Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Keindahan Gunung Leuser Kini Bisa Dinikmati Lewat Google Earth
26 Juli 2018 18:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Kawasan Ekosistem Leuser sebagai penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dikenal sebagai paru-paru dunia yang masih tersisa. Rumah bagi fauna dan flaura beraneka ragam itu kini dapat kita dinikmati melalui aplikasi Google Earth.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih mengenalkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang berlokasi di Aceh dan Sumatera Utara secara lebih luas, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) menyusun sebuah kisah berbahasa Inggris tentang KEL yang tertuang dalam pencarian Google.
Fitur Voyager di dalam Google Earth itu merupakan inovasi canggih Google yang memberikan wadah untuk menuliskan kisah dengan cara baru. Google Earth ini dapat diakses dengan mudah di browser Chrome, juga dapat diunduh di Play Store atau Apple Store.
Irham Hudaya Yunardi, Social Media Officer HAkA, menjelaskan Voyager KEL ini terdiri dari 8 panel berisi narasi beserta foto, video dan lokasi di peta Google Earth. Setiap panel mempunyai topik tertentu, seperti 'Arti Penting KEL', 'Flora dan Fauna' dan 'Ancaman di dalam KEL'.
ADVERTISEMENT
“Cerita pada panel tersebut didampingi dengan foto atau video dan lokasi di peta agar pembaca merasa mengikuti sebuah tur di KEL,” kata Irham, usai menggelar konferensi pers tentang kisah KEL di kantor Google Indonesia, Jakarta, Kamis (26/7) dalam keterangannya.
Irham menjelaskan, panel pertama dalam aplikasi itu nantinya menggambarkan keanekaragaman hayati yang merupakan surga tersembunyi di dunia. Panel ini menampilkan video fauna langka seperti gajah, harimau, beruang dari kamera trap Forum Konservasi Leuser (FKL) yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Panel kedua berisi tentang arti penting KEL, yaitu antara lain sebagai pemasok air dan mitigasi perubahan iklim. Panel ketiga bercerita tentang flora dan fauna unik yang berada di KEL.
ADVERTISEMENT
Ancaman terhadap kelestarian KEL seperti perambahan hutan, illegal logging dan perburuan berada di panel keempat. Panel ini juga disertai peta sebaran kerusakan hutan di KEL Provinsi Aceh sejak tahun 2015 sampai dengan 2018.
Ada juga kisah sukses restorasi lahan dari perkebunan kelapa sawit ilegal di Hutan Lindung di panel kelima. Video yang menceritakan pemusnahan sawit ilegal dan mengembalikannya sebagai fungsi rute gajah Sumatera menjadi pengantar di panel ini.
Selanjutnya, panel keenam tentang pengamanan satwa liar yang menggambarkan kerja keras pemerintah dan para ranger penjaga hutan dan di KEL melindungi kawasan dan membasmi ancaman perburuan.
Panel ketujuh berisi kepedulian komunitas lokal terhadap fungsi KEL saat ini dan di masa depan. Dan panel terakhir berisi tentang para pejuang lingkungan yang tetap gigih membela kepentingan KEL yang sejatinya itu semua untuk kepentingan manusia sendiri.
ADVERTISEMENT
Irham sangat berterima kasih kepada Google karena telah memberikan wadah di mana KEL dapat lebih dikenal tidak hanya oleh orang Indonesia namun juga seluruh dunia. KEL akan masuk ke dalam jutaan rumah-rumah di seluruh dunia.
"Kami berharap setelah mengenal KEL ini maka kita semua dapat semakin mencintainya. Hal itu juga untuk mendorong pemerintah dan seluruh komponen masyarakat lokal, nasional bahkan internasional untuk lebih menjaga hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya,” kata Irham.
KEL Seluas 2,6 Juta Hektar
Geographic Information System (GIS) Manager HAkA, Agung Dwinurcahya, mengatakan, KEL merupakan sebuah area yang luasnya 2,6 juta hektar di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Kawasan ini telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang lingkungan hidup. Sebagian dari kawasan ini berupa Taman Nasional yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs warisan hutan hujan tropis di Sumatra.
“KEL merupakan tempat terakhir di muka bumi di mana badak, gajah, harimau dan orang utan Sumatra berada bersama di alam bebas. KEL sangat berperan sebagai penyedia air bagi jutaan orang yang tinggal di dalam dan sekitarnya, mitigasi perubahan iklim dan bencana dan sebagai penyerap karbon,” kata Agung.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, KEL terus menerus mengalami penghancuran baik secara sistematis maupun sporadis. Laju kerusakan hutan di KEL menurut data Yayasan HAkA mengalami penurunan, namun tetap saja kehilangan yang sangat besar bagi hutan di Aceh karena mempunyai peran penting dalam mengurangi dampak bencana ekologis yang kerap terjadi.
“Sayangnya kerugian yang begitu besar dari bencana tersebut tidak meningkatkan pemahaman untuk menjaga keutuhan hutan di Aceh. Program-program yang mendorong kerusakan hutan masih dengan mudah ditemui dengan dalih meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujar Agung.