Ramai Berita Ibu Bunuh Bayinya, Mungkinkah Karena Depresi Postpartum?

6 September 2019 14:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Depresi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Depresi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Seorang wanita berinisial FM di Cibeunying Kaler, Bandung, Jawa Barat ramai diberitakan karena membunuh bayi yang ia lahirkan sendiri. Akibat membunuh bayi berusia 3 bulan itu, FM diringkus tim Satreskrim Polrestabes Bandung di kediamannya pada Minggu (1/9).
ADVERTISEMENT
Saat menjalani pemeriksaan polisi, wanita berusia 29 tahun itu mengaku membunuh bayinya karena mendapat bisikan gaib. Menurut FM, bisikan tersebut menyatakan ia belum layak menjadi seorang ibu sehingga harus mengirim anaknya ke surga.
Polisi belum memastikan dengan cara apa FM membunuh bayinya karena masih merasa kesulitan untuk memperoleh keterangan dari pelaku. Kasus pembunuhan tersebut akan ditangani Unit Perempuan dan perlindungan Anak Satreskrim Polrestabes Bandung.
Ya Moms, terlalu dini, memang, untuk mengatakan kasus pembunuhan ini dilandasi faktor kejiwaan sang ibu yang terganggu. Terlebih karena pihak kepolisian belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kondisi kejiwaan FM.
Ilustrasi ibu depresi. Foto: Unsplash
Namun, setelah melahirkan seorang ibu mungkin saja terkena depresi pascamelahirkan atau depresi postpartum. Tapi sebenarnya, apa yang dimaksud dengan depresi postpartum?
ADVERTISEMENT
Moms, perubahan hormon dan rutinitas baru menjadi seorang ibu, tak jarang membuat sebagian wanita mengalami depresi pascamelahirkan. Sebuah studi yang dilansir Boldsky bahkan menunjukkan bahwa 60 persen wanita mengalami depresi postpartum.
Ada beberapa tingkatan depresi yang bisa dirasakan oleh ibu pascamelahirkan, yaitu baby blues dan depresi postpartum.
Baby blues merupakan level depresi postpartum yang paling rendah. Kondisi tersebut biasanya berlangsung 1-2 minggu setelah bayi lahir dan ibu tidak memerlukan pertolongan medis.
Depresi setelah melahirkan. Bisa karena aktivitas hormon pascapartum, stres, dan kurang istirahat. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
Jika baby blues tidak ditangani dengan tepat, hal tersebut dapat berubah menjadi depresi postpartum. Kondisi tersebut bisa berlangsung lebih dari 2 minggu atau bahkan hingga berbulan-bulan.
“Pada kasus-kasus depresi pascamelahirkan, biasanya si ibu tidak mau merawat anaknya, merasa takut ada kesalahan dan sesuatu yang bisa melukai anaknya. Perasaan itu timbul bahkan bisa sampai nangis terus-menerus tanpa henti,” papar Andri, dokter spesialis kejiwaan di Omni Hospital Alam Sutera, Tangerang, saat dihubungi kumparan, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
Tanda-tanda dan gejala depresi postpartum mirip dengan baby blues, namun lebih intens dan berlangsung lebih lama. Ibu yang mengalami depresi postpartum biasanya membutuhkan pertolongan medis karena kondisi itu bisa mengganggu ibu dalam merawat bayinya.
“Misalnya, hilang harapan, putus harapan, mood-nya menurun atau mood-nya sedih,” ujar dokter yang juga berprofesi sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta.
Menanggapi kasus FM yang mengalami halusinasi sehingga nekat membunuh buah hatinya, Andri sendiri tak ingin buru-buru memvonis pelaku juga mengalami PPD. Sebab, menurutnya, sangat penting untuk mengetahui riwayat kesehatan jiwa pelaku sebelum menyatakan aksi pembunuhan yang dilakukan FM dipicu karena depresi pascamelahirkan.
“Seperti kasus ibu ini (FM), kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa dia ini mengalami postpartum depression hanya karena dia melakukan sesuatu yang dianggap oleh nalar kita itu tidak benar,” tegas Andri.
Ilustrasi Depresi. Foto: Shutter Stock
Menurut Andri, tanpa ada pemeriksaan lebih mendalam pada kondisi kejiwaan pelaku, maka tidak bisa menyebut tindakan kriminal yang dilakukan FM semata-mata karena ibu muda tersebut mengalami depresi pascamelahirkan.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, psikiater forensik adalah pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kejiwaan FM. Sebab jika bicara soal halusinasi yang juga dialami FM sehingga mendorongnya melakukan aksi pembunuhan, Andri menganalisis ada kemungkinan ibu tersebut mengalami apa yang disebut dengan gejala psikosis.
“Jika sampai mendengar halusinasi, itu harus segera ditangani sebab itu merupakan kegawatdaruratan psikiatri, jadi harus dirawat di rumah sakit jiwa,” imbaunya.
Psikosis pascamelahirkan, kata Andri, juga tidak bisa muncul begitu saja pada seorang perempuan. Biasanya, kondisi ini dipicu oleh riwayat gangguan kejiwaan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Contohnya, seorang wanita dengan kondisi kejiwaan yang tidak bermasalah sebelumnya tetapi pernah memiliki riwayat psikosis seperti depresi atau bipolar, penyakit kejiwaan tersebut bisa kambuh saat mereka mengandung. Hal ini terjadi karena ada perubahan di sistem saraf pusat akibat ketidakseimbangan hormon sang ibu.
ADVERTISEMENT
Andri menekankan bahwa kondisi tersebut terbilang langka. “Psikosis pascamelahirkan itu kejadiannya sangat jarang, hanya satu sampai dua orang per seribu kelahiran,” tuturnya.