Jokowi Ingatkan Pentingnya Perang Kata Tanpa Saling Hujat

9 Desember 2018 19:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi saat berada di Kemendikbud. (Foto: Rian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi saat berada di Kemendikbud. (Foto: Rian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo menyinggung maraknya perang kata dalam kontestasi politik belakangan ini. Namun, ia menekankan pentingnya perang kata yang berbudaya. Menurut dia, budaya Indonesia yaitu toleransi harus tetap dijaga dalam tiap kontestasi kata.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan Jokowi saat berpidato di Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, Minggu (9/12).
"Harus diingat kontestasi kata tanpa toleransi akan memicu perang kata yang penuh ujaran kebencian, saling menghujat, saling memfitnah, seperti yang sering kita lihat akhir-akhir ini," ujar Jokowi di Kemendikbud, Senayan, Jakarta Pusat.
"Kontestasi diri tanpa toleransi juga akan memicu kecemburuan dan kebencian," lanjut dia.
Pun, dalam persaingan ekonomi, mengabaikan budaya toleransi hanya akan memperlebar ketimpangan di antara masyarakat. Dalam konteks politik, Jokowi menambahkan, menihilkan toleransi akan membuat orang cenderung melupakan etika.
"Kontestasi politik tanpa toleransi pun akan menghalalkan segala cara untuk kemenangan. Itu juga hal yang harus dihindari," jelasnya.
Oleh sebab itu, Jokowi berpesan, masyarakat Indonesia tak cukup hanya menjamin adanya panggung ekspresi. Namun, masyarakat harus menjamin adanya toleransi dalam ekspresi.
Presiden Joko Widodo menunjukkan kartu Program Keluarga Harapan (PKH) (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo menunjukkan kartu Program Keluarga Harapan (PKH) (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
"Yang kita butuhkan panggung interaksi yang bertoleransi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Jokowi menyebut, seiring dengan perkembangan budaya, panggung untuk menyalurkan ekspresi menjadi beragam. Mulai dari media massa atau media elektronik, media sosial, hingga munculnya lembaga keagamaan hingga pendidikan.
Demi menjamin ekspresi yang bertoleransi, kata dia, negara harus hadir memfasilitasi warganya. Namun, keterlibatan negara ini tidak akan bermanfaat jika tak diikuti dengan nilai toleransi dalam diri masing-masing warga.
"Ruang yang dibutuhkan bukan hanya ruang yang ada di diri kita. Tapi juga di dalam tubuh dan dalam pikiran kita. Ini penting sekali," tutur dia.
"Membutuhkan ruang dalam tindakan kita untuk membuka diri dan berbagi, menenangkan diri," tutup dia.