Ingin Ada Partai Lokal, Partai Papua Bersatu Uji UU Otsus ke MK

9 September 2019 16:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Partai Papua Bersatu menjalani sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Adapun permohonan yang diajukan oleh partai tersebut yakni pengujian materiil Undang Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang tersebut, Krisman Fonataba selaku Ketua Partai Papua Bersatu, didampingi oleh kuasa hukum Habel Rumbiak. Hadir juga Sekjen Partai Papua Bersatu Darius Winepa serta para pengurus.
“Pada 9 September 2019 merupakan sidang pendahuluan kami. Permohonan yang kami ajukan berkenaan dengan pengujian materil pasal 28 ayat 1 sampai 4 undang undang Otsus, Undang-Undang Otonomi khusus Papua yang berlaku di Provinsi Papua maupun Papua Barat berkenaan dengan partai politik,” ujar Habel usai mengikuti sidang, di gedung MK, Senin, (9/9).
“Yang kami persoalkan adalah seharusnya diterjemahkan atau ditafsirkan sebagai partai politik lokal,” lanjut Habel.
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Selain itu, Krisman menyatakan langkah tersebut ditempuh lantaran partainya terkendala secara administratif dan faktual menjadi peserta pada Pemilu 2019. Krisman menyayangkan hal itu dengan membandingkan adanya partai lokal di Aceh yang bisa mengikuti kontestasi pemilu.
ADVERTISEMENT
“Yang kami lakukan itu kan kami lihat dari aspek desentralisasi kebijakan undang undang. Kalau Aceh bikin partai lokal, kenapa Papua tidak bisa?” ujar Krisman usai mengikuti sidang di MK, Senin (9/9).
“Kami orang Papua bisa bikin partai lokal dan itu perintah amandemen Undang-undang Dasar 1945, dan Undang-undang Pemilu Nomor 32 Tahun 2002,” lanjutnya.
Pemohon merasa dirugikan dengan adanya aturan dalam Pasal 28 ayat (1) UU nomor 21 tahun 2001 terkait dengan pembentukan partai politik.
Meski sempat mendaftar ke KPU Provinsi Papua, namun upaya tersebut ditolak dengan alasan belum adanya ketentuan hukum yang secara tegas mengatur keberadaan partai politik lokal di Provinsi Papua.
Selain itu, keputusan pengesahan Partai Papua Bersatu sebagai badan hukum ternyata telah dibatalkan atau dicabut oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Ketentuan Pasal 28 ayat 1 UU 21 Tahun 2001 tersebut dinilai pemohon menghambat dan menghalangi Partai Papua Bersatu untuk ikut serta dalam Pileg 2019.
ADVERTISEMENT
Pemohon menyebutkan pada awalnya aturan mengenai otonomi khusus Papua khususnya Pasal 28 ayat 1 adalah berkenaan dengan Partai Politik Lokal di Papua, dengan tujuan untuk memproteksi penduduk lokal di Papua agar selalu terwakili pada lembaga legislatif di daerah Provinsi Papua.
Selain itu, pemohon berpendapat bahwa pendirian partai politik lokal merupakan wujud dari hak asasi warga negara yang dilindungi konstitusi, yaitu kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat, karenanya wajib diberi ruang oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya, termasuk Undang-undang Otonomi Khusus Papua.
Oleh sebab, itu pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan frasa 'Partai Politik' dalam Pasal 28 ayat (1) UU 21 Tahun 2001 dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai 'Partai Lokal'.
Partai Papua Bersatu jalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Sidang pendahuluan dipimpin oleh Hakim MK, Arief Hidayat, didampingi oleh Hakim Palguna serta Suhartoyo. Arief menyampaikan nasihat agar memperbaiki permohonan untuk mengikuti sidang selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Terkhusus, perbaikan dari segi penjelasan secara khusus mengenai apakah keinginan untuk mendirikan partai itu diajukan untuk seluruh Papua atau hanya Papua Barat saja.
“Kalau ada komplikasi dengan undang undang lain, itu perlu dikaji, bangunan strukturnya dikaji. Bagaimana di Aceh diberikan ada parpol lokal dan dimungkinkan oleh undang undang partai politik,” ujar Arief dalam persidangan.
“Yang terutama adalah begini, apakah betul dengan tak adanya parpol lokal Papua, itu menghambat hak konstitusional warga di sana,” tegasnya.
Sidang selanjutnya akan digelar dua minggu mendatang, tepatnya Senin (23/9). Dalam sidang itu nantinya diagendakan untuk penyerahan hasil perbaikan permohonan uji materiil.