Anies soal Putusan MA: Melanggar karena Kebutuhan Dicarikan Solusi
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya dengan berdiskusi untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan pasal di Peraturan Daerah terkait penutupan jalan sebagai lahan berjualan pedagang kaki lima (PKL).
ADVERTISEMENT
"Yang melanggar karena keserakahan ditindak secara hukum. Yang melanggar karena kebutuhan harus diselesaikan solusi untuk kebutuhannya. Karena ada kebutuhan hidup. Jadi bukan sekadar kita melakukan penegakan hukum, tapi harus ada solusinya. Karena pelanggarannya bukan karena keserakahan, tapi pelanggaran karena kebutuhan," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).
Ia ingin Jakarta tumbuh sebagai kota yang memberikan kesempatan merata bagi seluruh rakyatnya. Tak hanya memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki ruang, namun juga rakyat kalangan bawah.
ADVERTISEMENT
"Jadi yang melakukan pelanggaran itu bukan hanya yang kecil dan miskin. Seringkali kalau pelanggaran pada yang kecil dan miskin ramai-ramai kita viralkan dan caci maki, tapi pelanggaran yang besar dan raksasa luput dari perhatian," ungkapnya.
"Penyedotan air tanah di Thamrin dan Sudirman tidak ada yang potret viral. Dan tak ada yang nuntut di MA. Tapi kalau rakyat kecil ada yang melanggar karena kebutuhan, ada yang melanggar karena keserakahan," imbuh Anies.
"Tapi prinsip bahwa aturan harus ditegakkan, itu harus tetap dipegang, karena itulah nanti diberikan solusinya. Karena itu bergeraknya bukan sekadar hukum saja. Semua kita datang ke Jakarta dari bawah mulainya. Justru Jakarta beri kesempatan naik ke atas. Jangan sampai sudah di atas, lupa kalau dulu pernah di bawah," tutupnya.
Untuk diketahui, MA memutuskan membatalkan salah satu pasal di Perda DKI Jakarta mengenai penutupan jalan untuk tempat berjualan bagi PKL, yang diajukan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Lantaran, aturan itu dinilai bertentangan dengan Undang-undang.
ADVERTISEMENT
Adapun aturan yang dimaksud yaitu Pasal 25 ayat (1) Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Pasal tersebut berbunyi, "Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima".
"Menyatakan Pasal 25 ayat (1), Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum bertentangan dengan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," kata majelis hakim yang dikutip dari laman MA.