Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Sekretaris Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto buru-buru membuka amplop untuk Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi. Selembar cek keluaran BNI senilai Rp 2 miliar ada dalam amplop itu. Duit itulah yang jadi biang masalah kasus dugaan markup yang menyeret Pemuda Muhammadiyah .
ADVERTISEMENT
Kala itu, amplop yang dikirim Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah tersebut sampai ke meja staf Gatot sejak dua hari sebelumnya, dan Menteri Imam tengah berada di luar negeri. Maka pada Rabu (28/11), Gatot sengaja membuka amplop itu agar tak menjadi bola panas di kementeriannya.
“Kirim pakai surat, amplop tertutup, jadi terpaksa saya bilang ke staf, ‘Buka saja, nanti saya tanggung jawab. Saya yang akan mengatur ke Pak Menteri.’ Saya WhatsApp beliau (soal cek itu) dan sudah dibaca,” kata Gatot kepada kumparan di kantornya, beberapa jam setelah ia membuka amplop yang bikin geger itu.
Cek itu mestinya tak sampai ke Kemenpora. Duit Rp 2 miliar itu merupakan dana penyelenggaraan Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia untuk Pemuda Muhammadiyah di Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta pada 16-17 Desember 2017.
ADVERTISEMENT
Organisasi sayap kepemudaan Muhammadiyah itu mengembalikan uang jatahnya setelah polisi menduga ada dugaan markup. Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polda Metro Jaya mulai menyidik sejak Kamis (22/11), empat hari sebelum Pemuda Muhammadiyah mengirim cek ke Kemenpora.
Kepolisian memanggil sejumlah pihak seperti Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Kegiatan Pemuda Muhammadiyah Ahmad Fanani, Ketua Kegiatan GP Ansor Safaruddin, dan Bendahara Kemenpora Abdul Latif.
Pengembalian uang itu terasa aneh bagi Gatot. Sebab, Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Kemenpora 2017 oleh Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan bahwa dana kegiatan telah dialokasikan sesuai kontrak. Bahkan, menurut keterangan staf Kemenpora, Pemuda Muhammadiyah justru tombok Rp 700 juta.
Gatot ingin memastikan uang yang diributkan itu diperlakukan dengan benar. Seharusnya, uang itu dilaporkan ke BPK dan dikembalikan melalui mekanisme lain, yakni Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara.
ADVERTISEMENT
“Minta billing number―kalau ke kas negara mau setor, nomornya berapa. Uang disetor ke bank, dan kami tinggal terima tanda bukti. Jadi pengembalian dengan mekanisme (cek) itu enggak lazim,” kata Gatot.
Awalnya Gatot hendak membantu pengembalian uang itu. Tetapi dua hari setelah amplop berisi cek dibuka, Jumat (30/11), ia meminta Pemuda Muhammadiyah mengambil cek itu melalui kurir. Menurut Gatot, Kemenpora tidak mau dianggap menahan cek pengembalian yang tak sesuai prosedur.
Kemenpora memang pantas berhati-hati dengan uang Rp 2 miliar itu. Perkara duit Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia yang menyeret Pemuda Muhammadiyah itu tak hanya bergulir menjadi masalah hukum, tapi juga berkelindan dengan peristiwa politik.
Gagasan Kemah Kebangsaan berasal dari Menteri Imam. Ketika itu, usai Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, gesekan antar-kelompok terjadi di sana sini. Maka, Imam ingin dua organisasi pemuda dari ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, menunjukkan sikap rukun dengan menggelar acara bersama.
ADVERTISEMENT
Pada 3 September 2017, pucuk pimpinan ormas kepemudaan NU dan Muhammadiyah diundang untuk membicarakan rencana kegiatan bersama itu di rumah dinas Menpora, Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas datang ke Widya Chandra dan setuju menggelar acara bersama.
“Pak Imam mengatakan, bagaimana kalau kita kasih role model, karena kebetulan dua organisasi kepemudaan itu berpengaruh banget,” ujar Gatot.
Selanjutnya, GP Ansor dan PP Muhammadiyah melayangkan proposal untuk menggelar kegiatan bersama. Masing-masing organisasi mengajukan pendanaan Rp 2 miliar, dengan tambahan Rp 1,5 miliar untuk GP Ansor guna membiayai panitia teknis pelaksana.
GP Ansor dan PP Muhammadiyah lalu meneken perjanjian kerja sama dengan Kemenpora pada 27 November 2017 untuk menggelar Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia. Kedua organisasi juga sepakat akan mengerahkan masing-masing 10.000 anggota untuk hadir pada kegiatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kegiatan berjalan mulus. Pemuda Muhammadiyah mengerahkan 10.000 Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam). GP Ansor pun menurunkan anggotanya dengan jumlah yang sama.
Acara dihadiri Presiden Jokowi. Ia mendapat sambutan meriah. Jokowi didampingi Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X dan jajaran menteri kabinet seperti Menko Polhukam Wiranto, Menpora Imam Nahrawi, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Namun setahun setelah Kemah Kebangsaan sukses digelar, masalah muncul. Direktur Tipikor Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan mengatakan menerima aduan masyarakat pada November 2018 terkait acara itu. Laporan tersebut mereka tindak lanjuti, dan berujung ke dugaan adanya penggelembungan dana.
“Dari hasil penyelidikan, kami dapatkan dugaan penggunaan anggaran yang tak sesuai datanya,” kata Adi.
ADVERTISEMENT
Penetapan penyidikan atas anggaran Kemah Kebangsaan sempat menuai kontroversi, sebab polisi semula menyebut data awal penyidik mereka berasal dari audit BPK, padahal BPK―sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Kemenpora 2017―tidak menemukan masalah atas penyelenggaraan acara kemah itu.
BPK pun, menurut anggota BPK Achsanul Qosasi, belum pernah menerima permintaan audit khusus atas kegiatan Kemah Kebangsaan. Dan data LHP Kemenpora yang diperoleh kumparan memang tidak menuliskan soal cacat penggunaan dana penyelenggaraan Kemah Kebangsaan.
Polisi pun merevisi informasi. Menurut mereka, penyidikan berawal dari laporan masyarakat. Kepolisian juga baru akan melakukan gelar dengan BPK.
Hingga saat ini, polisi hanya mengatakan berpegang pada Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pemuda Muhammadiyah atas kegiatan Kemah Kebangsaan. Sementara LPJ milik GP Ansor yang diserahkan secara terpisah, tak bermasalah.
ADVERTISEMENT
Intinya: polisi hanya menemukan dugaan markup di LPJ Pemuda Muhammadiyah.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Argo Yuwono menyatakan, ada perbedaan antara laporan dengan temuan lapangan.
“Ada markup, misalnya dalam pengadaan kaus atau baju, ada perbedaan antara fakta dengan yang tertulis di LPJ,” kata Argo.
Ketua Kegiatan GP Ansor Safaruddin menceritakan, ia ditanya beberapa hal teknis detail terkait pengelolaan kegiatan kemah itu oleh kepolisian.
Penyidik menanyakan rincian LPJ dan mengonfirmasi hasil pemeriksaan mereka di lapangan. Misalnya, penggunaan anggaran Rp 3,5 miliar yang dikelola GP Ansor untuk pengerahan anggota mereka pada Kemah Kebangsaan.
Polisi juga mencocokkan data dengan temuan di lapangan. Pengerahan massa tentu terdata di Kodim dan Polres setempat.
ADVERTISEMENT
“Yang menjadi masalah sebenarnya Rp 3,5 miliar ini untuk apa saja, Rp 2 miliar untuk apa saja. Apakah laporan pertanggungjawaban (Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor) itu terkonfirmasi atau tidak,” kata Safar.
Duit Rp 2 miliar cair pada 11 Desember 2017, dan digunakan oleh GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah untuk memobilisasi massa, mulai membiayai akomodasi, transportasi, hingga konsumsi mereka.
GP Ansor menyatakan 10.000 lebih anggotanya benar-benar hadir pada Kemah Kebangsaan pada 16-17 Desember 2017, seperti kesepakatan semula. Sebaliknya, Pemuda Muhammadiyah mengalami kendala dalam mengerahkan massa.
Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Yogya, misalnya, tidak hadir. Mereka tengah sibuk dengan penanganan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda kawasan Gunung Kidul dan Imogiri pada 15 Desember 2017.
ADVERTISEMENT
Komandan Kokam Nasional, Mashuri Mashuda, juga tidak hadir karena mengikuti Aksi Bela Palestina di Monas.
Meski begitu, Sekjen Pemuda Muhammadiyah Irfannusir Rasman mengatakan, kuota 10.000 massa tetap dipenuhi organisasinya walau ada barisan Kokam yang absen.
Trisno Raharjo, pengacara Pemuda Muhammadiyah, menyebut terdapat beberapa masalah terkait kuitansi ganda dalam LPJ Pemuda Muhammadiyah. Kuitansi tersebut tertempel dalam LPJ, dan dikelompokkan dalam tanggal persiapan serta pelaksanaan.
“Apakah kuitansi itu keliru, kami harus mendapat keterangan yang pasti. Karena itu tidak bisa langsung disebut salah. Cuma kemungkinan memang ada penempelan ganda di dokumen LPJ,” kata Trisno.
Cacat dalam LPJ diakui oleh Dahnil Anzar yang saat itu menjabat Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah. Contohnya, tanda tangan Dahnil dalam laporan tersebut tidak asli, melainkan hasil scan.
ADVERTISEMENT
“Sejak awal saya sebutkan, pertama, saya tidak terlibat langsung secara teknis dalam kegiatan (Kemah Kebangsaan) itu. Tanda tangan saya di situ adalah tanda tangan scan yang tidak saya ketahui peruntukannya buat apa,” ucap Dahnil.
Persoalan sejumlah cacat LPJ itu mungkin jadi perhatian penyidik. Namun, Trisno meragukannya. Sebab soal laporan pertanggungjawaban macam itu menurutnya tak perlu sampai masuk ranah hukum.
Trisno tak mau buru-buru mengambil kesimpulan atas perkara Kemah Kebangsaan itu, karena LPJ yang ia pegang masih berupa salinan. Trisno pun tak ingin mendahului penjelasan kliennya.
Kemah Kebangsaan jadi perkara sensitif bagi Pemuda Muhammadiyah. Sampai-sampai mereka mengembalikan uang proyek tersebut. Ini juga soal harga diri, karena selama ini Pemuda Muhammadiyah berada di garis depan dalam memberantas korupsi.
ADVERTISEMENT
Dahnil yang tak terlibat langsung dalam kepanitiaan, misalnya, merasa nama baiknya ikut tercoreng. Padahal ia giat mendampingi Novel Baswedan dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK itu.
Semula saat duduk bersama Menteri Imam dan GP Ansor, ujar Dahnil, ia menyarankan untuk menggelar pengajian di lima kota. Namun usul itu ditolak. Selanjutnya ketika menerima tawaran untuk menggelar Kemah Kebangsaan, Dahnil mengatakan hanya berniat membantu Presiden Jokowi mendinginkan suasana politik usai Pilkada DKI Jakarta.
Saat itu, ia sebetulnya sudah mendapat pesan dari Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir untuk berhati-hati. Sekarang lebih-lebih, setelah Dahnil menjabat Juru Bicara Badan Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Serupa Dahnil, Fanani selaku Ketua Pelaksana Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia, mengatakan keterlibatan Pemuda Muhammadiyah―yang juga organisasinya―dalam acara kemah itu karena niat baik.
ADVERTISEMENT
Itu sebabnya Pemuda Muhammadiyah lebih baik mengembalikan semua duit negara itu jika menuai polemik. Tapi untuk soal masalah hukumnya, Fanani tak mau berkomentar.
“Sama kuasa hukum saja. Saya harus menahan diri dulu,” kata Fanani yang gagal meneruskan tampuk kepemimpinan Dahnil di Pemuda Muhammadiyah setelah kalah suara dari Sunanto alias Cak Nanto.
Soal kemah itu, kepolisian berpendapat kasus tetap berproses meski uang dikembalikan.
“Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapuskan kasus pidananya,” kata Direktur Tipikor Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan.
Dahnil dan para koleganya mungkin belum tenang. Maju mundur bisa tetap kena.