Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perusahaan kertas dituding berada di belakang serbuan sampah plastik impor. Sampah itu diduga sengaja dimuat dalam kontainer bersama sampah kertas impor. Jumlah sampah plastik itu mencapai 10 hingga 30 persen dari muatan sampah kertas.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida membantah jika pelaku industri kertas melakukan penyelundupan sampah plastik. Keberadaan sampah lain dalam kontainer kertas bekas adalah lumrah.
Kertas bekas itu merupakan hasil pengumpulan sehingga sampah lain pasti terselip di dalamnya, seperti plastik, logam, dan tekstil. Ia menekankan jumlah sampah selain kertas dalam kontainer selalu memenuhi standar Institute of Scrap Recycling Industries (ISRI).
“Keberadaan bahan lain selain kertas seperti (plastik, logam, tekstil, dan lainnya) yang masih terbawa didalamnya tidak dapat dihindari, akan tetapi jumlahnya disesuaikan dengan standar ISRI,” jelas Liana melalui jawaban tertulis kepada kumparan yang dikirimkan pada Jumat lalu (5/7).
Lalu seperti apa kontrol APKI terhadap pelaku industri dan bagaimana penanganan sampah plastik impor dilakukan, berikut petikan wawancaranya.
Berbagai pihak mengatakan bahwa modus impor sampah ilegal dilakukan dengan menyelundupkannya dalam limbah kertas yang jadi bahan baku perusahaan pulp dan kertas. Bagaimana APKI menanggapi hal ini?
Industri kertas tidak melakukan penyalahgunaan izin impor kertas dengan menyelundupkan sampah, karena yang dibutuhkan adalah kertas daur ulang (waste paper) bukan limbah/ sampah lainnya sesuai dengan Permendag 31/ 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.
Namun karena waste paper merupakan barang hasil pengumpulan/ koleksi yang berasal dari berbagai sumber (komersial, industri, organisasi, dan residential) maka keberadaan bahan lain selain kertas seperti (plastik, logam, tekstil, dll) yang masih terbawa didalamnya tidak dapat dihindari, akan tetapi jumlahnya disesuaikan dengan standar internasional Institute of Scrap Recycling Industries (ISRI).
Beberapa perusahaan kertas terbukti menyelundupkan sampah plastik dalam limbah Non-B3 yang diimpor, apakah ada sanksi tertentu yang diterapkan oleh APKI terhadap perusahaan-perusahaan terkait?
Seperti yang telah disebutkan diatas adanya unwanted material atau limbah lainnya selain kertas yang masuk bersama impor waste paper tidak dapat dihindari karena merupakan hasil koleksi. Namun masih diperbolehkan dalam jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan internasional (ISRI) termasuk sampah plastik yang masih dapat didaur ulang dan dijual kembali untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
Sampah-sampah lainnya yang masih bisa dimanfaatkan telah diminta oleh masyarakat dan atau industri untuk digunakan sebagai bahan bakar. Kedepannya sampah-sampah lainnya tersebut harus dikelola oleh perusahaan sendiri, misalnya dibakar dalam incinerator (alat pembakar sampah) atau diserahkan ke pihak ketiga berizin yang semuanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Industri kertas senantiasa berupaya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memenuhi persyaratan ketentuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), Amdal, persyaratan baku mutu, dan lain sebagainya.
Namun apabila masih ada anggota APKI yang belum sepenuhnya mematuhi peraturan yang berlaku dan APKI menyadari hal tersebut maka akan dilakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas anggota APKI seperti kewajiban pengelolaan lebih lanjut dari unwanted material, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu alasan impor waste paper adalah kekurangan bahan baku kertas bekas untuk diolah menjadi brown paper. Boleh dijelaskan kondisi dan kebutuhan industri seperti apa?
Pengertian limbah harus lebih diperjelas, karena apabila barang/ limbah tersebut masih mempunyai nilai ekonomi, maka sesuai dengan prinsip-prinsip “Circular Economy” dan juga 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace) maka tidak ada pelanggaran dalam pemanfaatan waste paper untuk memproduksi kertas kemasan/packaging/industri dengan catatan mentaati semua peraturan perundangan.
Produksi kertas kemasan/kertas industri sekitar 6 juta ton dengan kebutuhan bahan baku kertas daur ulang mencapai 6,4 juta ton per tahun, dimana sekitar 50 persen berasal dari dalam negeri dan sisanya dipenuhi dari impor.
Pengelolaan sampah di Dalam Negeri tentunya juga harus dibenahi dengan menyediakan Recycling Centre di setiap kelurahan/ kecamatan, sehingga recovery rate kertas daur ulang meningkat dan impor dapat dikurangi.
Sejak kapan impor limbah ini berlaku? Apakah ada peningkatan penawaran dari negara-negara maju setelah China menolak menerima limbah mereka?
Sejak puluhan tahun yang lalu dan APKI juga setuju untuk melakukan perbaikan secara terus menerus tetapi tentunya secara tahap demi tahap, seperti halnya di China yang memerlukan waktu sekitar 10 tahun untuk sampai pada tahap unwanted material sekitar 0,5 persen. Jadi tidak 1-2 hari seperti membalikkan tangan.
APKI bersama semua pihak terkait dan bertanggung jawab setuju untuk menyusun suatu roadmap tentang kertas daur ulang di Indonesia.
Mengapa perusahaan memilih untuk impor limbah kertas bekas ini?
Karena sistem pengumpulan kertas bekas di dalam negeri belum maksimal, dilihat dari segi jumlah dan juga kualitas yang dibutuhkan industri kertas, sehingga hanya dapat memenuhi 50 persen kebutuhan waste paper dalam negeri. Oleh karena itu sistem pengumpulan kertas bekas di dalam negeri penting untuk dibenahi. Contoh yang dilakukan China adalah sebagai berikut.
Menteri Industri dan dan Informasi Teknologi Republik Rakyat China pada Januari 2017 menerbitkan panduan untuk mempercepat pengembangan industri sumber daya terbarukan dengan membangun:
Adakah upaya dari APKI agar impor limbah non-B3 yang dilakukan pabrik pulp & kertas agar tidak menjadi modus pengiriman sampah plastik?
Industri kertas memerlukan kertas daur ulang atau waste paper, dan bukan plastik. Apabila bahan baku yang diperlukan tersebut tercampur dengan plastik dan sampah-sampah lainnya, bukannya hal tersebut mengurangi ketersediaan bahan bakunya.
Tentunya akan merugikan, dalam hal kertas coklat/kemasan yang akan diproduksi menjadi berkurang, dan juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk mengelola sampah plastik dan lain-lain. Apa untungnya bagi industri kertas untuk melakukan hal tersebut.