Demokrat Tolak Berkoalisi karena Tak Ingin Didikte Jokowi dan Megawati

26 Juli 2018 11:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Ulfa Rahayu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Ulfa Rahayu/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perseteruan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan petinggi PDIP semakin meruncing. Pernyataan SBY terkait gagalnya koalisi dengan Jokowi dijawab oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
ADVERTISEMENT
Hasto menyebut kegagalan koalisi itu karena faktor SBY yang hanya fokus mengusung anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk maju di Pilpres 2019.
Menanggapi hal itu, Wasekjen Demokrat Rachland Nashidik menilai apa yang disampaikan Hasto tidak tepat. Sebab, meski berbagai survei menempatkan AHY sebagai cawapres dengan elektabilitas tertinggi, partainya masih terbuka mendiskusikan figur lain.
"Hasto kurang baca dan tidak cukup cerdas. Sudah berulang kali ditegaskan di media, kendati berbagai survei melaporkan AHY memegang elektabilitas tertinggi sebagai cawapres, ini bukan berarti kami tak bisa berunding bagi figur lain," ujar Rachland ketika dihubungi, Kamis (26/7).
Sekjen PDIP saat Bawaslu lakukan sosialisasi pengawasan pencalonan Pileg dan Pilpres 2019 untuk PDIP di Kantor DPP PDIP. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PDIP saat Bawaslu lakukan sosialisasi pengawasan pencalonan Pileg dan Pilpres 2019 untuk PDIP di Kantor DPP PDIP. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Rachland menganggap Jokowi dan Megawati curang karena sampai detik ini mereka tidak mau mengumumkan siapa cawapres yang akan dipasangkan dengan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, taktik politik semacam itu bisa merusak demokrasi karena publik tidak diberi kesempatan untuk menilai kepantasan figur cawapres Jokowi. Bahkan, parpol lain diminta membebek saja mengikuti titah Jokowi dan Megawati.
"Demokrat menolak itu. Kami mau hubungan sejajar yang berdasar mutual respect. Kami mau pendapat dan suara kami juga didengar dan jadi bahan pertimbangan," ungkapnya.
Jokowi dan Megawati bahas Narasi Indonesia Raya (Foto: PDI Perjuangan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Megawati bahas Narasi Indonesia Raya (Foto: PDI Perjuangan)
Dengan demikian, jika Jokowi menghendaki Demokrat bergabung, maka cawapres yang akan dipilih perlu diberitahukan terlebih dahulu agar partai-partai bisa menilai dan menakar kepantasannya.
Misalnya, apakah figur itu mampu mengisi kekurangan-kekurangan Jokowi dalam bidang pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, atau kapabilitas dalam bidang-bidang lain yang membuat figur itu pantas.
"Tidak bisa Jokowi dan Megawati memanggil kami masuk, menyuruh kami diam dan ikut saja pada kehendak mereka, dengan iming-iming kursi kabinet bagi Demokrat. Kami harus diyakinkan bahwa pilihan yang diambil mereka benar," tutup dia.
ADVERTISEMENT