8 Tips Bermesraan dengan Prau

7 Januari 2017 19:28 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pemandangan dari kawasan puncak Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
“Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini, ingin kukenang selalu.”
ADVERTISEMENT
Potongan lirik lagu lawas “Kemesraan” yang diciptakan Franky Sahilatua dan dipopulerkan oleh Iwan Fals ini mungkin jadi semacam doa bagi kita saat menikmati indahnya masa-masa liburan.
Nah, buat kamu yang sering mengisi liburan dengan mendaki gunung atau bahkan baru ingin mencoba mendaki, pasti menginginkan sebuah pendakian yang mesra dan berkesan.
Salah satu gunung yang bisa kamu coba daki adalah Gunung Prau di Jawa Tengah. Di sini, kamu bisa menikmati panorama golden sunrise istimewa. Di puncak Prau, sunrise disertai bonus pemandangan gunung seantero Jawa Tengah seperti Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Lawu, hingga Slamet.
Udara dingin nan sejuk juga menjadi suguhan manis untuk kamu yang ingin sejenak mengistirahatkan pikiran dari penat kesibukan dunia.
Sunrise di Gunung Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid)
Prau, gunung eksotis setinggi 2565 mdpl yang terletak di 5 kabupaten berbeda di Jawa Tengah, seakan menjadi lukisan Affandi di tengah lingkaran para pengagumnya. Lima wilayah yang menopang kokoh Prau ialah Wonosobo (Patak Banteng), Banjarnegara (Dieng Kulon), Batang, Kendal, dan Temanggung.
ADVERTISEMENT
Apakah kamu tertarik untuk mencoba bermesraan dengan Gunung Prau? Atau bagi kamu yang sudah pernah, inginkah merasakan sensasi kemesraan yang berbeda? Berikut 8 tips untuk bermesraan dengan Gunung Prau yang dirangkum berdasarkan pengalaman penulis.
1. Pilih tanggal tepat
Pemandangan dari puncak Gunung Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Pada akhir pekan dan hari-hari libur nasional, terutama Hari Sumpah Pemuda, Hari Kemerdekaan, dan Tahun Baru, gunung ini sangat padat. Bahkan hampir sepanjang perjalanan, kamu harus mengantre untuk menempuh trek tertentu.
Kawasan puncak Prau pun bagai pasar yang dipadati tenda berwarna-warni, dengan riuh suara musik dan canda para pendaki yang semarak bila malam tiba.
Alih-alih sunyi, yang kamu temui adalah suasana ramai. Amat tak cocok dengan kamu yang ingin menyepi dari riuh bunyi dunia.
ADVERTISEMENT
Jadi, waktu mendaki yang terbaik adalah saat hari-hari kerja, atau kalaupun terpaksa, carilah tanggal di akhir pekan yang tidak mendekati hari-hari libur nasional.
Penting juga untuk memperhatikan cuaca. Pilihlah bulan-bulan saat musim kemarau, khususnya antara Mei hingga September.
Selain itu, jangan lupa untuk selalu mengonfirmasi buka atau tidaknya jalur pendakian dengan menghubungi penjaga-penjaga basecamp. Pendakian Gunung Prau biasa ditutup dari 5 Januari hingga 4 April 2017 sebagai bagian dari program konservasi.
2. Bawalah tenda
Kawasan kemah di puncak Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid)
Dengan tinggi 2565 mdpl, Gunung Prau tergolong lebih rendah dibanding gunung-gunung lain di sekitarnya. Pendakian ke puncak yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam, membuat beberapa pendaki terkadang memutuskan untuk tidak menginap atau berkemah.
ADVERTISEMENT
Padahal, berkemah ialah momen kebersamaan yang bagi sebagian orang jarang dimiliki. Terlebih jika kamu mendaki bersama sahabat-sahabat maupun keluarga tercinta. Dengan berkemah, kita juga bisa lebih menikmati suasana dan tidak terburu-buru, apalagi ketika cuaca sedang tidak bersahabat.
3. Siapkan playlist lagu-lagu favorit kamu
Bayangkan dalam suasana sunyi pegunungan kamu mendengarkan lagu-lagu seperti Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan, Resah, dan Angin Pujaan Hujan, dari Payung Teduh.
Bagi pendaki yang menyukai band itu, tentu akan merasakan suasana syahdu dan tanpa disadari telah melangkah jauh dalam pendakian, saking terhanyutnya dalam nada dan suasana.
Atau kamu yang penggemar Sheila on 7 atau Kodaline, band asal Inggris. Lagu-lagu seperti Hujan Turun dan One Day bisa menjadi bagian dari playlist kamu.
ADVERTISEMENT
Jika ingin lebih bersemangat, kamu bisa memutar lagu I Bet You Look Good on the Dance Floor dari Arctic Monkeys atau Sweet Lovin dari Sigala.
4. Berinteraksi dengan warga sekitar
Melalui jalur pendakian manapun, pastinya kamu akan melewati permukiman warga. Sebagian besar warga di sekitar Gunung Prau yang berprofesi sebagai petani, dan anak-anak desa yang sibuk dengan permainan yang tidak segemerlap di perkotaan, membuat cerita-cerita mengenai “bahagia itu sederhana” menjadi nyata.
Nah, buat kamu yang menyukai hal-hal mistis, ada kemungkinan warga bercerita mengenai mitos-mitos yang ada di daerah tersebut. Di antaranya mitos anak-anak berambut gimbal, atau kisah tentang Dukuh Legetang yang tekubur. Pasti kisah-kisah ini bisa buat kamu penasaran.
ADVERTISEMENT
5. Merenung menatap langit
Momen menjelang sunrise di Gunung Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid)
Gunung Prau memiliki kawasan puncak yang lapang, disertai bukit-bukit yang biasa disebut para pendaki sebagai Bukit Teletubbies yang bisa menjadi tempat kamu berbaring atau duduk santai untuk merenung.
Pada momen menjelang sunrise misalnya, di saat orang lain sibuk memainkan kameranya, kamu bisa mencari tempat yang lebih tinggi dan sepi untuk memperoleh suasana yang diinginkan.
Tak cuma menjelang sunrise, saat malam pun kamu bisa melakukan hal yang sama, melamun berteman secangkir kopi hangat, di bawah taburan gugusan bintang-bintang.
Merenung juga bisa tak sekadar melamun loh, tapi sambil beribadah menurut agama masing-masing. Apalagi berada di gunung membuat kamu akan lebih merasakan kebesaran Sang Maha Pencipta.
Dengan merenung, kita juga bisa mendapatkan inspirasi dan kesadaran untuk introspeksi diri.
ADVERTISEMENT
6. Berkarya sebebas-bebasnya
Pemandangan telaga warna dari puncak Prau (Foto: Yaser Arafat/Pagar Alam)
Melalui tahap merenung atau tidak, terkadang inspirasi untuk menghasilkan karya seni datang saat mendaki gunung. Karya seni dapat berbentuk foto, lukisan, lagu, sajak, dan lainnya.
Untuk mendapatkan inspirasi-inspirasi tersebut, cobalah untuk mengitari seluruh area puncak dan mengamati berbagai keindahan yang ada. Saking indahnya, banyak pendaki Prau yang terpaku pada panorama sunrise dan tidak mencoba mendaki hingga ke puncak sejati.
7. Sempatkan berwisata ke Dieng
Candi Arjuna (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Jika mendaki lewat jalur Patak Banteng dan Dieng, kamu bisa menyempatkan diri berwara-wiri mengunjungi berbagai kawasan wisata di Dieng sebelum atau setelah pendakian. Mulai dari Kawah Sikidang, Candi Arjuna, Telaga Warna, dan mungkin menyusuri Bukit Sikunir jika kamu punya tenaga ekstra.
Sunrise bukit Sikunir (Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan)
Soal kuliner, kamu bisa memanjakan lidah dengan sajian mie ongklok dan olahan manis carica sebagai penutup. Sementara untuk menghangatkan badan, minuman klasik Purwaceng dan teh Tambi bisa jadi pilihan.
Mie Ongklok (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
8. Pungutlah sampah, punyamu atau bukan
Aksi bersih Gunung Prau (Foto: Yaser Arafat/Pagar Alam )
Animo masyarakat yang tinggi dalam mendaki Prau diikuti dengan banyaknya sampah yang berserakan di gunung ini. Sampah-sampah seperti tisu, puntung rokok, kantong plastik, dan botol minuman akan kamu temui di beberapa titik.
Jika kamu mengambil foto sunrise dari arah puncak sejati dan diarahkan ke area kemah, sering terlihat beberapa foto dengan bercak-bercak titik putih dan warna mencolok lainnya. Bercak-bercak atau titik-titik tersebut kebanyakan adalah sampah, bukan bunga nan wangi.
Simak:
Kepadatan tenda di gunung Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Percayalah, dengan berbuat baik kepada gunung dengan memungut sampah-sampah yang ada, maka gunung tersebut juga akan memberikan hal baik untukmu. Sebaliknya, jika melanggar aturan dan berbuat di luar norma, karma akan berlaku.
ADVERTISEMENT
Selamat bermesraan dengan Gunung Prau yang mendunia itu, kawan!
Ikuti rangkaian kisah Catatan Pendaki di sini