Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gegap Kemerdekaan Tersiar di Kalimantan dari Radio Rumahan
17 Agustus 2018 13:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Dibalut rasa ketakutan, rakyat Kalimantan terlambat tahu soal proklamasi kemerdekaan di Jakarta. Jepang merintangi rakyat dari segala sumber informasi, seperti mendengarkan siaran radio.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi larangan ini tak diindahkan oleh seorang pemuda bernama M. Sukandar. Ia diam-diam memiliki radio di kediamannya di Jalan Prof Melan (kini Jalan Merdeka), Pontianak, Kalimantan Barat. Lewat radio miliknya, Sukandar kerap mencuri kesempatan untuk mendengarkan siaran radio dari San Fransisco, Amerika Serikat, dalam Bahasa Indonesia.
Pontianak
Pada 18 Agustus 1945 malam, Sukandar mendengar kabar bahwa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya. Kala itu ia belum berani untuk segera menyebarluaskannya ke orang sekitar karena takut diancam Jepang.
Namun karena merasa berita itu sangat penting, secara sembunyi-sembunyi Sukandar menyampaikannya kepada sejumlah kawan terdekat.
Menanggapi kabar kemerdekaan Indonesia, Sukandar dan pemuda lain mengadakan pertemuan walau Jepang masih bercokol di Pontianak. Pertemuan yang dihadiri mantan Kaigun dan Heiho itu digelar di rumah Jayadi Saman pada 15 September 1945.
ADVERTISEMENT
Rapat tersebut menghasilkan pembentukan Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI). Dalam pertemuan awal itu PPRI mengeluarkan tiga peringatan kepada Jepang yang berisi:
1. Kalimantan Barat adalah wilayah Republik Indonesia
2. Kalimantan Barat hanya patuh kepada Republik Indonesia
3. PPRI mengangkat Asikin Nour selaku Residen RI untuk Kalimantan Barat
Tiga poin itu langsung disebarluaskan ke seluruh pelosok Kalimantan Barat melalui kantor pos dan telepon. PPRI juga menugaskan utusan ke daerah-daerah serta menyiarkan proklamasi melalui telegram dan telepon.
Selain itu para anggota PPRI juga bahu-membahu dalam mengumandangkan semangat kemerdekaan dengan cara memanfaatkan pemancar radio Jepang untuk menghubungi para pejuang di Jawa. Lewat cara ini mereka sekaligus memperkenalkan organisasi perjuangannya di Pontianak.
ADVERTISEMENT
Ketapang
Jika di Pontianak siaran proklamasi bisa diterima melalui radio San Fransisco, lain halnya di Ketapang yang diterima melalui pejuang bernama Abdul Halim. Sekembalinya ia dari Jawa pada 24 Agustus 1945, Abdul Halim mengatakan bahwa Indonesia telah resmi dinyatakan merdeka oleh Sukarno dan Hatta.
Setelah mendengar kabar dari Abdul, para pejuang di Ketapang secara diam-diam mempersiapkan organisasi perjuangan. Mereka membentuk organisasi-organisasi perjuangan seperti Barisan Pengawal Kemerdekaan dan Barisan Pembela Proklamasi.
Singkawang
Sedangkan di Singkawang, berita proklamasi beredar secara tersembunyi di kalangan tokoh pejuang saja. Kepastian tentang kemerdekaan baru diketahui rakyat pada 2 Oktober 1945 dari Ya’ Achmad Dundi, salah seorang utusan organisasi PPRI di Pontianak.
Cukup lamanya berita proklamasi tersiar di Singkawang disebabkan sulitnya menjalin hubungan serta terjadinya perlawanan terhadap Belanda di Pontianak. Namun setelah mendengar berita tersebut, seorang pemuda bernama Wan Abbas mengajak para tokoh pejuang berkumpul guna menyambut dan menegakkan kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Sintang dan Nanga Pinoh
Lain lagi di daerah Sintang. Pada 18 Agustus 1945 di halaman Onderafdeeling Nanga Pinoh diadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih oleh Bunken Kanrikan (petugas manajemen prefektur) yang diiringi lagu Indonesia Raya serta mengemukakan Indonesia telah merdeka.
“Tentara Jepang seluruhnya akan meninggalkan Nanga Pinoh menuju Sintang dan kemungkinan besar tidak kembali lagi. Peliharalah semangat perjuangan pemuda-pemudi Nanga Pinoh dan kalian akan merdeka,” serunya, seperti dikutip dari Sejarah Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat 1908-1950 oleh Pemda Tingkat 1 Kalbar (1991).
Di akhir upacara ia minta kepada peserta untuk menyerukan “merdeka”.
Kendati demikian, rakyat masih bertanya-tanya apa yang terjadi dan mengapa Jepang meninggalkan Nanga Pinoh yang selalu dipertahankan sebagai pemasok karet di Kalimantan Barat. Rakyat juga tidak percaya pernyataan Jepang karena belum mendengar berita proklamasi dari mulut seorang pribumi.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan rakyat baru terjawab pada 15 Oktober 1945 ketika beberapa pemimpin Nanga Pinoh dan Sintang melalui radio telah mengetahui bahwa Indonesia merdeka. Berita ini diperkuat lagi oleh informasi yang dibawa H.M. Yusuf Aris dari Sumatera Barat pada Desember 1945 dengan membawa majalah yang memuat teks proklamasi.
Seorang pemuda bernama Ade Johan lantas memutuskan untuk menggalang kekuatan rakyat dengan mendirikan Badan Organisasi Pejuang Merah Putih bersama Sultan Jalaludin, Usman Ando, dan Usman Samad Baduwi.
Sambas
Menurut keterangan Tan Moch Saleh, masyarakat Sambas telah mengetahui Indonesia merdeka pada minggu ketiga Agustus 1945. Berita proklamasi telah diketahui oleh beberapa penduduk di Sambas melalui siaran radio Serawak.
Namun begitu, berita ini belum tersebar luas karena Jepang masih berkuasa di Sambas. Penduduk takut kepada Jepang yang sadis bila mengetahui rakyat akan bergerak.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini tak berlangsung lama karena semangat rakyat untuk menyambut kemerdekaan memuncak saat Zainuddin Nawawi dan Gifni Ismail, pemuda Sambas yang datang dari Pontianak, menyampaikan berita Indonesia merdeka. Salah satu cara penyambutan proklamasi ialah didirikannya organisasi perjuangan bernama Persatuan Bangsa Indonesia Sambas (PERBIS) pada 23 Oktober 1945.
-----------------------------------------------------------------
Simak ulasan lengkap Gaung Proklamasi dengan follow topik Penyelamat Proklamasi . Story-story akan kami sajikan pada Kamis (16/8) hingga Sabtu (18/8).