Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Suhardi menjelaskan, kelompok JAD dan JAT yang menjadi pelaku teror belakangan ini, merupakan orang-orang yang belum pernah sama sekali menjalani program deradikalisasi di BNPT. Dia mengatakan, deradikalisasi ditujukan kepada napi terorisme dan orang yang pernah pergi ke negara konflik untuk menjadi kombatan.
"Saat ini sudah 600 lebih mantan napiter yang sudah di luar, di masyarakat. Nah di situ sudah ada 128 napiter yang sudah ikut bersama kami, BNPT, sebagai narasumber, ikut aktif dalam program-program deradikalisasi. Dari 600 lebih itu, ada 3 yang mengulangi perbuatanya, yakni bom Thamrin, bom Cicendo, dan bom Samarinda,” jelas Suhardi di kantor Menko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
Suhardi menegaskan, salah besar jika ada yang menyebut program deradikalisasi BNPT telah gagal.
ADVERTISEMENT
“Jadi jangan dipikir JAD-JAT itu, oh ini deradikalisasi gagal. Dari mana gagalnya, mereka (JAD-JAT) bukan narapidana teroris. Jadi jangan sampai salah penafsiran ya. Itu yang perlu saya klarifikasi sedikit,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suhardi meminta kepada setiap kepala daerah untuk aktif memonitor 600 lebih eks napiter yang saat ini sudah bebas. Sebab, BNPT tidak bisa memonitor sendiri, perlu ada kerja sama dengan setiap pemda agar para napiter tersebut tidak kembali ke pemikiran dan melakukan hal-hal radikal.
“Ya itu kita minta perannya. Tapi kita juga monitor, tapi kan tidak bisa semuanya. Sekarang sudah berapa ratus yang pulang dan sebagainya. Ini yang perlu kita monitor, memang ada bibit-bibit yang perlu kita waspada,” tutupnya.
ADVERTISEMENT