Herry, Pengemudi Ojek Khusus Pria di Bandung yang Tak Patok Tarif

11 Juli 2019 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Herry Prihamdani, pria asal Bandung yang buka jasa ojek khusus pria tanpa mematok tarif. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Herry Prihamdani, pria asal Bandung yang buka jasa ojek khusus pria tanpa mematok tarif. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah ramainya layanan ojek online yang semakin bersaing, pria asal Kota Bandung ini memilih jalan yang berbeda sebagai penyedia jasa layanan ojek. Dia adalah Herry Prihamdani (34). Herry memilih cara yang berbeda dibanding penyedia jasa layanan ojek lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam usaha pencarian nafkahnya, dia tidak mematok tarif bagi penumpangnya dan mengkhususkan penumpang hanya dari kalangan kaum adam saja. Sehari-hari, Herry menunggangi kendaraan sepeda motor jenis matic untuk mencari penumpang.
Di sepeda motor yang ia gunakan, ia memasang papan kayu persegi panjang yang ditempeli kertas putih bertuliskan keterangan bahwa dirinya tidak mematok tarif dan hanya bersedia mengangkut penumpang laki-laki.
Herry menjelaskan, pilihan untuk menjadi tukang ojek bermula ketika dirinya memutuskan untuk pulang ke Bandung setelah lama bekerja di Jakarta. Setibanya di Bandung, Herry sempat menjalani pekerjaan dengan membuka usaha sepatu dan berniat bekerja di beberapa perusahaan namun gagal karena usianya tak lagi muda. Sejak pertengahan Juni lalu, Herry menjalani profesi ini.
ADVERTISEMENT
Herry pun sempat mencoba peruntungan dengan melamar ke beberapa perusahaan ojek online tapi juga gagal karena pendaftaran telah ditutup. Tentunya, ada alasan bagi Herry melakukan pekerjaan sebagai tukang ojek khusus laki-laki dan tak mematok tarif tertentu. Herry menjelaskan, ia ingin mencari rezeki dan menafkahi istri dan keluarganya dengan cara halal dan sesuai dengan syariat Islam.
Herry Prihamdani, pria asal Bandung yang buka jasa ojek khusus pria tanpa mematok tarif. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Kita sebagai laki-laki harus menafkahi istri, itu sudah kewajiban. Akhirnya saya berpikir, kenapa misalkan kita tidak menciptakan saja yang sesuai keinginan kita. Kita bukan perusahaan yang harus ada aturan. Akhirnya saya coba bikin ini (ojek pria). Itu Allah yang berikan idenya," kata dia ditemui di Masjid Pusdai, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (11/7).
Herry menjelaskan, keputusan untuk hanya memilih penumpang pria didasarkan atas syariat yang tidak memperbolehkan laki-laki agar berada satu ruangan dengan perempuan.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya saya putuskan untuk hanya bawa penumpang ikhwan (pria). Saya juga ngelihat dulu syariatnya, sistemnya seperti apa, tujuan itu bagaimana apakah dikomersialkan atau bagaimana," tutur dia.
Namun, Herry enggan menceritakan pekerjaan sebelumnya, yang menjadi alasan ia hijrah dari Jakarta ke Bandung sebagai ojek khusus pria.
Sementara itu, keputusan untuk tidak mematok tarif bermula dari kejadian yang pernah dialaminya. Suatu hari, Herry mengaku pernah bertemu dengan anak SD yang sedang beristirahat di sisi jalan.
Ketika disapa, lanjut Herry, anak tersebut ternyata telah berjalan dari sekolahnya yang terletak di Buah Batu ke rumahnya di Antapani karena tidak memiliki ongkos. Diketahui, anak tersebut berasal dari kalangan keluarga tidak mampu.
"Dari situ, saya berpikir kok enggak dibantu saja. Saat itu Allah menunjukkan jika ada beberapa orang yang butuh bantuan, sekalian saya cari nafkah. Banyak orang di jalan butuh bantuan," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Kalau seikhlasnya tidak sesuai syariat agama namanya gharar. Jadi jangan seperti membeli kucing dalam karung. Jadi saya tanya dulu yang mau pakai tenaga saya mau ke mana. Misalkan dari Dago mau ke Buah Batu, saya bilang maaf ini budgetnya berapa biar jelas dulu,'' jelas Herry.
"Kalau bilang enggak punya (budget) harus bilang dari awal. Kalau enggak punya pun tetap saya antar. Saya seperti itu supaya penumpangnya nanti ketika naik, enggak punya pikiran 'duh harus bayar berapa ya'. Jadi supaya penumpangnya juga tenang," lanjut dia.
Setiap hari, Herry berangkat dari rumahnya yang terletak di Margahayu Raya pukul 07.00 WIB. Biasanya, dia mengantar barang terlebih dahulu kemudian nongkrong di daerah Buah Batu menunggu bubaran sekolah. Menjelang siang dirinya biasa nongkrong di Masjid Salman yang berada di dekat kampus ITB lalu melanjutkan perjalanan ke Masjid Pusdai.
ADVERTISEMENT
"Siang sebelum Zuhur saya di Salman karena di situ jam-jamnya kuliah bubar. Dari sana saya pindah ke Pusdai saya, ngambil yang bubaran salat," ujar dia.
Herry menambahkan, dalam satu hari penumpang yang dibawanya tidak menentu. Terkadang, bahkan dia tidak mendapatkan satu penumpang pun. Akan tetapi, dia tetap percaya bahwa Allah SWT akan memudahkan upayanya dalam mencari rezeki dan menafkahi istrinya.
"Tapi Alhamdulilah sih, Allah pasti akan memudahkan. Kita tidak usah takut rezeki kita akan hilang asalkan kita berikhtiar," ungkap dia.