Cerita Daun Pisang Pembungkus Daging Kurban di Pesantren Ath Thaariq

6 September 2017 13:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook Ibang Lukman)
zoom-in-whitePerbesar
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook Ibang Lukman)
ADVERTISEMENT
Perayaan Hari Raya Idul Kurban mungkin telah usai, akan tetapi ada beberapa cerita yang menarik untuk diceritakan. Salah satunya adalah cerita berkurban dari Pesantren Ath Thaariq di Garut, Jawa Barat yang sempat viral di media sosial beberapa waktu ini.
ADVERTISEMENT
Sepintas tidak ada yang berbeda dari proses kurban yang dilakukan di pesantren yang beralamat di Desa Sukagalih, Tarogong Kidul, Garut ini. Seperti pada umumnya mereka menyembelih hewan kurban dengan proses yang sesuai dengan anjuran.
Namun yang menarik adalah usai proses pemotongan hewan kurban. Alih-alih menggunakan plastik sebagai wadah seperti yang umum digunakan saat ini. Di pesantren Ath Thaariq, mereka menggunakan besek (baca: anyaman dari bambu) dan dilapisi daun pisang untuk mewadahi daging kurban yang akan dibagikan.
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook / Ibang Lukman)
zoom-in-whitePerbesar
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook / Ibang Lukman)
Dari keterangan Ibang Lukman selaku pendiri Pesantren Ath Thaariq, kebiasaan menggunakan wadah alami seperti bambu dan daun pisang ini sudah dilakukan sejak lama, terhitung 9 tahun lamanya sejak pesantren ini berdiri di tahun 2008.
ADVERTISEMENT
"Betul kami menggunakan wadah besek (anyaman dari bambu) dan daun pisang untuk tempat menyimpan daging kurban," beber Ibang saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Rabu (6/9).
Ibang menuturkan, sebelumnya di pesantren yang dia kelola ini hanya menggunakan daun pisang saja untuk wadah daging kurban. Namun karena semakin bertambahnya jumlah daging dan meluasnya area pembagian daging, akhirnya mereka menggunakan anyaman bambu untuk mewadahi daging kurban.
"Kalu dulu hanya pakai daun pisang, kemudian diikat pakai tali dari pohon pisang (gebog pisang). Tapi karena kemarin semakin jauh penyebaran dagingnya sampai ke plosok jadi kita pakai wadah dari bambu itu," tambah Ibang.
Lebih jauh Ibang menjelaskan, hal ini dilakukan sebagai bentuk interpretasi dari pesantren sendiri. Menurut Ibang sebagai pesantren yang berbasis ekologi, tujuan dari digunakannya bahan alami ini untuk mengajarkan anak-anak bahwa ekologi tidak hanya soal bertani atau berkebun saja.
ADVERTISEMENT
Ibang pun menambahkan, harapan dari program ini agar orang-orang semakin paham bahwa peduli ekologi itu tidak hanya bertani, tetapi juga harus disertai dengan tindakan yang linear, contohnya dengan melakukan infaq atau sedekah harus dibarengi dengan menjaga ekologi, jangan sampai membagi dan memberi tapi di sisi lain juga merusak ekologi.
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook Ibang Lukman)
zoom-in-whitePerbesar
Wadah daging kurban dari bambu dan daun pisang (Foto: Facebook Ibang Lukman)
Ibang kembali mengingatkan bahwa membungkus daging kurban dengan bahan alami seperti ini tidak berarti membuat nilai sedekahnya menjadi lebih besar, tetapi akan menjadi luar biasa lagi jika kita bersedekah sekaligus mengajarkan bagaimana menjaga lingkungan.
Intinya bersedekah sekaligus menjaga alam.