Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Proklamasi di Bandung: Potong Tumpeng dan Mencuri Senjata Jepang
17 Agustus 2018 10:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Ini menarik. Seperti dikisahkan Hanifah dalam Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang, sekelompok masyarakat di Ciparay, Bandung, Jawa Barat, akhirnya berani menempelkan bendera merah-putih di rumah-rumah dan gedung-gedung usai Proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan. Potong tumpeng dan doa ikut dimasukkan ke dalam keceriaan itu.
ADVERTISEMENT
Luar biasa, pikir mereka. Revolusi ternyata memang benar-benar ada, Bung!
Ada pula kisah-kisah heroik lain yang sebetulnya begitu banyak, tapi tak semua tercatat dan terekam. Salah satunya, datang dari sejumlah warga Bandung, Ipik Gandamana, Wedana Ujung Berung, bersama Rusbanda Ardiwijaya.
Dalam catatan yang dimuat MacTurnan Kahin, usai mendengar Proklamasi, mereka mendatangi gedung penyimpanan senjata milik Jepang di Dayeuhkolot.
Tentara-tentara Jepang, dilobi agar mereka mau menyerahkan senjatanya yang tersimpan di gudang, dan diserahkan untuk Indonesia. Toh, Indonesia sudah merdeka, kan?
Padahal, sih, lobi itu cuma akal-akalan mereka semata. Di belakang bujukannya, sekelompok pemuda lain tengah menyelinap melalui pintu belakang dan membongkar gudang tersebut. Satu persatu senjata milik Jepang itu dirampas diam-diam.
ADVERTISEMENT
***
Semacam obor yang terus menyala bak diterima berantai, kabar Proklamasi tak berhenti digenggam dari satu tangan ke tangan pemuda lainnya. Genggaman itu kian hangat, menguat, menyatukan tujuan Indonesia pada 1945: Merdeka dari kolonialisme dan segala hal berbau penjajahan.
Berita Proklamasi akhirnya tiba di Bandung. Pada hari dan tak lama setelah kabar kemerdekaan itu menggema di Pegangsaan Timur Nomor 56, 17 Agustus 1945, siang hari.
Tak heran. Bandung, sejak zaman Belanda, memang memiliki studio pemancar yang kecanggihannya patut diacungi tiga-empat jempol.
Sebut saja Telepoonken, yang berubah nama menjadi Nederland Indishe Radio ommenlanden (NIROM)--menyambungkan komunikasi Belanda dengan sekutu semasa Perang Dunia I.
Sejak berada di tangan Jepang, NIROM direbut menjadi kekuatan Dai Nippon, yang diubah menjadi Hoso Kanri Kyoku Bandung.
ADVERTISEMENT
Merujuk McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia, Hoso Kyoku Bandung menjadi satu-satunya wilayah yang memiliki pemancar radio berkekuatan besar.
Oke, kembali ke 17 Agustus 1945. Usai menerima pemberitaan Proklamasi dari Jakarta Hoso Kyoku sekitar pukul 11.15, pemuda radio Jakarta meminta bantuan Hoso Kyoku Bandung mengirimkan mikrofon ke Jakarta.
Penyebaran Proklamasi di Kota dan Kabupaten Bandung dilakukan melalui media radio, koran, selebaran, dan mulut-mulut rakyat. Euforia menjadikan semangat mereka kian bergelora --membayangkan keluar rumah tanpa harus takut diintai kempeitai (polisi militer Jepang).
Kekuatan Jepang kala itu sudah setengah badan. Taringnya sudah tidak tajam. Maklum, baru saja dikalahkan Amerika Serikat dan sekutunya lewat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, juga serangan-serangan lain sejak akhir 1942 hingga 1945 --menjadikan wilayah jajahannya berhasil direbut dan diduduki sekutu.
ADVERTISEMENT
Apalagi tiga hari sebelum 17 Agustus, Jepang sudah menyerah tanpa syarat. Kekalahannya bocor ke mana-mana.
Setelah menerima berita dari Kantor Berita Domei Jakarta, teks proklamasi diterima langsung oleh Kantor Berita Domei di Bandung, disalin dengan huruf-huruf besar, lalu ditempelkan pada papan tulis di depan Kantor Domei Jalan Dago Bandung (sekarang Juanda).
Domei Jakarta juga mengirimkan berita proklamasi ke redaktur harian Tjahaja melalui telegram. Oleh sang redaktur, Barry Rukmana, teks itu disalin dengan huruf cetak besar-besar dan ditempelkan pula di depan kantornya.
Sudah diakui di mana-mana, pemancar radio Bandung Hooso Kyoku melalui Stationcall Radio Republik Indonesia, ikut andil mendengarkan siaran proklamasi yang diputar pukul 19.00-21.00 waktu Jawa.
Saat itu, proklamasi diputar dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris --yang ditutup dengan lagu Indonesia Raya--
ADVERTISEMENT
“Adalah Sakti Alamsyah, tokoh yang mengumandangkan berita proklamasi dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris lewat Hoso Kyoku Bandung. Dan itu didengar hingga seluruh dunia saking kuatnya pemancar di Bandung,” ujar Guru Besar Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Padjajaran, Reiza Dienaputra, saat dihubungi kumparan.
Lalu, gaung proklamasi tak berhenti di situ. Malam harinya, para pemuda Radio Bandung bersama Pos Telepon dan Telegraf, mengambil allih pemancar di Palasaro (Dayeuh Kolot) Bandung, dan menyiarkan kembali Proklamasi dari Radio Tegallega.
Bukan hanya dari pemancar radio semata. Kabar kemerdekaan juga masif diberitakan melalui selebaran-selebaran dan koran Tjahaja. Menurut Reiza, Barry Lukman adalah tokoh pemuda yang sentral.
“Dia juga orang yang berani mengibarkan bendera Merah Putih di Gedung Dennis Bandung (sekarang BJB Bandung) sehari setelah kemerdekaan, setelah kita memiliki presiden dan wakil presiden, 18 Agustus 1945,” tutur Reiza lagi.
Euforia masyarakat di Bandung begitu beragam. Salah satunya datang dari Pak Oyin.
ADVERTISEMENT
Pak Oyin adalah salah seorang pejuang Bandung Barat yang gigih dan vokal memimpikan Indonesia merdeka. Mengutip Sejarah Kota Bandung Periode Revolusi Kemerdekaan, Pak Oyin, yang terheran-heran, tentu tak percaya begitu saja Indonesia telah mengumumkan kemerdekaan.
“Bak mimpi di siang bolong,” begitu katanya, seperti ditulis Ekadjati dalam bukunya.
Bergerak ke Kabupaten Bandung, Kecamatan Ciparay, masyarakat menerima berita tersebut dari mulut ke mulut dan juga sisran radio.
Sama seperti Pak Oyin, salah seorang pemuda lainnya, Rukman Pradja, yang kesehariannya bekerja di Pabrik Beras Ciheulang, menceritakan bagaimana perasaannya dan teman-teman sekerjanya saat mendengar kata ‘Proklamasi ’.
"Apa itu Proklamasi?"
"Apa itu merdeka?"
Oh… Proklamasi maksudnya pengumuman. Proklamasi Kemerdekaan, berarti mengumumkan kemerdekaan, begitu?
ADVERTISEMENT
Usai dijelaskan pemuda pejuang, Rukman baru tersadar dan memekikkan kata ‘merdeka’ berulang kali. (Diambil dari Sejarah Lisan Hizbullah Cirebon dan Laskar Rakyat Priangan karya Ekadjati).
Berita Proklamasi terus tersebar ke daerah lain.
------------------------------------
Simak ulasan lengkap Gaung Proklamasi dengan follow topik Penyelamat Proklamasi . Story-story akan kami sajikan pada Kamis (16/8) hingga Sabtu (18/8).