8 Hari Menjelajahi 3 Kota di China: Beijing, Guizhou dan Yunnan

12 Agustus 2018 22:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggar di kantor Bytedance (Foto: Zhang Sheping)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggar di kantor Bytedance (Foto: Zhang Sheping)
ADVERTISEMENT
Cerita tentang China tidak melulu soal Beijing, Shanghai, atau Guangzhou. Masih banyak kota-kota lain yang menarik. Tidak terkecuali provinsi terluar seperti Guizhou dan Yunnan.
ADVERTISEMENT
Selama 8 hari sejak tanggal 30 Juli 2018, kumparan bersama 15 delegasi dari negara-negara ASEAN dan Asia Selatan berkesempatan melihat langsung dari dekat kehidupan penduduk di provinsi wilayah selstan China yang berbatasan langsung negara seperti Laos, Vietnam dan Myanmar tersebut. Para anggota delegasi adalah jurnalis senior media cetak, online dan televisi dari Myanmar, Filipina, Vietnam, Pakistan, India, Nepal, Mongolia, sampai Sri Lanka.
Mereka hadir atas undangan dari Kementerian Luar Negeri China dan dipilih oleh kedutaan besar China di negara masing-masing. Selama perjalanan, para anggota delegasi didampingi oleh tim dari Kementerian Luar Negeri China.
Seperti apa cerita perjalanan para anggota delegasi? Berikut rangkumannya:
Hari Pertama
Rombongan berkumpul terlebih dulu di Beijing. Di sana, para anggota delegasi saling berkenalan sambil berkoordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri China.
ADVERTISEMENT
Setelah pertemuan dengan para anggota delegasi dan Kementerian Luar Negeri China, kami langsung diajak melihat salah satu destinasi wisata populer di Beijing yakni Temple of Heaven. Saat itu, cuaca terik karena sedang musim panas. Namun itu tidak mengurangi antusias para turis yang datang. Tempat berdoa para kaisar di zaman pra-sejarah itu ramai sejak pintu kedatangan.
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggara di kantor Mobike (Foto: Li Rui)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggara di kantor Mobike (Foto: Li Rui)
Selanjutnya, rombongan berkunjung ke kantor Mobike, sebuah perusahaan teknologi berbasis bikesharing yang kini sudah mendunia. Konsep bersepeda di tengah kota dengan didukung layanan teknologi big data, membuat perusahaan ini jadi salah satu ‘start up seksi’ di China, bahkan di dunia.
Delegasi jurnalis di kantor CPAD (Foto: Li Rui)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi jurnalis di kantor CPAD (Foto: Li Rui)
Terakhir, kami diajak berkunjung ke kantor pengentasan kemiskinan dan pengembangan di China (CPAD: State Council Leading Group of Poverty Alleviation and Development). Para pejabat di sana memaparkan bagaimana cara kerja pengentasan kemiskinan di China lewat berbagai pendekatan, mulai dari pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur sampai teknologi. Lembaga itu mengklaim, kehadiran perusahaan teknologi seperti Alibaba, Taobao dan lainnya, banyak membantu penduduk miskin di China, yang jumlahnya masih cukup banyak.
ADVERTISEMENT
Hari Kedua
Hari kedua rombongan masih di kota Beijing. Perjalanan dimulai dengan mengunjungi kantor Bytedance, sebuah induk perusahaan teknologi yang menaungi beberapa nama produk terkenal seperti layanan konten Toutiau dan Tik Tok. Nama Tik Tok tentu tidak asing lagi bagi Anda karena beberapa pekan lalu sempat diblokir pemerintah Indonesia, namun kini sudah dibuka kembali.
Di Bytedance, banyak cerita menarik yang disampaikan oleh perwakilan mereka. Namun sayang, informasinya tidak bisa diberitakan.
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggara di kantor Bytedance (Foto: Qi Wenci)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi jurnalis Asia Selatan dan Asia Tenggara di kantor Bytedance (Foto: Qi Wenci)
Selanjutnya, delegasi berkunjung ke pusat kajian Media Baru dan Komunikasi Massa. Di sana, kami berdikuskusi tentang fenomena media baru di China, termasuk sejumlah platform berbasis konten yang sudah mendunia. Diskusi berjalan cukup hangat, karena juga ikut menyinggung soal perang antara kebebasan konten vs etika.
ADVERTISEMENT
Hari Ketiga
Dua hari di Kota Beijing hanyalah pemanasan sebelum petualangan sesungguhnya. Di hari ketiga, kami terbang ke provinsi Guizhou, tepatnya di kota Guiyang. Butuh sekitar 3 jam perjalanan pesawat menuju ke sana. Letaknya memang cukup jauh karena berbatasan dengan kawasan Asia Tenggara.
Ada sebuah insiden kecil saat perjalanan menuju ke bandara Guiyang. Pesawat yang sudah terbang selama hampir 1,5 jam tiba-tiba memutuskan kembali ke Beijing dengan alasan mengalami gangguan teknis. Sontak saja, rencana yang sudah diatur sedemikian rupa, jadi berantakan. Kami baru tiba di Guiyang setelah kembali ke Beijing dan berganti pesawat berbeda.
Perjalanan menggunakan Air China (Foto: Sushil Aryal)
zoom-in-whitePerbesar
Perjalanan menggunakan Air China (Foto: Sushil Aryal)
Agenda diskusi dengan pemerintah setempat yang sedianya digelar sore hari, akhirnya baru terlaksana sekitar pukul 20.00 malam waktu setempat. Dalam diskusi tersebut, pemerintah provinsi Guizhou bercerita tentang bagaimana program pengentasan kemiskinan di wilayah tersebut berjalan.
ADVERTISEMENT
Salah satu poin penting yang menarik adalah peran big data dan perusahaan teknologi e-commerce membantu mereka dalam upaya pengentasan kemiskinan. Intinya, Big Data tersebut membuat program jadi lebih tepat sasaran, sementara e-commerce membantu para petani lokal mendapat pasar yang lebih luas dan tentu saja, harga yang lebih baik.
Hari Keempat
Hari keempat dimulai dengan perjalanan menuju sebuah area terpencil di lembah yang terletak di Kabupaten Pingtang, Provinsi Guizhou, tempat sebuah fasilitas radio teleskop yang diklaim oleh pemerintah China sebagai yang terbesar di dunia. Butuh waktu sekitar tiga jam perjalanan darat menuju ke sana. Melewati perbukitan dan jalan di pinggiran tebing yang curam.
FAST di Provinsi Guizhou China (Foto: Pool)
zoom-in-whitePerbesar
FAST di Provinsi Guizhou China (Foto: Pool)
Nama faslitas tersebut adalah FAST (five-hundred-meter Aperture Spherical Radio). Singkatnya, ini adalah sebuah proyek ambisius China sebagai ‘mata’ untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di luar angkasa. Bisa dipakai untuk kepentingan penelitian astronomi seperti melacak planet sampai mencari ‘suara’ untuk kepentingan navigasi di luar angkasa, termasuk juga untuk kepentingan militer dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, rombongan diajak untuk melihat fasilitas planetarium milik China yang memiliki banyak informasi penting soal astronomi. Sayangnya, semua informasi disampaikan dalam bentuk tertulis bahasa Mandarin. Anda harus mencari pemandu atau penerjemah untuk bisa memahaminya.
Hari Kelima
Rombongan masih berada di Provinsi Guizhou, tepatnya di kawasan Xiuwen. Kali ini kami bergerak ke sebuah unit usaha milik pemerintah setempat yang bergerak dalam bidang agrikultur berbasis teknologi. Perusahaan tersebut fokus dalam penanaman buah kiwi dan pengolahannya. Yang unik adalah, semua aktivitas produksi, distribusi, sampai pada penjualan menggunakan teknologi big data.
Dalam sebuah demo yang ditunjukkan pada anggota delegasi, terlihat bagaimana proses penanaman kiwi diatur sedemikian rupa agar lebih efisien lewat big data. Mulai dari pemberian air, pemberian pupuk, pestisida, sampai panen, dianalisis secara terukur oleh data.
Kiwi di perkebunan China (Foto: Rachmadin Ismail)
zoom-in-whitePerbesar
Kiwi di perkebunan China (Foto: Rachmadin Ismail)
Selain itu, proses produksi di pabrik, sampai mekanisme pembayaran dan feedback dari pelanggan, juga sudah terlacak menggunakan teknologi. Pada akhirnya, teknologi ini diyakini akan membuat produk dari Xiuwen menjadi pemain penting dalam perdagangan kiwi dunia dan merebut pasar dari Selandia Baru.
ADVERTISEMENT
Rombongan sempat diajak ke perkebunan kiwi yang di wilayah Gubao. Kiwi tersebut punya bentuk yang lebih panjang dan bulu lembut yang lebih lebat. Saat dicoba, rasanya pun manis. Dalam setahun, panen kiwi akan terjadi sekali di bulan September. Di situlah biasanya para petani setempat mendapatkan untung banyak lewat program ini.
Jurnalis dari India mencicipi kiwi China (Foto: Rachmadin Ismail)
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis dari India mencicipi kiwi China (Foto: Rachmadin Ismail)
Setelah berkeliling kebun kiwi, rombongan diajak untuk merasakan kereta cepat China dari Guiyang menuju ke Kunming, ibu kota provinsi Yunnan.
Hari Keenam
Hanya semalam menginap di Kunming, rombongan kemudian terbang menuju kawasan perbatasan di provinsi Yunnan, yakni Wenshan Zhuang. Dari bandara Wenshan Zhuang, kami kemudian bergerak menuju sebuah kawasan perbukitan terpencil bernama Malipo. Butuh waktu sekitar tiga jam ke sana dan melewati jalan yang berkelok. Malipo berbatasan langsung dengan Vietnam.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di Malipo, kami disambut meriah oleh warga dan pemerintah setempat. Mereka kemudian mengajak para anggota delegasi media untuk mendatangi sebuah desa yang letaknya berada di kawasan perbukitan bernama Pinganpao. Desa tersebut hanya berjarak kurang dari 2 kilometer dari Vietnam. Dulu, desa tersebut sangat miskin, namun berkat program pemberantasan kemiskinan yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri China, kini mereka hidup sejahtera.
Hal yang sama juga terlihat di Desa Laozhai. Di sana, para penduduk diberi rumah yang lebih layak oleh pemerintah dan dibantu urusan perekonomiannya lewat program agrikultur. Produk unggulan desa ini adalah buah-buahan seperti jambu, pisang, dan buah naga.
Perjalanan di Malipo kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi sekolah menengah etnis minoritas di sana. Sekolah yang dibangun di atas lahan 270 ribu meter tersebut adalah gabungan dari empat sekolah yang sebelumnya terpencar. Kini, ada sekitar 6.000 siswa yang menimba ilmu di sana, menempati 6 asrama besar yang tersebar di bagian kiri dan kanan sekolah. Sekolah ini adalah contoh bentuk standarisasi pendidikan di Malipo. Oia, semua siswa di sekolah tersebut tidak dipungut biaya sama sekali.
Sekolah di Malipo County, China (Foto: Rachmadin Ismail)
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah di Malipo County, China (Foto: Rachmadin Ismail)
Acara di Malipo ditutup lewat sebuah jamuan makan malam dan ngopi bareng di kafe yang memakai produk kopi lokal Malipo sebagai sajian utama. Wakil Wali Kota Malipo Li Hong dan Sekretaris Partai Komunis China Liu Yang dalam acara tersebut memaparkan bagaimana Malipo bangkit dari keterpurukan lewat sebuah program pengentasan kemiskinan yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri China.
ADVERTISEMENT
Hari Ketujuh
Pagi-pagi rombongan harus meninggalkan Malipo untuk menuju kawasan wisata Puzhehei. Butuh hampir 4 jam untuk mencapai kawasan danau yang dikelilingi perbukitan ini. Kami diajak naik kapal kayu untuk berkeliling danau lalu mampir ke pulau di tengah danau yang dihuni oleh warga etnis Yi.
Keindahan danau Puzhehei di Yunnan, China. (Foto: Rachmadin Ismail)
zoom-in-whitePerbesar
Keindahan danau Puzhehei di Yunnan, China. (Foto: Rachmadin Ismail)
Di sana, warga setempat ramai-ramai merenovasi rumahnya lewat bantuan pemerintah setempat agar menjadi produktif secara ekonomi. Hampir di setiap rumah, dilengkapi dengan fasilitas penginapan standar sebuah resor. Harga sewa per kamarnya bisa mencapai Rp 1-4 juta per malam dan selalu penuh dipesan oleh wisatawan.
Selain itu, ada aktivitas menarik di danau yang bisa dilakukan wisatawan yakni perang air. Perahu atau kano wisatawan yang saling berpapasan di danau kemudian saling menyiram air satu sama lain sehingga semua basah.
Delegasi India dan Sri Lanka di homestay danau Puzhehei (Foto: Sushil Aryal)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi India dan Sri Lanka di homestay danau Puzhehei (Foto: Sushil Aryal)
Kegiatan hari itu kemudian ditutup lewat kunjungan ke kebun mawar setempat. Rombongan lalu bergegas ke stasiun kereta terdekat untuk naik kereta cepat kembalike kota Kunming.
ADVERTISEMENT
Hari Kedelapan
Di hari terakhir ini, rombongan jurnalis dari berbagai negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara diajak untuk bertemu dengan para pejabat provinsi Yunnnan. Hasil kunjungan selama tiga hari terakhir di wilayah Malipo sampai Puzhehei jadi bahan untuk diskusi.
Wakil Direktur Jenderal Kantor Kementerian Luar Negeri Provinsi Yunnan Wang Wei memimpin pertemuan tersebut. Dia menjelaskan bagaimana perkembangan Yunnan dalam memberantas kemiskinan, lewat program pembangunan infrastruktur, penggunaan teknologi, sampai pemberdayaan manusia, termasuk etnis minoritas di sana.
Delegasi berkumpul di Danau Kunming (Foto: Sushil Aryal)
zoom-in-whitePerbesar
Delegasi berkumpul di Danau Kunming (Foto: Sushil Aryal)
Dia mengklaim dalam beberapa tahun terakhir, angka kemiskinan di Yunnan sudah berkurang drastis. Angka terakhir, ada sekitar 3 juta orang yang miskin dari total 47 jutaan penduduk Yunnan. Walau begitu, angka kemiskinan tersebut masih tergolong cukup tinggi bila dibandingkan dengan provinsi lainnya.
ADVERTISEMENT
Acara kemudian diakhiri dengan makan siang. Lalu, para anggota delegasi menutup rangkaian kegiatan dengan berdiskusi soal kegiatan selama 8 hari ke belakang di China.