Golput Bikin Takut

4 Februari 2019 11:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Lipsus kumparan: Golput Bikin Takut. Foto: Herun Ricky/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lipsus kumparan: Golput Bikin Takut. Foto: Herun Ricky/kumparan
Alghiffari Aqsa tak habis pikir mendengar ancaman pidana yang dialamatkan kepada rekannya cuma gara-gara cuitan golput. Beberapa orang bahkan meminta kartu nama mantan Direktur LBH Jakarta itu. Katanya, untuk berjaga-jaga jika unggahan mereka tentang golput dilaporkan ke Kepolisian.
“Ada ancaman. Bahkan ada yang mengirimkan pesan ke saya lewat (direct message) Twitter bahwa dia diancam akan dipidanakan kalau mengampanyekan golput,” ujarnya kepada kumparan di Bekasi, Rabu (30/1).
Banyaknya salah kaprah dalam memahami golput ini kemudian mendorong ia bersama pegiat hukum dan hak asasi manusia lainnya menjelaskan kepada publik bahwa golput bukan pelanggaran hukum.
Di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Cikini, Rabu (23/1), digelarlah konferensi pers bertajuk Golput Itu Hak dan Bukan Tindak Pidana.
“Masyarakat harus tahu bahwa hak untuk memilih, dipilih, atau hak memilih untuk tidak memilih merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang dilindungi konstitusi, Undang-Undang HAM Pasal 23, dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik Pasal 25,” kata Alghiffari.
Alghiffari Aqsa, Advokat Publik. Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan
Percakapan soal golput menguat di media sosial, terutama Twitter, tak lama setelah debat capres digelar, Kamis (17/1). Persoalan performa debat dan kabar rencana pembebasan tanpa syarat narapidana teroris Abu Bakar Ba’asyir menjadi pemantik riuh rendah perbincangan golput. Volume percakapan golput naik tiga kali lipat hingga 15.187 kali.
Menurut analis media sosial Ismail Fahmi, dalam kurun 17-30 Januari 2019 ada lima isu yang memperkuat sentimen golput: Ahok, pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, hukum dan HAM, remisi Susrama—dalang pembunuhan wartawan Bali, dan akun shitpost pemilu Nurhadi-Aldo.
Berdasarkan data Drone Emprit, peranti analisis media sosial milik Ismail Fahmi, isu-isu terkait golput lebih ramai dibincangkan di kubu pendukung petahana. Sementara di kubu pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, topik golput lebih sepi dibicarakan, bahkan dimainkan dengan nada positif.
“Kubu pendukung pasangan nomor urut 02 juga bicara soal golput. Tapi tidak terlalu besar, relatif kecil. Warnanya hijau, sentimennya relatif positif. Tetapi di kubu pendukung calon nomor urut 01, ada percakapan yang luar biasa,” ujar Ismail saat berbincang dengan kumparan di kediamannya, Kamis (31/1).
Dari ribuan percakapan tiap harinya, topik Ahok menyumbang 31 persen dari total volume topik golput. Pada masa jelang bebasnya mantan gubernur DKI Jakarta itu, ingatan akan imbauan ‘jangan golput!’ digemakan kembali.
Surat ajakan Ahok agar masyarakat tidak golput. Foto: Twitter/@basuki_btp
Setidaknya sudah dua kali Ahok menulis surat imbauan agar pendukungnya tidak golput. Dalam surat pertama tanggal 4 Mei 2018, Ahok menyampaikan pesan “Tidak boleh golput, tetap pilih Ahok dan sahabatnya.”
Surat kedua disampaikan Ahok beberapa hari sebelum ia bebas dari penjara.
"Saya mengimbau seluruh Ahokers jangan ada yang golput. Kita perlu menegakkan empat pilar bernegara kita, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI dengan cara memiliki partai politik yang mau menegakkan empat pilar di atas, di seluruh Indonesia," tulis Ahok.
Menurut sumber kumparan dari kalangan Ahoker, surat itu ditulis atas permintaan politisi PDIP Djarot Saiful Hidayat yang juga kawan Ahok. Namun hal tersebut dibantah langsung oleh Djarot. Ia mengatakan surat itu murni inisiatif Ahok.
“Nggak, itu nggak bener. Surat itu murni dari beliau (Ahok) sendiri,” tegasnya kepada kumparan, Minggu (3/2).
Pendukung Basuki Tjahaja Purnama memberikan dukungan di luar LP Cipinang Jakarta, (9/5/2017). Foto: AFP/Goh Chai Hin
Ahoker yang tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, surat imbauan jangan golput dari Ahok tidak serta-merta akan dipatuhi. Alasannya, ada beberapa sikap dan kebijakan Jokowi yang telanjur mengecewakan mereka.
Kekecewaan pertama karena terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Ma’ruf dianggap sebagai ulama konservatif yang ikut berperan memenjarakan Ahok dengan menjadi saksi ahli dalam persidangan Ahok.
Akibatnya, Ahoker serta sebagian pendukung Jokowi dari kaum pluralis kecewa dan berniat akan memboikot Jokowi pada Pemilu 2019.
Ketua Umum MUI Maruf Amin menjadi narasumber dalam Forum Merdeka Barat 9. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menurut data Drone Emprit, percakapan golput setelah terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai cawapres di media sosial meningkat pesat. Saat itu, topik golput terekam dibicarakan 36,2 ribu percakapan di media sosial.
Kekecewaan berikutnya timbul setelah isu pembebasan tanpa syarat Abu Bakar Ba’asyir. “Rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir jadi sarana terbaik untuk kasih peringatan ke Jokowi. Kalau tetap dilakukan maka, OK, we (Ahoker) out,” ujarnya.
Rasa kecewa kian bertambah setelah Dewan Penasihat Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Romahurmuziy, tampil di CNN TV, Kamis (24/1), mengeluarkan pernyataan agar Ahok tidak ikut meramaikan kampanye.
“Ada kesan saat mau dukung Jokowi, lalu tiba-tiba parpol pendukungnya seperti Romy (Rommahurmuziy) Ketum PPP katakan, ‘Ahok enggak usah dukung Jokowi’. Ya dampaknya makin besar,” imbuhnya.
Sementara percakapan golput terkait isu pembebasan Abu Bakar Ba’asyir juga menyita perhatian publik. Di media sosial, isu ini dibincangkan sebanyak 3.268 kali (22 persen) dan mengandung sentimen negatif terhadap Jokowi.
Infografik Potensi Golput 2019. Foto: Basith Subastian/kumparan
Gelombang percakapan golput disusul isu lain seperti pemberian remisi untuk Susrama, dalang pembunuhan wartawan di Bali, dan unggahan akun shitpost Nurhadi-Aldo berupa kritik satire terhadap cara kampanye masing-masing pasangan calon.
Pemerintah bukannya tidak bereaksi menghadapi bergulirnya perbincangan golput secara offline ataupun online.
Selang sebulan setelah masing-masing cawapres terpilih, 18 September 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Bela Negara Tahun 2018-2019.
Ilustrasi surat suara Paslon Capres dan Cawapres. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Salah satu poin yang tertera dalam Inpres tersebut adalah pandangan bahwa golput merupakan ancaman faktual negara.
Meski Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ifdhal Kasim, membantah pemerintah khawatir dengan menguatnya isu golput, ia tak menampik Inpres Rencana Aksi Bela Negara dibuat untuk merespons arus kampanye golput yang bergulir di tengah masyarakat.
“Peraturan itu lebih bersifat ke dalam (pemerintah). Itu strategi nasional yang diimplementasikan ke lembaga-lembaga negara. Usaha pemerintah membangun kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilih, karena ada arus di masyarakat yang mengampanyekan golput,” kata Ifdhal.
Infografik Potensi Golput 2019. Foto: Basith Subastian/kumparan
Pasca-Reformasi 1998, angka golput memang meningkat. Pemilih yang golput memutuskan tidak memilih salah satu calon atau tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Pada masa Orde Baru, golput merupakan gerakan protes terhadap sistem pemilu yang semu dengan cara mencoblos bagian putih pada surat suara.
Sementara pasca-Reformasi, terdapat berbagai alasan atau cara untuk tidak memilih. Mulai dari persoalan administrasi kependudukan seperti tidak terdaftar di TPS, malas karena merasa hasil pemilu tidak berdampak apa pun, atau sebagai bentuk protes karena kandidat pemimpin yang tampil di muka umum dinilai tidak layak dan tidak mewakilinya.
Fenomena lahirnya tokoh sipil baru seperti Jokowi pada Pemilu Presiden 2014 tidak juga menekan angka tidak memilih di masyarakat. Partisipasi pemilih di Pemilu 2014 justru salah satu yang terendah, yakni 70,9 persen.
Pemilu 2014. Foto: AFP/Adek Berry
Walau beberapa pekan terakhir tren percakapan golput menguat, Direktur Eksekutif PoliticaWave Yose Rizal menganggap volume percakapan soal golput masih tergolong kecil.
Menurut data PoliticaWave, percakapan golput memang sempat menguat usai debat capres 17 Januari, dan mencapai angka tertinggi pada 21 Januari dengan 5.533 percakapan. Namun saat menyentuh rekor tertinggi itu, 51 persen percakapan terkait golput justru berisi imbauan untuk tidak golput.
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan secara elektoral meningkatnya isu golput di media sosial hanya memiliki imbas terbatas kepada kedua pasangan calon.
Dampak golput akan bergantung pada konteks wilayah dan isu. Golput akan merugikan pasangan petahana jika berlangsung di kantong-kantong pendukung Jokowi seperti Jawa Tengah. Sebaliknya, golput akan menggerus suara pasangan Prabowo-Sandi jika jumlahnya tinggi di Aceh maupun Sumatera Barat yang menjadi salah satu basis kubu 02.
Ilustrasi pemilu. Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Di samping itu, golput juga berpotensi meningkat ketika terdapat blunder politik dan kebijakan pemerintah yang krusial. Contohnya isu pembebasan Abu Bakar Ba’asyir dan pemberian remisi terhadap Susrama yang membuat kelompok pluralis dan moderat kecewa.
“Tapi kalau bicara kasus HAM sifatnya segmented. Aktivis HAM, social influencer, itu jumlahnya terbatas. Tetapi betul Jokowi akan kehilangan jubir dan akan kehilangan komunitas pendukung,” kata Yunarto.
Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, menyadari tidak semua pihak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi. Ia tidak mempersoalkan pilihan masyarakat yang kecewa hingga berujung golput.
“Di alam demokrasi, golput tidak masalah. Cuma kewajiban moral kita harus mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya,” ujarnya.
Untuk menangkal golput, Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf menyusun strategi kampanye ke kantong-kantong yang diprediksi memiliki angka golput dan pemilih bimbang relatif tinggi. Mereka optimistis angka partisipasi Pemilu 2019 akan lebih tinggi dibanding 2014.
Kertas pemilu 2014. Foto: AFP/Adek Berry
“Kami berkampanye ke kantong-kantong yang diprediksi (banyak) golput dan undecided voters. Mengampanyekan pentingnya mengikuti pemilu bagi masa depan bangsa, dan juga bagi diri sendiri,” kata Karding.
Sementara Direktur Program TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Aria Bima, menduga isu golput sengaja digulirkan oleh lawan politik untuk menggerus suara petahana.
“Wacana golput itu hanya dari pasangan 02 yang nggak jelas juntrungannya. Wacana itu sengaja dibangun untuk menggiring seolah-olah golput berkembang,” ucapnya di Posko Cemara, Media Center Jokowi-Ma’ruf di Menteng, Jakarta Pusat.
Tudingan itu dibantah Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Ahmad Riza Patria. Ia menyatakan, kubu Prabowo justru ingin angka golput berkurang, sebab tingginya angka golput juga merugikan calon presiden dan wakil presiden mereka.
“Golput merugikan kita semua. Kalau golput naik, pasangan calon mana pun dirugikan,” kata dia.