Psikolog: Anak yang Bahagia Cenderung Berperilaku Sopan dan Baik

6 Desember 2018 10:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Workshop Grow Happy Parenting Nestle Lactogrow (Foto: Nestle)
zoom-in-whitePerbesar
Workshop Grow Happy Parenting Nestle Lactogrow (Foto: Nestle)
ADVERTISEMENT
Demi tumbuh kembang yang optimal, anak tak hanya harus sehat secara fisik, namun juga perlu bahagia. Anak yang bahagia berpotensi besar untuk meraih berbagai prestasi dalam hidupnya. Sebab, kebahagiaan adalah pondasi kesuksesan anak.
ADVERTISEMENT
Itulah yang dipaparkan oleh psikolog Elizabeth Santosa M.Psi, Psi, SFP, ACC, dalam workshop Grow Happy Parenting yang digelar oleh Nestle Lactogrow. Ia menjelaskan bahwa kebahagiaan anak mempengaruhi banyak aspek psikologis.
“Kalau anak bahagia, manajemennya dirinya baik. Secara kognitif ia juga lebih bisa menyerap informasi. Kebayang enggak ada anak yang sebenarnya pintar, jenius, tapi ketika di sekolah enggak mood dan sering nangis? Apa bisa dia belajar? ” tutur Elizabeth di The Opus Grand Ballroom, Jakarta, pada Rabu (5/12).
Elizabeth menambahkan, anak yang bahagia cenderung memiliki kemampuan sosial yang lebih baik. Ia lebih suka menolong, ramah, dan punya banyak teman. Anak juga biasanya lebih dekat dengan orang tua.
Ilustrasi anak yang tumbuh bahagia dan sejahtera (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak yang tumbuh bahagia dan sejahtera (Foto: Shutterstock)
Nah, apa yang bisa orang tua lakukan agar anaknya senantiasa bahagia?
ADVERTISEMENT
Ternyata selalu menuruti permintaan anak atau membelikan mainan favoritnya saja tidak cukup, atau justru keliru. Ia butuh lebih dari kebahagiaan sesaat tersebut.
Menurut penelitian Holder & Coleman yang dipublikasikan Journal of Happiness pada 2007, kebahagiaan anak sebagian dipengaruhi oleh interaksi sosial positif yang melibatkan anggota keluarganya.
Oleh karena itu, orang tua harus terlibat langsung dalam aktivitas anak sehari-hari. Misalnya menemaninya bermain, mengerjakan PR, nonton TV bersama, hingga meluangkan waktu untuk membacakan dongeng sebelum tidur.
Yang sering terjadi adalah orang tua memang meluangkan waktu untuk anak, tapi dilakukan sambil bermain gadget. Alhasil Anda tidak fokus pada anak dan malah sibuk sendiri.
“Agar anak bahagia orang tua juga harus fokus. Jatuh cintalah dengan anak tiap hari. Buat anak merasa dirinya paling penting,” tambah Elizabeth.
ADVERTISEMENT
Pemaparan Elizabeth itu sesuai dengan hasil penelitian terbaru Nestle yang bertajuk Child Happiness. Diumumkan pada Juli 2018, studi itu menyimpulkan bahwa hanya 48 persen orang tua yang hadir dan terlibat dalam kegiatan anak.
Jadi pendengar yang baik saat anak bercerita tentang khayalannya (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Jadi pendengar yang baik saat anak bercerita tentang khayalannya (Foto: Shutterstock)
Sisanya, 21 persen orang tua mengaku hadir namun tidak terlibat dalam kegiatan bersama. Sementara 31 persen lainnya malah mengaku tidak hadir dan terlibat dalam aktivitas anak.
“Orang tua harus terlibat, fokus, benar-benar meluangkan waktu cuma untuk anak. Anak sebenarnya pun ingin menghabiskan waktu berkualitas dengan orangtuanya. Sebab, kebahagiaan anak itu butuh keterlibatan orang tua, stimulasi dan nutrisi,” jelas Brand Manager Nestle Lactogrow Gusti Kattani Maulani.