi dan tidak membosankan. Umumnya anak hanya mampu duduk dan memperhatikan sesuatu selama 10 menit saja.
Ilustrasi ibu mengajari anak menulis Foto: Shutterstock
Periode usia dini disebut sebagai masa belajar, karena anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat dalam berbagai aspek. Oleh karena itu, si kecil perlu mendapatkan stimulasi yang baik dan tepat dari lingkungannya.