Imigrasi: Belum Ada Laporan Mahasiswa Jateng Kerja Paksa di Taiwan

3 Januari 2019 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Divisi Keimigrasian Kementrian Hukum dan Ham Jawa Tengah saat konferensi pers. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Divisi Keimigrasian Kementrian Hukum dan Ham Jawa Tengah saat konferensi pers. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah menerima informasi terdapat ratusan mahasiswa asal Indonesia yang menjadi korban kerja paksa di Taiwan. Para mahasiswa tersebut pergi ke Taiwan dengan alasan beasiswa.
ADVERTISEMENT
Divisi Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah ikut mengecek kabar sekitar 300 mahasiswa yang diduga mengalami kerja paksa di Taiwan. Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jateng, Ramli HS, mengaku pihaknya sebelumnya pernah diminta oleh salah satu pihak untuk memberangkatkan mahasiswa ke Taiwan, yang kemudian ditolaknya.
"Dulu pernah ada yang ajukan ke saya tapi saya tolak, mereka hanya ingin mengajukan dengan tujuan ini," ujar Ramli di Kantor Wilayah Kemenkumham Jateng, Semarang, Kamis (3/1).
Ramli diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Imigrasi di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Berdasarkan pengalamannya itu maka Imigrasi Jateng selalu melakukan tindakan preventif, dengan menekan jajarannya untuk memperketat seleksi pemohon paspor atau dokumen ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya sudah tahu soal itu, kita sudah sampaikan ke jajaran kalau (ada mahasiswa) berangkat ke Taiwan dalam rangka beasiswa lakukan pemeriksaan secara mendalam," ungkap dia.
Pasar malam Shihlin di Taipei, Taiwan (Foto: Flickr/Morgan Calliope)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar malam Shihlin di Taipei, Taiwan (Foto: Flickr/Morgan Calliope)
Pihaknya telah mengonfirmasi dan mengecek kabar mahasiswa yang diduga dipekerjakan paksa, termasuk ke KDEI Taipei. Namun, hingga saat ini ia belum menerima laporan apakah terdapat mahasiswa asal Jawa Tengah.
"Belum tahu itu dari kantor imigrasi mana, katanya bukan di Jateng. Sementara belum ada yang dari Jateng. Yang berangkat katanya lebih dari 300 (orang)," ujar Ramli.
Selama 2018, keimigrasian di Jawa Tengah telah menunda penerbitan paspor bagi 459 pemohon dengan alasan ada beberapa orang yang mengaku bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) nonprosedural.
Ramli menuturkan, pekerja nonprosedural biasanya beralasan bekerja tidak melalui agen, atau hanya sekedar berwisata.
ADVERTISEMENT
"Kalau muncul dugaan kegiatan bekerja secara nonprosedural maka imigrasi akan mengambil sikap. Karena bisa berakibat tindak pidana perdagangan orang. Kita sudah melakukan penangguhan 459 permohonan paspor. Paling banyak yang mengajukan di kantor Wonosobo," jelas dia.
Ilustrasi wisatawan di Taiwan.  (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wisatawan di Taiwan. (Foto: Pixabay)
Menurut Ramli, seleksi pemohon sangat penting untuk mencegah masalah yang melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, mulai dari perdagangan orang hingga kerja paksa.
"Kita selektif bukan untuk mempersulit, tapi untuk melindungi. Tujuan yang banyak antara lain Taiwan, Hongkong, Malaysia, dan Singapura," pungkasnya.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa ada mahasiswa Indonesia yang menjadi korban kerja paksa di Taiwan. Kabar tersebut mencuat setelah muncul pengakuan dari seorang anggota parlemen Partai Kuomintang bernama Ko Chih-en kepada China Times.
ADVERTISEMENT
Chih-en mengaku telah melakukan investigasi terkait dugaan praktik kerja paksa yang melibatkan enam kampus. Berdasarkan hasil penyelidikannya, diduga ada 300 mahasiswa Indonesia yang dipaksa bekerja di sejumlah pabrik.
Menurut Chih-en, mahasiswa Indonesia dengan skema kuliah magang tersebut disuruh berkerja di pabrik dari MInggu hingga Rabu. Padahal, mahasiswa-mahasiswa itu kebanyakan hanya berkuliah pada Kamis dan Jumat.