"Penghuni Gelap" Gunung Prau

7 Januari 2017 15:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sunrise Gunung Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Berdirilah di puncak Prau saat fajar merekah. Kamu bakal terpesona sejauh mata memandang. Lanskap sunrise di puncak gunung itu disebut-sebut sebagai yang terbaik di seantero Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Dari ketinggian 2.565 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, mata berhadapan langsung dengan panorama eksotis rangkaian gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Lawu, hingga Slamet.
Melihat orkes kemegahan alam itu, sungguh memberikan kehangatan batin di tengah suhu dingin puncak Prau.
Pemandangan dari kawasan puncak Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Gunung Prau di Wonosobo amat populer di kalangan masyarakat Jawa Tengah dan para pendaki pemula. Ini karena trek pendakian gunung yang tergolong pendek dan mudah dilalui.
Pada hari-hari libur, camping area di puncak Prau bagai pasar yang amat ramai. Saking gaduhnya, sangat sulit untuk menemukan ruang landai sebagai lokasi mendirikan tenda.
Kawasan kemah di puncak Prau (Foto: Muhammad Abdurrasyid)
Tingginya animo masyarakat untuk menjelajah Prau otomatis berkontribusi terhadap perputaran perekonomian warga sekitar. Bermunculan warung-warung di sekitar basecamp, agen-agen travel yang bekerja sama dengan penduduk lokal, hingga uang kontribusi yang dibayarkan di jalur-jalur pendakian resmi.
ADVERTISEMENT
Namun tahukah kamu, di balik pesona dan pundi rezeki yang diberikan Prau kepada manusia, gunung itu memiliki masalah serius.
Prau punya “penghuni gelap” yang kerap melukainya. Sang penghuni gelap adalah: sampah.
Sampah Gunung Prau (Foto: Yaser Arafat/Pagar Alam )
Sampah menjadi penghuni gelap Prau yang sudah pasti tak diinginkan gunung tersebut. Sampah-sampah itu dibawa tangan-tangan manusia tak bertanggung jawab yang ingin mereguk keindahan Prau.
Sesampainya mereka di Prau, manusia-manusia itu meninggalkan sampah, dan sampah-sampah itu, sedikit demi sedikit menumpuk, menggunung.
Sampah selalu jadi masalah klasik yang menodai dan merusak keindahan kawasan wisata, tak terkecuali Prau.
Aksi bersih-bersih sampah yang dilakukan berbagai elemen masyarakat seperti komunitas pencinta alam, warga sekitar, dan pemerintah, tak mampu mengetuk hati para pendaki kotor.
Aksi bersih Gunung Prau (Foto: Yaser Arafat/Pagar Alam )
Meski aturan denda sudah dibuat pagi para manusia pembuang sampah sembarangan, tetap saja pengawasannya tak efektif. Aturan itu terus dilanggar.
ADVERTISEMENT
Tak ada tenaga pengawas yang cukup, dan para pendaki kurang aktif melaporkan para pembuang sampah sembarangan.
Sistem pengawasan sampah yang lebih efektif semestinya bisa dilakukan dengan mengecek (screening) jumlah barang pendaki. Jumlah barang yang dibawa turun harus sesuai dengan yang dibawa naik.
Screening telah diterapkan di Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Namun, denda yang diterapkan masih berbentuk sanksi edukatif.
Kadang pengawasan pun masih kurang ketat sehingga beberapa pendaki kotor masih bisa lolos.
Gunung Gede (Foto: Dok. Rista Sanjaya)
Tahun ini, rencananya pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani mulai memberlakukan sistem screening dengan pembayaran deposit Rp 500 ribu.
Bagi para pendaki yang hendak naik melalui jalur Sembalun atau Senaru, uang deposit akan dikembalikan jika mereka membawa turun semua barang yang dibawa naik, termasuk sampah yang dihasilkan selama pendakian.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan tahun yang baru, semoga sistem pengawasan sampah di Gunung Prau membaik dan mendapat mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat.
Semoga pula para pendaki kotor yang membawa calon-calon “penghuni gelap” di gunung-gunung, dapat perlahan musnah.
Gunung Ungaran (Foto: Muhammad Abdurrasyid/kumparan)
Ikuti rangkaian kisah Catatan Pendaki di sini