Direktur Operasional Sinar Mas V Didakwa Suap Anggota DPRD Kalteng

11 Januari 2019 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang dakwaan Direktur Operasional Sinar Mas V Wilayah Kalimantan Tengah Willy Agung Adipradhana dan dua penyuap Anggota DPRD Kalimantan Tengah di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Direktur Operasional Sinar Mas V Wilayah Kalimantan Tengah Willy Agung Adipradhana dan dua penyuap Anggota DPRD Kalimantan Tengah di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Direktur Operasional Sinar Mas V Wilayah Kalimantan Tengah, Willy Agung Adipradhana, didakwa menyuap sejumlah anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah senilai Rp 240 juta. Willy memberikan suap itu bersama dengan Teguh Dudy Syamsury Zaldy selaku Manager Legal PT Binasawit Abadi Pratama dan Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP), Edy Saputra Suradja.
ADVERTISEMENT
Pemberian suap itu terkait dengan fungsi pengawasan DPRD Kalteng agar tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Dalam RDP itu direncanakan membahas dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng, yang dilakukan PT BAP.
Terlebih PT BAP yang merupakan anak usaha Sinar Mas itu tidak memiliki Izin Hak Guna Usaha (HGU), Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH), serta belum adanya plasma di kawasan itu.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp 240.000.000,00 kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara," ujar jaksa KPK Budi Nugraha di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/1).
Kasus ini bermula pada September 2018 saat rapat paripurna DPRD Kalteng diperoleh informasi dari anggota DPRD dari Dapil II Kabupaten Kota Waringin Timur dan Kabupaten Seruyan. Laporan itu terkait adanya pencemaran lingkungan di Danau Sembuluh yang dilakukan oleh 7 perusahaan sawit, yang salah satunya adalah PT BAP.
ADVERTISEMENT
"Laporan tersebut disepakati untuk dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kalteng yang kemudian Bamus menghasilkan kesepakatan untuk melakukan pengawasan melalui Komisi B yang membidangi perekonomian dan sumber daya alam," ujar jaksa.
Sidang dakwaan Direktur Operasional Sinar Mas V Wilayah Kalimantan Tengah Willy Agung Adipradhana dan dua penyuap Anggota DPRD Kalimantan Tengah di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Direktur Operasional Sinar Mas V Wilayah Kalimantan Tengah Willy Agung Adipradhana dan dua penyuap Anggota DPRD Kalimantan Tengah di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Atas hasil Bamus tersebut, menurut jaksa, Borak Milton selaku Ketua Komisi B dan Punding Ladewiq H Bangkan selaku Sekretaris Komisi B DPRD mengusulkan kepada anggota Komisi B untuk melakukan kunjungan. Kunjungan itu dilakukan ke kantor PT BAP pada kantor Sinar Mas Group di Jakarta sebagai bentuk pengawasan.
Usulan kunjungan itu disampaikan Borak pada rapat paripurna DPRD dan disetujui oleh Reinhard Atu Narang selaku Ketua DPRD. Selanjutnya Reinhard menandatangani surat yang ditujukan untuk Dirut PT BAP perihal rencana kunjungan kerja itu.
ADVERTISEMENT
Willy yang mengetahui surat itu langsung menginformasikannya kepada Teguh Dudy bahwa akan ada pengawasan yang dilakukan Komisi B kepada PT BAP. Teguh yang mengetahui hal itu, langsung menghubungi pihak DPRD Kalteng agar menunda kunjungan mereka ke Jakarta.
Selanjutnya pada 27 September 2018 bertempat di Gedung Sinarmas Land Plaza, terjadi pertemuan antara perwakilan PT BAP dan Komisi B DPRD Kalteng. Di sela pertemuan itu, Teguh Dudy menghubungi Feredy selaku CEO PT BAP dan meminta uang Rp 20 juta untuk dibagikan kepada kepada masing-masing anggota DPRD sebesar Rp 1 juta dan Rp 500 ribu kepada staff Komisi B.
Manager Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaldy usai jalani pemerikasaan di gedung KPK, Senin (29/10/2018). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Manager Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaldy usai jalani pemerikasaan di gedung KPK, Senin (29/10/2018). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Teguh Dudy kembali meminta stafnya untuk memberikan uang Rp 20 juta kepada tim Komisi B saat mereka melakukan kunjungan ke perkebunan milik PT BAP pada 3 Oktober 2018. Namun pemberian itu ditolak mentah-mentah oleh Borak Milton.
ADVERTISEMENT
Edy Saputra yang mendapat laporan Willy atas penolakan uang itu, langsung meminta Willy agar memberitahukan kepada Teguh Dudy untuk merangkul teman dari Komisi B DPRD Kalteng. Atas perintah Edy, Willy pun menghubungi Borak agar mau membuatkan jadwal pertemuan antara PT BAP dan Komisi B DPRD Kalteng.
Atas perintah Edy, terjadilah pertemuan antara Willy, Teguh Dudy, Borak Milton dan sejumlah anggota Komisi B lainnya di Cafe Excelso di Palangka Raya.
Dalam pertemuan itu Willy dan Teguh meminta kepada anggota Komisi B untuk meluruskan pemberitaan di media massa terkait PT BAP. Tak hanya itu, keduanya juga meminta kepada anggota DPRD Kalteng agar tidak melakukan RDP terkait pembahasan pencemaran lingkungan, hal itu pun diamini Borak.
ADVERTISEMENT
Atas permintaan PT BAP, Punding Ladewiq H Bangkan selaku Sekretaris Komisi B DPRD pun mematok harga Rp 300 juta kepada Borak. Borak pun memutuskan nantinya akan ada jatah Rp 20 juta untuk 12 anggota DPRD sehingga total permintaan sebesar Rp 240 juta.
KPK tahan Direktur PT Binasawit Abadi Pratama sekaligus  Wakil Dirut PT Sinar Agro Resources and Technology, Edy Saputra Suradja.  (Foto: Adim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
KPK tahan Direktur PT Binasawit Abadi Pratama sekaligus Wakil Dirut PT Sinar Agro Resources and Technology, Edy Saputra Suradja. (Foto: Adim Mugni/kumparan)
Edy yang mendapatkan laporan dari Teguh soal permintaan Borak langsung melaporkannya kepada Jo Daud Dharsono selaku Komisaris Utama PT BAP. Tak berpikir lama, Jo menyetujuinya.
Setelah uang diterima, Teguh memerintahkan Tirra Anastasia Kemur untuk memberikan Rp 240 juta itu kepada salah seorang anggota Komisi B bernama Edy Rosada di pusat nasi bakar food court Sarinah.
Atas perbuatannya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Terhadap dakwaan tersebut, Maqdir Ismail selaku kuasa hukum dari ketiga terdakwa menyatakan untuk tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa KPK itu, sehingga sidang langsung dilanjutkan ke pemeriksaan saksi pada pekan depan.